"Baik anak-anak mari kita mulai pembelajaran dengan doa menurut kepercayaan kita masing-masing, ketua kelas pimpin doanya."

"Mari kita membaca doa menurut kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai."

Seluruh siswa dan siswi mulai tertunduk dan melafalkan doa kepada pencipta yang mereka percaya.

"Berdoa selesai."

"Baik anak-anak mari buka halaman 125 materi yang kemarin ibu jelaskan."

"Eh Ra bukannya ada PR ya minggu lalu?"

"Lah iya Fa, apa gue ingatin ibu Mita aja?"

"Anjir jangan dong gue belum beres nih."

"Naura, Shifa apa yang kalian bicarakan?"

Seketika seluruh siswa dan siswi yang ada diruang itu terahlihkan kepada dia manusia itu.

Ibu Mita segera mendatangi bangku mereka dengan membawa rotan panjang berwana orange itu. Rotan legend yang sudah memakan banyak korban.

"Anu bu soal PR minggu lalu."

Shifa melotot kepada sahabatnya Naura. Ingin sekali rasanya Shifa menarik manusia yang ntahlah dia polos atau bego.

"Astaga bagus Naura, kamu sudah mengingatkan Ibu. Hampir saja Ibu lupa."

Satu kelas menatap Naura tidak percaya. Mereka memang murid yang berprestasi tapi ini adalah masalah catatan 10 lembar. Mereka malas mengerjakan jika membahas catatan. Pasalnya jika sudah diperiksa hanya paraf saja yang mereka dapatkan.

'Naura gue tau lo polos tapi kenapa lo tega nyakitin kita dengan kepolosan lo'

'Si tai'

'Gue kira hubungan kita spesial Ra.'

"Ra lo kok ngomong sama Ibu Mita sih."

"Maafin Aku Fa nggk sengaja."

Shifa tidak habis fikir lagi sama sahabatnya ini. Ingin rasanya Shifa jambak tapi kasian.

"Baik anak-anak kumpulkan catatan yang sudah Ibu berikan. Jika tidak ada silahkan keluar dan beri hormat ke bendera sampai mata pelajaran saya selesai."

Alhasil hanya 10 dari 36 siswa yang mengumpulkan catatan itu.

Naura menatap teman-temannya dengan perasaan yang bersalah.

"Gue ikut kamu aja deh Shifa."

"Ehh nggk lo disini aja."

Tanpa meminta persetujuan dari Shifa, Naura berjalan keluar dari kelas. Dia merasa tidak enak kepada semua teman-temannya yang dihukum karenanya.

"Maafin gue ya guys."

'Aellah salah kita kok nggk kerja.'

'Santai Ra ini emang udah kita prediksi.'

'Iya Ra lo nggk usah merasa bersalah gitu.'

Ya tetap saja Naura sangat merasa bersalah ke teman-temannya.

---
"Lo kenapa sama Ervan, San?"

"Iya tuh nggk biasanya calon pak ketu sama calon wakil pak ketu diam-diaman"

"Gue lagi ada masalah sama Ervan."

"Masalah apaan bos?"

Sandy tidak berniat ingin menjawab pertanyaan itu. Yang pasti dia yang salah disini dan dia sadar akan hal itu.

"Cih ketua lo semua pengecut."

Ervan menatap Sandy remeh dan memalingkan wajahnya. Sandy tidak marah dengan apa yang diucapkan lelaki itu.

Melihat respon keduanya pun seluruh teman-teman Sandy dan Ervan pun hanya terdiam. Mereka sadar ada perang dingin diantara keduanya.

"San gue denger-denger lo putus sama Naura?"

"Iya San anak-anak cewe heboh bener kemarin digrup angkatan."

Sandy hanya menghela napas dan berniat beranjak dari tempatnya.

"Mau kemana kamu?"

Baru saja ingin melangkah keluar, pak trisno yang terkenal killer sudah masuk keruangan. Sandy yang melihat itu hanya mengabaikan perkataan guru itu dan segera pergi dari kelasnya.

"Dasar anak kurang ajar."

Tentu saja sudah dia pastikan Sandy mendapat cap bolos diabsen guru itu.

"Lo sih pake nanya itu segala."

"Ya mana gue tau njir respon dia bakalan kek gitu."

---

Seperti biasa Sandy berjalan menuju rooftop yang ada disekolahnya. Itu adalah satu-satunya tempat yang membuat dirinya tenang.

Sandy menatap langit biru cerah dan menghela napas berat.

'Sampai kapan gue harus nutupin ini semua dari lo Ra?'

Sandy memejamkan mata dan menikmati setiap hembusan angin yang menerpa wajah tampannya. Begitu frustasi pikirannya saat ini.

Ia melirik kearah lapangan dan tanpa sengaja ia melihat gadis yang sangat ia cintai berdiri di tengah-tengah kerumunan manusia disana.

'Dia pasti kepanasan.'

Sandy memerhatikan setiap gerak-gerik gadis itu. Lagi-lagi tanpa sadar senyum diwajahnya terukir kembali.

Sandy bergegas menuruni anak tangga satu per satu. Entahlah respon yang sangat spontan yang memang dari dulu sudah menjadi kebiasaannya saat melihat Naura.

Sandy berjalan perlahan dan mendekati gadis yang belum menyadari kehadirannya.

Sandy meletakkan kedua telapak tangannya tepat diatas wajah Naura. Naura sontak kaget dengan perlakuan tiba-tiba itu.

"Loh kamu ngapain disini?"

Sandy tidak menjawab pertanyaan gadis itu dan tetap menatap wajah gadis dihadapannya.

"Woi lo nggk usah caper deh sama besti gue."

Shifa menyadari kehadiran sosok Sandy ini. Dia menatap Sandy tidak suka karena perihal kemarin.

Walaupun Shifa tidak tahu masalah sebetulnya yang membuat Naura harus mengunci diri dikamar mandi yang jelas ini pasti karena ulah pria dihadapannya ini.

"Lo nggk ada urusannya sama gue."

Dengan entengnya sandy mengeluarkan kata itu dari mulutnya.

"Cih kemarin lo udah nyakitin sahabat gue! Dan sekarang lo datang tanpa dosa kek gitu?! Banjingan lo!"

Mendengar hal itu Sandy menatap Naura dengan perasaan bersalah. Dan Naura juga hanya menatapnya dengan tatapan kosong.

'Pasti karena alasan konyol gue putusin lo Uya.'

'Lo jahat San.'

****Hai ngab jangan lupa untuk follow akun author untuk mendapatkan notifikasi kelanjutan cerita ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****
Hai ngab jangan lupa untuk follow akun author untuk mendapatkan notifikasi kelanjutan cerita ya..

See you ngab...

Semua Tentang KitaWhere stories live. Discover now