2: Gayatri dan keunikannya

331 45 8
                                    

Gedung tinggi pencakar langit, tempat para pengabdi uang bernaung.

Ada mereka yang bekerja demi kelangsungan hidup, ada mereka yang berulah demi kepuasan perut.

Gayatri jelas tau tabiat tikus-tikus sok berdasi seperti itu.

PT. Brajadika langgeng jaya

Nama besar di atas tersemat hampir di segala sektor kehidupan, induk perusahaan yang menaungi banyak sekali anak usaha yang menyebar hampir di seluruh penjuru negeri.

Terdapat lebih dari sepuluh lini usaha yang berada di bawah perusahaan raksasa tersebut, dengan begitu sangat tidak mengherankan bahwa keluarga Brajadika masuk jajaran lima besar sebagai keluarga paling berpengaruh di negeri wakanda ini.

Sayang seribu sayang, pengaruh besar keluarga itu tidak digunakan untuk mengisi perut orang-orang miskin diluar sana. Suaminya, serta keluarganya sibuk mengisi kepuasan bagi kaum perut buncit yang kebanyakan memakan uang haram.

Terlihat jelas sekarang ada lebih dari 150 orang berdemo di depan gedung ini. Mereka tak lebih para karyawan yang di diberhentikan secara sepihak oleh orang-orang tak bertanggung jawab di perusahaan suaminya.

Brajadika memiliki ratusan ribu pegawai di luaran sana, 150 sama sekali tak berarti bagi mereka. Hanya saja serpihan penghasilan harian Brajadika berarti untuk kelangsungan hidup mereka.

Di sini, di lantai tiga puluh lima. Menghadap kearah bawah, tepat ratusan orang itu berdiri ditengah teriknya matahari guna memperjuangkan hak mereka. Perusahaan yang dulu menjadi tempat mereka mengabdi, kini tak ubah bagai pengkhianat bagi mereka.

"Kamu lebih milih mempertahankan sepuluh manajer korup di kantor ini, dibandingkan ratusan pekerja yang loyal kepada mu?" Tanya Gayatri pada laki-laki yang kini sibuk menandatangani lembaran-lembaran di mejanya, seolah tak peduli suara-suara di bawah sana.

Sadewa tidak memperdulikan ucapannya, laki-laki itu bahkan sama sekali tidak menoleh padanya.

"Kamu tidak tau apa-apa." Jawabnya dengan singkat.

Gayatri menghela napas ia harus sedikit menurunkan emosinya "Mereka hanya buruh pabrik yang memperjuangkan hak nya Sadewa. Kenapa sangat sulit bagi kalian memberikan hak mereka, kalian bahkan tidak sedang kesulitan uang." Ujarnya sembari mendudukkan diri pada kursi di hadapan sang suami.

"Aturan negara mempermudah apa yang kalian lakukan, sampai-sampai kalian menjadi penjahat tak berempati." Lanjut Gayatri dengan datar.

Sadewa menghela napas, ia sedang pusing. Istrinya ini hanya menambah beban pikirannya "Saya sudah mencairkan pesangon mereka, satu dua hal internal sedikit menunda proses pencairan. Bulan ini sudah pasti cair, mereka saja yang tak sabar Padahal selama ini gajinya pun besar."

Gayatri mendengar dengan jelas nada jengkel suaminya, ternyata dia salah sangka. Perusahaan bukan tidak peduli pada mantan karyawan, melainkan mereka yang tidak memiliki kesabaran.

"Pasti ada provokator. Gak mungkin, semuanya secara serentak berdemo." Gayatri berkata dengan nada yakin.

Sadewa sedikit tidak suka, saat Gayatri sudah mulai mengurusi perusahaan. Wanita itu sedari dulu selalu dominan, dan terlalu pintar dalam berstrategi.

"Pemberitaan di luar seolah-olah memojokkan pihak kita, anehnya ada beberapa berita yang membandingkan kita dengan perusahaan lain yang jelas tidak ada hubungannya." Jelas Gayatri sembari menimbang banyak hal di kepalanya.

Sadewa sudah tau, dia hanya tak habis pikir istrinya berasumsi sampai sana. "Seharusnya kamu sudah tau akar masalahnya."

Gayatri mengangguk sudah jelas dari mana asal muasal para pedemo di bawah. "Beberapa orang kepercayaan pabrik berkhianat dengan menjadi suruhan pesaing, mereka juga yang mendalangi penolakan relokasi pabrik kepada sebagian buruh. Dengan begitu perusahaan mau tidak mau memberhentikan para buruh, keterlambatan pencairan pesangon dijadikan celah baru bagi mereka menjatuhkan merek kita."

Gayatri GauspuspitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang