#15

226 32 3
                                    

***

Enok dan Malik cuma memperhatikan Hadin dari atas tribun. Bagaimana dia terus-terusan berlari mengelilingi lapangan dari tadi. Seorang diri. Sampai akhirnya ia terbaring di sana. Dengan dadanya yang kembang-kempis. Juga teriakan kencang dan isak tangisnya.

Baik Enok ataupun Malik, tanpa Hadin ceritapun mereka tahu kalau Hadin benar-benar dalam keadaan yang sangat amat hancur. Mereka tahu seberapa cintanya Hadin ke Grit. Mereka tahu seberapa Hadin membenci dirinya setelah melakukan semua ini ke Grit. Hadin, nggak mau putus dari Grit. Dia nggak akan bisa.

"Grit gimana?"

Enok cepat menengok hapenya. Setelah tahu apa yang terjadi, Rere buru-buru menyusul Grit. Tapi perempuan itu udah keduluan pulang. Dan Rere nggak bisa menemui Grit di rumah karena harus pergi syuting. Jadi, Rere nggak tahu apa-apa.

"Nggak diangkat sama Grit telponnya," Enok menyampaikan pesan yang dikirim Rere beberapa menit yang lalu ke Malik. "Rere lagi di lokasi syuting."

Malik tidak percaya kalau Hadin akan punya masalah seperti ini dengan hubungannya. Selama Malik kenal Hadin, sebanyak apapun cewek-cewek yang naksir sama dia, seramah apapun juga dia ke semua cewek itu, Hadin nggak pernah merespon lebih. Bukan Malik belain Hadin karena temannya. Tapi itu fakta. Bahkan sebelum Malik tahu kalau Hadin beneran pacaran sama Grit. Tapi semua ini emang terjadi karena kesalahannya. Kalau aja Hadin lebih cepat memberitahu Grit, mungkin Grit nggak akan sekecewa ini.

***

"Pulang sama siapa?"

Yuri menggeser badannya untuk dapat berhadapan dengan Grit di sisi kanannya. Perempuan itu, sejak masuk ke ruangan les sampai kelas selesai, kelihatan murung banget. Yah gimana yah. Namanya juga lagi patah hati.

"Gue antar ya,"

"Nggak usah. Gue sama Geo."

Kemudian, perempuan itu mengambil langkah keluar dari kelas. Menyisakan Yuri dan Malik yang turut memperhatikan sang puan.

Grit itu anaknya rame banget. Yuri nggak pernah lihat dia sedih. Apalagi mukanya murung. Hari-hari Grit isinya selalu sukacita. Yuri pikir cinta-cintaan nggak akan bikin dia sehancur ini karena Grit adalah pribadi yang nggak pernah pusing dengan masalah tapi ternyata kayaknya sekarang beda.

***

Kalau aja lagi nggak chatan sama Geo, mungkin Grit udah matiin hapenya sekarang. Ada banyak panggilan dan chat masuk dari Hadin.

"Lo di mana sih? Lama banget."

Geo di sebrang telpon, nggak suka dimarahin-marahin, balik marah. "Sabar kenapa sih? Ini udah dekat. PMS lo? Apalagi berantem sama Hadin?"

Sebenarnya mau Grit marah dengan alasan apapun, Geo bakal mention dua alasan itu aja. Dia tahu kalau alasan-alasan tersebut nggak benar karena emang behaviour Grit yang suka marah-marah ke dia. Dia ngeledek doang. Tapi kali ini kayaknya emang ada masalah sama Hadin. Soalnya dia lihat beberapa kali Hadin nelpon, nggak diangkat sama adiknya.

"Udah gue bilang nggak usah cinta-cintaan. Cinta nggak slamanya indah, Dek." Komentar pertama Geo setelah cukup lama ia berdiam di dalam mobil sama adik perempuannya. "Berantem kenapa? Telat balas chat?"

Benar-benar Grit nggak mood mau ngomong sama siapapun hari ini. Pikirannya lagi penuh sama Hadin. Sama kejadian-kejadian dia bareng Kinan. Dimana dia yang super excited mau ngajak Kinan makan. Sampai mereka makan bareng dan berbagi tawa bersama. Dengan Hadin yang udah kenal Kinan. Dengan Hadin yang udah punya kisah lebih dulu dengan Kinan. Ditengah dirinya yang nggak tahu apa-apa kayak orang bego.

Grit sesedih itu.

"Lo kenapa sih, Dek?"

Sekesal-kesalnya Geo sama adik perempuannya ini, khawatir juga dia.

THE CAPTAINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang