•02

371 7 0
                                    

Happy Reading,

***

2 tahun kemudian,

"Hei Cherr kau mau ikut berlibur? " Anica menyapa Chessy yang tengah menikmati makan siang nya dikantin kampus, tak lupa ada Trisha juga disebelahnya yang tengah makan siang.

"Kemana? " tanya nya, penasaran, Anica ini macam orang yang kegiatan nya tak akan pernah kosong, selalu sibuk. Sibuk menghamburkan uang bulanannya.

"Ke tempat indah tentu saja, bukan hutan. " sindir gadis itu pada sang sahabat yang ternyata teramat betah tinggal ditengah hutan seorang diri, dan sudah memasuki tahun ketiga gadis itu berdiam diri disana tanpa ada yang menemani.

Terkadang kedua sahabat Chessy akan menginap sesekali, dan melupakan rasa takut mereka, lebih mementingkan apakah Chessy benar-benar nyaman dengan kesendirian nya atau tidak.

"Kau harus ikut Cherr, " sela Trisha begitu gadis itu ingin mengatakan sesuatu, sudah cukup mereka bertiga berdiam diri ditempat. Sudah saatnya juga bagi Chessy untuk membuka mata jika mereka tak ada.

"Aku tidak bisa, " tolak nya, sangat menyakiti Anica yang selalu mengharapkan gadis itu ikut berlibur bersama dia.

"Why? "

"Tentu saja aku akan pulang kerumah nenek. " kedua sahabat nya mendengus, pelarian. Pikirnya.

"Ayolah, " bujukan apa lagi yang harus dia lakukan pada Chessy agar dia melupakan semua hal tentang obsesi nya akan makhluk immortal.

"Tidak sekarang An, aku tidak sedang mood untuk berlibur. "

"Dan juga, aku akan memanfaatkan liburan semester kali ini dengan berdiam diri dirumahku yang nyaman, " Chessy terang-terangan menolak ajakan mereka, tentu saja. Siapa yang bisa membujuk si gadis keras kepala satu itu?

Jawabannya, tidak ada. Jika suatu saat nanti ada seseorang yang tahan dengan ke keras kepala an Chessy, maka mereka akan berterimakasih padanya. Karena bisa sabar menghadapi sahabat unik mereka itu.

"Terserah kau saja lah, tapi selama ini tak ada yang kau temukan bukan? " cetus nya, tak lupa memicingkan kedua matanya. Anica masih ingat dengan jelas perjanjian mereka berapa tahun lalu, dan masih berpegangan teguh akan keyakinan nya. Jika para makhluk immortal itu tak ada.

Chessy menyeringai, ah kedua sahabat nya ini seperti tak mengenal dia sama sekali, padahal Trisha saja mengetahui nya dengan jelas. Bahkan pernah berpapasan dengannya waktu itu, pria tampan yang Trisha kata sangat tipe nya itu.

Well, hanya Anica yang harus dia recoki otaknya agar percaya, jika dia tak pernah membual akan keberadaan para makhluk immortal disekitar mereka. Bukan berarti Trisha percaya begitu saja, tetap saja gadis itu tahu namun seolah tak mau tahu.

"Mau apalagi dia? " gumam Trisha melihat keberadaan kembaran sang sahabat terlihat berjalan mendekat kearah meja mereka.

"Qeena? " Chessy mendongak, tersenyum tipis pada Carlino yang ikut duduk dengan mereka, mengisi satu-satunya kursi kosong disebelah Anica.

"Kau baik-baik saja? " tanya nya, khawatir akan keadaan adiknya yang hengkang dari rumah.

"Sudah dua tahun lebih Carl, kau tak perlu mengkhawatirkan Qeena mu ini. " Anica menepuk bahu Carlino dengan pelan, memberitahu pria itu agar tidak terlalu kentara mengkhawatirkan saudarinya.

"Cukup kau berdiam diri ditempat mu Carl, jika tak ingin si jalang itu menyakiti Qeena mu. " ucapan tajam Trisha sukses membuat Carlino menundukkan kepalanya, sakit? Tentu saja, sudah dua tahun lebih juga dia hidup namun tak bergairah.

The Flow Of lifeOnde as histórias ganham vida. Descobre agora