17. Semangat Giselle (2)

468 42 0
                                    

Sebenarnya ini ada hubungannya sama kuliah gua, Na. Giselle itu, gua ....

.
.
.
.
.
.

"Karina,

Karina,

Yoo Karina.

Kamu masih di sini, kan?"

Karina mengerjapkan matanya saat penampakan Jeno yang buram perlahan masuk ke dalam penglihatannya.

Tentu saja sedari tadi pikiran Karina pergi melalang buana, entah kemana, sekarang mulai perlahan kembali.

Di saat kesadaran Karina sudah utuh, Karina baru tersadar di mana dia berada saat ini. Karina bahkan sampai menemukan Jeno tengah menjentik-jentikkan jarinya di depan matanya, berusaha menarik perhatiannya.

Detik itu juga semburat merah muncul di pipi Karina. Tak seperti biasanya, sekarang Karina merasa dirinya tidak cukup profesional dengan apa yang baru saja dilakukannya, bengong di tengah percakapan dengan Jeno.

Tentu saja Karina langsung meminta pada Jeno.

"Maaf, Pak, Saya melamun tadi ..."

"Enggak apa-apa, Karina. Kamu kayaknya lagi banyak pikiran."

"Maaf, Pak. Saya enggak bakal ngulangin hal itu lagi."

"Sudahlah, Karina. Kamu jangan meminta maaf terus. Lagipula, salah saya juga mengajak berbicara mengenai pekerjaan di saat jam pulang. Kamu pasti lelah."

"Tidak, Pak. Tidak begitu."

Keadaan hening seketika, hanya suara jam yang berdetak di antara mereka.

"Kamu ada masalah, Karina?"

"..."

"Apa ini ada hubungannya dengan Nona Giselle?" Tebak Jeno.

Karina tersentak, membuat dugaan Jeno semakin kuat. Jeno lagi-lagi melemparkan pertanyaan pada Karina.

"Kamu sedang bermasalah dengan Nona Giselle?"

"B-bukan begitu, Pak. Bukan Saya yang bermasalah dengan Giselle, tetapi ...."

Karina menggantungkan kata-katanya, merasa tidak yakin apa ia perlu melanjutkan pembicaraan mengenai permasalahan personal karyawan dengan bosnya.

Sementara itu, di sisi lain, Jeno tentu saja merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan Karina.

"Tetapi apa, Karina?" Lagi-lagi Jeno menodong Karina dengan pertanyaan.

Karina tampak ragu saat hendak menjawab pertanyaan Jeno, membuat Jeno mengembuskan napasnya, dan kembali membuka suaranya.

"Kamu tentu tidak perlu cerita kalau kamu memang tidak mau, Karina."

Ini aneh.
Jeno dapat merasakan nada kecewa dalam kata-katanya, bahkan ia juga sempat meneguk ludah karena begitu sulit bagiku nyauntuk mengeluarkan kata-kata seolah ia mengikhlaskannya.

Sejujurnya, Jeno merasa selama ini ia tidak memiliki kepedulian yang begitu dalam tentang apa yang terjadi di sekitarnya. Terlebih lagi, apakah ia memang harus peduli pada urusan teman sekretarisnya itu?

Masalah Giselle bukanlah prioritas dalam hidup Jeno. Mereka berlalu begitu saja.

Akan tetapi, saat Jeno melihat Karina terlarut begitu dalam, Jeno ingin mengulurkan tangannya untuk menarik Karina supaya tidak tenggelam.

Walau Jeno bilang ia tidak mempermasalahkan apakah Karina bercerita padanya atau tidak, tapi sejujurnya hati kecilnya berkata tidak. Ia ingin Karina bercerita kepadanya.

SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang