#14

240 35 0
                                    

***

Yuri juga barusan sadar di kantin tadi, kalo ini cowok emang lagi puasa ngomong ke dia. Yuri nggak tahu juga kenapa dia sama Malik jadi diam-diaman begini. Ngomong cuma urusan proker saja. Padahal Yuri udah mencoba tidak mengabaikannya. Tapi karena Malik yang duluan cuek, yaudah Yuri jadi ikutan.

"Sini, biar gue aja."

Laki-laki itu tiba-tiba aja muncul dan mencoba mengambil kardus yang diangkat Yuri. Tapi sang puan lebih cepat menghindar. "Nggak usah. Gue bisa."

"Ini berat banget."

"Nggak berat."

Sekarang keduanya jadi rebutan kardus. Dalam detik berikutnya, manik mata Malik dan Yuri saling bertemu. Yang paling membuat Yuri kesal, Malik selalu saja diam kalau lagi marah. Tapi biasanya Yuri bakal balik marah ke dia dan nanyain apa permasalahannya. Karena kali ini Yuri tahu yang bikin Malik diam adalah dirinya, jadi Yuri ogah untuk bertanya.

"Kenapa sih nggak mau banget dibantu?"

Malik berhasil merampas kardus dari tangan Yuri. Dan sang puan tak bisa menahan diri lagi. "Lu sadar nggak sih dari kemaren lu tuh nyuekin gue? Bisa nggak kalo marah tuh jangan diem? Dikira gue bisa apa baca pikiran lu."

"Nggak ada yang marah. Orang lagi males ngomong aja." Malik cepat membantah.

"Kalo lagi males ngomong ya ke semua orang dong. Jangan ke gue aja. Lu masih ngomong tuh sama anak-anak lain." Seruan Yuri meninggi.

Usai menaruh kardus tersebut, Malik memutar badannya dan berhadapan dengan sang puan di ambang pintu. "Minggu depan pemilu. Jadi otomatis masa jabatan kita selesai. Tenang aja lu nggak bakal diganggu lagi karena gue."

"Kok lu jadi playing victim sih?"

"Kalo lu merasa nggak nyaman juga les bareng gue, gue bisa pindah kok." kata Malik lagi.

Yuri berusaha menahan dirinya untuk nggak lebih marah lagi. "Pindah les? Emang bisa?"

Mata Malik langsung bergetar.

"Anak baik dan penurut sama maminya emang bisa?" Yuri paham betul bagaimana hubungan Malik dan maminya. "Nyokap lu udah susah payah nyari tempat les terbaik buat lu terus cuma gara-gara cewek lu pindah?"

Malik tidak bergeming.

"Biar gue aja yang pindah. Lagian disana mahal banget."

"Apaan sih?" Laki-laki itu bergegas meraih tangan Yuri saat tahu sang puan hendak beranjak pergi. "Kenapa jadi lu yang pindah?"

"Lu tuh aneh banget. Kalo masalahnya karena gue nolak lu kemaren jangan jadi kemana-mana dong, Mel." Getar suara Yuri, menahan untuk tidak haru. "Sampe mau pindah les. Apaan sih."

Malik melepas genggamannya di pergelangan tangan Yuri. Diusapnya wajahnya sebab frustasi akan tindakannya yang tiba-tiba itu.

Ditolak Yuri memang bikin dia sakit hati banget, tapi memikirkan alasan Yuri menolak karena kejadian-kejadian masa lalunya lebih menyakitinya. Bagaimana orang-orang berpandangan kalau ia jadi orang ketiga di hubungannya dengan sang mantan atau mereka yang mengira Yuri cari perhatian padanya. Malik sedih aja melihat Yuri begitu karenanya. Dan jadi bikin dia jadi nggak bisa sama-sama sama Yuri.

"Sorry-sorry."

"Gue nggak papa, Mel. Pandangan orang ke gue atau dm-dm aneh cuma masalah kecil bagi gue. Gue bisa ngadapinnya sendiri." ungkap Yuri, paham betul kearah mana maksud sang tuan.

"Gue udah suka lo dari lama, Ri."

"Iyaaa gue tahu, Mel. Lo udah berulang kali bilang."

"Gue mau jagain lu."

THE CAPTAINSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang