20. Rafferty

2.5K 257 16
                                    

•••

"Mama kenapa, Ma?" Sia tergesa-gesa menghampiri sang ibu yang tampak gelisah. "Mama pusing?"

Lily menggeleng. "Papa kamu mana?" Dia tetap mencari Gara. Ini benar-benar sesuatu yang penting.

"Papa di—"

"Kenapa, sih?" Gara berjalan lebar menghampiri Lily dan putri mereka. "Mama kamu kenapa, Sia?" tanya pria itu pada anak manisnya.

"Nggak tau, Pa."

Tangan Lily mencoba menggapai tubuh Gara. Mulutnya terbata-bata hendak bicara. "Gara... aku..."

"Tenang dulu, Ly." Gara meraih tubuh istrinya itu. "Kenapa? Ada masalah?"

Sebenarnya, bisa saja Lily mengutarakan pikirannya di sini. Namun, melihat Sia yang juga bersamanya, membuat Lily berpikir ulang. Jika saja dia salah paham, Sia pasti marah padanya karena menuduh sang sahabat.

"Ayo ke kamar aja," pintanya. Lily rasa lebih baik Sia tak mendengar pembicaraan ini.

"Kenapa sih, Ma?" Sia masih saja penasaran pada perilaku aneh ibunya.

Lily menggeleng. "Ini cuma masalah kecil kok, Sayang. Kamu nggak perlu khawatir, ya." Wanita itu memaksakan senyum sebelum menarik Gara ikut bersamanya.

"Ly, pelan-pelan." Gara berdecak saat Lily menarik tangannya kuat-kuat.

Sesampainya Lily di kamar, wanita itu tanpa basa basi mengatakan, "Vero pelakunya!"

"What?!"

Lily menipiskan bibir. "Memang dia pelakunya, Gara. Bukan Rafael."

Kening Gara berkerut ragu. Padahal dirinya sudah yakin bahwa Rafael lah dalang dibalik semua ini. "Kenapa kamu mikir gitu?"

"Ya, soalnya tadi aku bicara sama Rafael. Dan dia bilang sendiri kalau bukan dia pelakunya." Lily memegang pundak Gara, mencoba membuatnya mengerti. "Dan, Vero. Dia nggak sengaja bilang sama aku tadi tentang mobil merah punya pelaku pelecehan Sia. Nggak ada yang tau warna mobil itu kecuali aku sama Sia, Gara. Itu artinya he is the person we are looking for."

Rasa heran Gara bertambah mendengar penjelasan istrinya. "Tunggu... jadi kamu udah tahu warna mobil dari pelaku itu?"

Lily mengangguk yakin. "Iya, Sia cerita sama aku kalau dia liat mobil—"

"Kok kamu nggak ngomong sama aku, sih?" potong Gara.

Lily meneguk ludahnya. Dia sampai lupa akan hal itu. "Aku... waktu itu aku mau cerita sama kamu. Tapi..."

"Tapi apa?" Pandangan Gara begitu tajam pada Lily.

"Aku lupa," cicit Lily. Tapi dia segera membela diri dengan mengatakan, "Waktu itu Mama Helena sakit perut, aku jadi lupa ngomong sama kamu. Ditambah lagi, Brian mulai curiga sama Rafael. Makanya—"

"Ck, ya harusnya kamu inget dong, Ly."

Tampaknya sekarang Lily harus minta maaf. Gara jadi memandangnya tak bersahabat karena ini. "I'm sorry, okay?"

Gara berdecak sebal. Sepertinya Lily tak akan semudah itu dapat membujuknya. Jika marah padanya, Gara jadi bertingkah seperti anak kecil.

"Jangan marah, aku nggak berniat buat nyembunyiin ini." Lily meraih tangan Gara. Namun, Gara masih saja tak mau memandangnya lembut.

Pembicaraan mereka berhenti saat mendengar suara Sia yang juga mengetuk pintu kamar meminta Lily keluar menemuinya. Gara dan Lily sempat mengernyit bingung sebelum akhirnya mereka memutuskan keluar.

A Time For JoyWhere stories live. Discover now