"Dia demam, hari ini Gemi tidak sekolah dulu," ucap Inez memberitahu.

Gama menyingkir saat Inez akan duduk di kasur.

Inez menaruh kain itu di kening Gemi yang sudah ia peras tadi.

Gama masih berdiri ditempatnya dan terus memperhatikan Gemi yang kini masih terbaring di kasur.

Tak bisa dipungkiri, Inez khawatir melihat Gemi yang sedang demam. Pantas saja sejak kemarin gadis kecil itu lebih banyak diam, pikir Inez.

Mau bagaimanapun Adhisti telah menitipkan kedua anaknya kepada dirinya. Walau pada kenyataannya, si kembar lah yang tidak ingin diperhatikan dan diberikan kasih sayang olehnya.

Kini, ia tidak bisa terus-menerus memikirkan Gio dan si kembar. Saat ini ia harus memikirkan dirinya terlebih dahulu. Ia juga ingin merasakan kebahagiaan.

"Maafkan Inez mbak, Inez tidak bisa memenuhi permintaan mbak untuk terus menjaga si kembar, karena cepat atau lambat perpisahan itu akan terjadi," ucapnya dalam hati merasa bersalah namun, ia juga ingin meraih kebahagiaan nya.

Inez meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap pada tujuan awalnya. Walaupun tidak tahu kedepannya akan seperti apa.

***

Gadis itu tetap pergi ke kantor karena Gemi ada yang menjaganya dirumah siapa lagi kalau bukan, mama mertuanya yang memang belum pulang. Rencananya siang ini, nyonya Regina akan pulang.

Selama berada dikantor hatinya tetap tidak bisa tenang, ia terus memikirkan Gemini yang sedang demam dirumah.

Inez berusaha untuk fokus bekerja, ia tidak ingin mengecewakan atasannya.

Laporan yang Inez buat sudah selesai, ia mengeceknya sekali lagi sebelum diberikan kepada pak Marcell.

Gadis itu bangkit dari duduknya dan melangkah ketempat atasannya.

"Pak, ini laporan yang bapak minta sudah selesai," ucap Inez.

Pria itu nampak sedang sibuk dengan laptopnya.

"Taruh saja disitu," sahutnya tanpa menatap lawan bicaranya.

"Baik, pak."

Inez menaruh berkas itu dimeja. Sepertinya pak Marcell sangat sibuk, pikirnya.

Inez melangkah kembali ke tempatnya. Namun, langkahnya terhenti saat atasannya itu memanggilnya.

"Inez," panggil Marcell.

Gadis itu berbalik menatap sang atasan.

"Iya, pak?"

Marcell terlihat terdiam sejenak,"Mm, bisa buatkan saya kopi?" Ucapnya.

Inez mengangguk,"bisa, pak."

Gadis itu berlalu pergi keluar dari ruangan untuk membuatkan kopi.

Marcell menggeleng kepala, tadinya ia ingin menegur Inez yang kelihatannya pagi ini gadis itu tidak fokus dalam bekerja namun, ia urungkan.

Pria itu mengecek laporan yang tadi Inez buat. Ia membuka berkas itu, ternyata gadis itu bisa mengerjakannya dengan baik. Walaupun kelihatannya tidak fokus dan itu membuat Marcell meragukan Inez tadi.

Pria itu meletakkan kembali berkasnya.

Tak lama Inez datang dengan membawakan kopi yang Marcell minta tadi.

"Ini, pak. Kopinya," ucap Inez seraya meletakkan secangkir kopi itu dimeja.

"Hm, terima kasih," balas Marcell tersenyum tipis.

Inez tersenyum menanggapinya, gadis itu kembali ke tempatnya.

Tak terasa kini sudah waktunya makan siang, Inez menghampiri Sasya yang saat ini masih berkutat dengan laptopnya.

"Sya, ke restoran yang ada didepan yuk," ajak Inez.

"Bentar, gue selesain ini dulu," ucap Sasya.

"Nah, selesai," ucapnya lagi.

"Yuk, kesana," ajaknya.

Merekapun berjalan keluar dari kantor. Siang ini mereka akan makan di restoran yang kebetulan dekat dengan kantor, tinggal hanya menyebrang jalan.

Baru saja sampai di pintu masuk, Inez tanpa sengaja menabrak seseorang karena ia saat itu sedang mengobrol dengan Sasya.

Bugh!

"Aduh, maaf, maaf..." Ucap Inez meminta maaf pada orang yang telah ia tabrak itu.

Inez masih menunduk.

"Punya mata, kan? Hati-hati dong kalau jalan," ucap orang itu dengan sewotnya.

Inez tertegun mendengar suara yang tak asing itu, gadis itu mendongak menatap orang yang ia tabrak tadi.

Degh!

Tatapan mereka bertemu, keduanya terlihat terkejut.

.
.
.












Giovanni's second wife [END/TERBIT]Where stories live. Discover now