15. Panglima Samudra

177 34 2
                                    

Lantas langit kembali mati

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Lantas langit kembali mati. Sinar surya perlahan redup dengan insan renjani yang terpatri. Tanda-tanda kehidupan mencekam di sore hari ini. Vino melihat sekitar, takut ada macan kumbang mendekatinya lagi.

Eron terus berjalan lurus, masih ingat dengan jalan ke rumah itu meski telah tertidur selama ratusan tahun. Cahaya meredup membasuh kisruh. Meski begitu, langkah keduanya tetap tegap dan berharap semua akan rampung.

Beberapa menit berlalu, langkah Eron terhenti membuat Vino menghentikan langkahnya juga. Rumah itu sudah di depan mata. Cerobongnya berasap, tanda ada makhluk bersarang di dalamnya.

 Cerobongnya berasap, tanda ada makhluk bersarang di dalamnya

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

"Pasti ada seseorang di dalam." Vino memberanikan diri untuk melangkah. Dirinya yang sudah berada sejengkal di depan Eron kembali berhenti. "Kak?"

"Maaf, Yang Mulia, ada apa?" tanya Eron.

"Bisakah kau yang masuk ke sana duluan?" pinta Vino sembari menunjuk rumah yang terlihat seperti pondok itu.

JEGRAK!

"Hah! Akhirnya kalian datang juga!" Seorang pemuda yang Vino yakini adalah salah satu dari beberapa panglima negeri menyembul dari balik pintu. Ia pun membungkuk hormat. "Hormat hamba kepada Yang Mulia."

—⚜—

Vino sudah berada di dalam rumah. Ia melirik ke kiri dan kanan. Kadang menengadah. Tengah duduk di lantai meski kedua panglimanya sudah menyuruh Vino untuk duduk di sofa. Ia kekeh tak mau. Katanya duduk di lantai dingin, membuat segar.

"Yang Mulia, hamba izin bertanya, apakah Yang Mulia ingin membasuh diri. Kebetulan air dari sungai tengah mengucur deras." Panglima itu berkata.

"Mandi di sungai?" tanya Vino yang sedari tadi masih duduk di lantai menyilakan kaki dengan tangan yang memegang jari-jemari kakinya.

"Iya, Yang Mulia." Panglima itu menahan pintu belakang rumah yang terhubung langsung dengan aliran sungai besar berjarak beberapa meter ke depan. "Bagaimana? Hamba dan Panglima Eron akan antarkan jika Yang Mulia berkenan."

Vino memeriksa badannya. Membaui. Ah, Vino rasa dia memang harus mandi. Bau badannya sudah tak karuan, bahkan wajahnya sudah tak segar. Agak gatal juga di beberapa bagian tubuh. Kuman pasti sudah bersarang.

Panglima Raja KelanaOnde histórias criam vida. Descubra agora