29 | [೫]

1.3K 249 12
                                    

Royalti Kadita turun baru saja. Lumayan. Setidaknya dapat mengenyangkan perut. Ini sudah cetakan ke-sembilan dari bukunya yang berjudul Bulan dalam Sangkar. Karakter tomboi Shuo yang Kadita ciptakan ternyata memiliki banyak sekali penggemar. Salah satu pencapaian tertinggi ketika penulis fantasi terkenal sekelas Salman Anggara itu bahkan bisa memuji karyanya dengan antusias.

Biasanya awal bulan begini, dia akan mentraktir Wira untuk mogok ke Pantai Indah Kapuk sebentar atau ke Menteng berburu kuliner. Membeli barang antik berharga fantastis juga bukan hal yang buruk──itu adalah salah satu hobi Wisnu yang menular pada Kadita dan Wira. Namun, pria 25 tahun itu kelihatan sangat betah dengan Jogjakarta. Sepertinya niatnya untuk segera bekerja di perusahaan Prawiranegara sudah mengalami penguapan.

Bersamaan dengan laporan bukti transaksi m-banking dari sekretaris ibunya beberapa menit lalu. Benar, Inggit masih mengaliri dana. Gaji Kadita sebagai penulis sebenarnya tidak seberapa dibanding dengan uang yang ibunya beri. Setidaknya uang-uang itu tersimpan dengan baik hingga menggunung karena Kadita tak bersifat begitu hedonis.

Kadita Brielline merupakan 1001 populasi untuk kategori gadis muda anak konglomerat yang tak pernah menginjakkan kakinya ke club malam atau gemar membeli sebuah tas seharga 50 juta. Dia punya beberapa produk high-end, tentu untuk menjaga martabatnya sebagai Yahswant. Namun, tidak dengan mengoleksi sepatu-sepatu branded mengkilap yang pada akhirnya hanya mangkrak di walk in closet seperti ibunya.

Sore tadi dia sempat melakukan panggilan video dengan Wira. Saling bertukar kabar. Dan Wira berkata bila buku Harsa ketinggal di sana, buku yang tak pernah Wira kira akan Harsa baca. "Dyah Pitaloka" Kadita pernah menemukan buku itu di Perpustakaan Umum Daerah sudah sangat lama. Sesekali akan diganggu oleh Lesmana──mereka berdua memang biang kerok namun suka bikin rindu. Sambil menanyakan apakah syndrome hamil Laras sudah membaik, dan apakah Bumi masih sering berebut dengan sang ayah untuk bisa tidur di sebelah Laras. Sungguh, keluarga itu seperti tak memiliki beban.

Pergi ke convenience store karena malam ini Kadita malas masak, dia bahkan berencana untuk kembali ke apartemen dini hari. Suasana malam Jakarta memang terlihat terus hidup, gedung-gedung tinggi itu memantulkan lampu yang berkilap. Jakarta tak pernah tidur. SCBD, tempat orang-orang sibuk dengan setelan rapi selalu berlalu lalang begitu percaya diri, setidaknya Kadita tak pernah bosan telah tinggal di apartemen District 8 setelah lulus kuliah. Sudah lebih dari 2 tahun.

Lobster ball, dumpling, odeng, udon──Kadita selalu membeli semua itu terlalu banyak, sudah seperti akan mengadakan acara konten makan besar. Dia bahkan biasanya akan membeli dessert juga setelah itu. Sungguh, Kadita tak lain hanyalah raksasa kelaparan yang tengah menjelma. Memilih tempat duduk, dia menemukan kursi kosong di luar. Dengan cukup repot karena makanannya terlalu banyak, Kadita berjalan sedikit kikuk meraih tempat yang dia buru. Semakin malam, tempat ini semakin ramai untuk dijadikan tongkrongan. Pasangan muda-mudi juga banyak memadati antrean. Nasib Kadita agak nahas sebagai seorang jomblo karatan.

"Eh?"

Siluet yang familiar mengernyitkan mata Kadita. Belum sempat gadis itu duduk, dia harus sedikit berjinjit dan berjalan menjauhi makanannya untuk memastikan bila matanya tidak salah. Pria jangkung dengan kemeja polos yang ditekuk sebatas siku itu baru saja selesai membayarkan uang pada kasir dan membawa segelas latte serta cup mie instan. Matanya terlihat sedang membelah keramaian untuk mencari ruang kosong.

"Pak Harsa!"

Wah, kebetulan magis. Sebenarnya Kadita tak ingin waktu me time-nya diganggu. Namun, berbuat baik sesekali pada spesies manusia seperti Harsa rasanya tak masalah.

Pria itu mendengar suara cempreng yang melengking. Seolah hafal dengan tipe suara Kadita, ia bahkan langsung menolehkan kepalanya ke arah seorang gadis dengan kaos distro oversize yang sedang melambaikan tangan. Baik, gadis itu lebih terlihat seperti anak kecil yang berhasil menemukan ayahnya di tengah keramaian. Karena tak ada lagi tempat, Harsa terlihat terpaksa menyeret kakinya untuk menghampiri Kadita di luar sana.

ASMARALOKA (On Hold)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz