13. Mari Jadi 'Teman' Baik, Pak!

751 64 0
                                    

Note: Part ini adalah part masa lalu.

***

Saat itu malam yang dingin menyelimuti keduanya. Setelah melakukan pekerjaan yang begitu keras, keduanya memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka berdua, menyesap segelas minuman alkohol berkadar rendah untuk meluapkan perasaan stres dan lelah yang menerjang tubuh mereka.

Baik Jeno dan Karina memilih bungkam, tidak membuka suara. Pun Karina sedari tadi hanya menjatuhkan pandangannya pada Jeno, laki-laki itu tampak serius memandangi ponselnya membuat bibir Karina tergelitik memanggil dirinya.

"Pak Jeno."

Pada panggilan pertama, Jeno sama sekali tidak menoleh ke arah Karina ---masih sibuk dengan ponselnya--- dan hanya berdeham sebagai balasan dari panggilan Karina. Hal itu tentu tidak membuat Karina menyerah pada percobaan pertama.

Karina berusaha kembali, kali ini dengan debaran gila yang menerjang jantungnya. Berusaha meredam rasa gugupnya, Karina memainkan jarinya di atas bibir gelas.

"Bapak tahu permainan yang sedang ramai dibicarakan saat ini?"

Berhasil.

Perhatian Jeno teralihkan saat mendengar pertanyaan Karina yang memancingnya.

"Permainan? Permainan apa?"

Mendengar pertanyaan Jeno, Karina meneguk ludahnya, masih merasa tidak yakin apakah dia harus melanjutkan ucapan selanjutnya. Pasalnya, risiko dari perkataannya nanti mungkin akan berdampak pada pekerjaannya. Jeno mungkin akan marah dan langsung memecatnya di tempat.

Akan tetapi, saat Karina mendapati mata jernih Jeno memandanginya membuat Karina membulatkan tekadnya. Karina tahu keputusannya cukup gila dan nekat, tapi pekerjaannya masih dapat tertolong dengan dalih mabuk. Ya, mabuk. Dan, kesempatan ini tak datang untuk kedua kalinya.

"Bapak tahu ... Permainan di mana kita memberikan keuntungan satu sama lain."

"Seperti bisnis maksudmu?"

Tidak, Karina hampir meneriakkan kata itu saat mendengar tebakan Jeno.

"Ya, hampir mirip," Jawab Karina pada akhirnya. "Tapi ini sedikit berbeda, apabila bisnis memberikan keuntungan dengan bekerja sama dan berjual beli, keuntungan di sini merupakan keuntungan non fisik dari suatu hubungan."

"Aku tidak mengerti. Langsung ke intinya saja, Karina."

Karina mengembuskan napasnya perlahan, otaknya berputar, memikirkan kata yang pas untuk menjabarkan penjelasan dari keinginannya. "Bapak tahu ... Hubungan pria dan wanita yang memiliki keuntungan satu sama lain dengan berhubungan fisik, bukan?"

Sepersekian detik mata Jeno mengerjap, iris matanya membola saat mendengar perkataan Karina. Tak lama wajahnya memerah kala menanyakan maksud Karina, "Apa sebenarnya maksudmu?"

"Partner with benefit, hubungan pertemanan antara pria dan wanita yang berorientasi pada hubungan seksual, bapak pernah mendengar ini sebelumnya?"

Jeno berdeham saat mendengar perkataan Karina. Dia mencoba memperbaiki postur duduknya. Dari raut wajahnya, Karina dapat melihat Jeno terlihat sedikit tidak nyaman dengan perbincangan ini. Akan tetapi, Karina tidak mungkin berhenti di tengah jalan, Karina harus menyelesaikan ucapan laknatnya ini.

"Banyak orang di kantor yang membicarakan hubungan ini dan sedikit banyaknya dari mereka sangat menyukai hubungan ini karena hubungan ini tidak memerlukan perasaan emosional di dalamnya. Hanya sekedar hubungan seks tanpa rasa, tanpa canggung, tanpa ..."

"Cukup, Karina. Apa maksud dari ucapanmu sebenarnya?"

Karina memainkan kuku jarinya yang bersembunyi di balik meja, guna mengatasi perasaan gugupnya. "Saya ingin menanyakan apakah Bapak berminat melakukannya?"

Jeno menepuk jidatnya saat mendengar pertanyaan yang datang dari Karina. Terdengar hela napas yang berat berasal darinya. Sedetik setelah Karina memberikan pertanyaan itu padanya, bibirnya terasa gatal untuk mengeluarkan serapah-serapah yang tertahan di lidahnya.

Mendengar Karina mengajukan pertanyaan itu kurang lebihnya membuat Jeno bertanya-tanya mengenai isi kepala gadis itu. Di mana Karina kehilangan otaknya itu?

Jeno yang tadinya ingin memberikan ceramah panjang lebar pada Karina terhenti saat melihat Karina menundukkan kepalanya, membuat Jeno menelan kembali niatannya.

"Karina ..."

Karina perlahan mengangkat sedikit kepalanya. Matanya tampak takut-takut memandang ke arah Jeno.

"Tadi apa katamu barusan? Kamu mengajakku melakukan hubungan partner with benefit?"

"I-iya, Pak."

"Kamu tahu bukan konsekuensinya?"

Karina mengangguk saat mendengar pertanyaan Jeno.

"Baiklah, ayok lakukan itu. Hubungan itu, aku ingin melakukannya."

Perkataan Jeno membuat Karina membulatkan matanya. Pendar binar rak dapat ia sembunyikan dari matanya. Perasaan senang seketika tercetak jelas di wajah Karina, membuat Jeno mengulas senyum tipis saat melihat Karina yang begitu semangat karena mendengar keputusan Jeno.

"Benar, Pak?"

"Ya."

"Bapak tidak akan menarik kembali ucapan Bapak, bukan?"

"Tentu saja, kamu bisa memegang ucapanku."

Karina tentu ingin sekali mewujudkan ucapan Jeno menjadi kenyataan. Ingin sekali membuat hitam di atas putih atas kesepakatan ia dan Jeno malam ini. Membuat Jeno menjadi satu-satunya milik dia dengan hal ini mungkin terdengar sedikit gila, ya?

Terlalu asyik dengan lamunannya, Karina dikejutkan oleh ucapan Jeno selanjutnya.

"Jadi apa yang selanjutnya kita lakukan?"

Pertanyaan Jeno berhasil membuahkan pertanyaan juga dalam kepala Karina. Sejujurnya ini baru kali pertama bagi Karina untuk melakukan hal ini, ia hanya asal mengajukan ide hubungan PWB ini kepada Jeno dan tak menyangka bahwa Jeno akan menerima idenya. Jadi, Karina tidak memiliki rencana lebih jauh.

"Hotel. Bagaiman kalau kita ke hotel?"

Jeno mengangkat sebelah alisnya saat mendengar celetukan Karina, tetapi kemudian ia mengikuti kemauan Karina. "Baiklah, ayok ke hotel."

Setelah membayar makanan mereka malam itu, Jeno membawa Karina ke mobilnya menuju hotel seperti yang Karina inginkan.

Selama perjalanan, Karina tidak dapat menghentikan jantungnya yang berdegup kencang, membayangkan tindakan mereka selanjutnya. Bagaimana ini? Dengan membayangkannya saja membuatku menjadi gila, Karina nyaris tertawa sendiri saat perasaan senang menggelitik rongga dadanya.

Tak sampai tiga puluh menit, Jeno dan Karina sampai di hotel. Jeno memesan kamar di resepsionis. Melihat punggung Jeno yang tegap membuat tubuh Karina menegang, membayangkan rupa tubuh Jeno yang bersembunyi di balik kemeja yang membungkus tubuh Jeno setiap hari.

Sayangnya, lamunan Karina harus terhenti saat Jeno sudah berbalik dari meja resepsionis dan berjalan ke arahnya.

"Ayok," Ajak Jeno.

Karina mengangguk dan mengikuti Karina dari arah belakang. Mereka berjalan menuju ke kamar yang disewa Jeno malam itu.

Setelah sampai di kamar, Karina mengagumi desain interior kamar yang begitu mewah. Tak kaleng-kaleng, Jeno benar-benar menghabiskan uangnya hanya untuk hubungan ini, membuat Karina berdecak kagum karenanya.

Karina tersentak saat mendapati kedua tangan melingkar manis di perutnya. Karina hampir menolehkan kepalanya tapi gerakannya terhenti saat sang pelaku yang mengejutkannya kini menaruh dagu di atas bahunya.

"Jadi, mari lanjutkan pembicaraan yang tadi terhenti."

Karina mengerjap, bibirnya terkunci, tak lagi mengeluarkan kata-kata saat hidungnya mencium aroma yang menguar dari tubuh Jeno. Aroma maskulin yang bercampur dengan aroma manis alkohol yang memabukkan baginya.

"Mari kita lanjutkan hubungan ini dengan dua syarat, Karina. Keamanan, dan seperti katamu tadi, hubungan ini tak boleh terdapat perasaan emosional di dalamnya. Kalau salah satu dari kita melanggarnya, hubungan ini akan berhenti detik itu juga."

***

SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMATWhere stories live. Discover now