12. Hold Forth

2.1K 237 4
                                    

•••

Lily masih menanti penjelasan kedatangan Vero dari mulut suaminya. Seluruh keluarga terkecuali Sia sudah berkumpul karena Gara ingin membicarakan sesuatu yang penting. Mereka duduk bersama dalam sebuah ruangan privat yang terdapat dalam rumah mewah Gara dan Lily.

"Jadi ada apa, Gara?" Karen membuka suara. Dia beserta suaminya cukup terkejut ketika Gara memintanya ke rumah sang putri malam-malam begini.

Gara mendongak menatap seluruh keluarga sebelum akhirnya menghela napas. "Ma, tadi Vero ngomong sesuatu sama aku. Ini soal Sia."

"Vero ngomong apa? Dia tau sesuatu soal pelaku itu?" tanya Lily tak sabaran.

Gara bingung harus memulai dari mana. Dia tahu niat Vero itu baik. Akan tetapi, Gara tidak tahu bagaimana pendapat keluarganya mengenai lamaran Vero. Semoga saja tidak bertentangan dengan keputusan yang tadi diambilnya.

"Dia... mau ngelamar Sia," tutur Gara pada akhirnya.

Sontak saja seluruh anggota keluarga terkejut. Mereka tidak menyangka Vero yang notabene masih pelajar itu, akan mengajukan hal sebesar ini.

"Ngelamar gimana? Mereka masih kecil, lulus juga belum." Suara Lily terdengar keras. "Gimana bisa dia punya ide kayak gitu?"

Melihat putrinya mulai marah, Karen berinisiatif untuk mengelus pundak putrinya. "Tenang dulu, Ly. Kita denger dulu penjelasan Gara."

"Atas alasan apa dia mau ngelamar Sia, Gara? Mama yakin dia pasti punya reason." Helena ikut berbicara.

"Vero bilang dia sayang sama Sia. Katanya buat masa depan Sia, dia mau bertanggungjawab. Keputusan dia juga udah bulat semenjak liat Sia coba—" Gara tidak melanjutkan kalimatnya.

"Tapi tetep aja. Dia nggak bisa segampang itu buat nikahin Sia." Lily berdecak jengkel. "Kamu jawab apa ke Vero?"

Gara diam sebentar. Dia masih menatap wajah jengkel Lily yang memerah. "Aku tolak. Biar gimanapun menikah bukan solusi buat Sia. Vero juga masih labil, nggak mikirin masa depan dia sendiri. Aku juga lega kalian nggak setuju sama lamaran Vero."

"Syukur, kalo gitu. Sia masih kecil buat nikah. Apalagi situasinya lagi kacau."

Lily tidak bisa membayangkan putri satu-satunya itu harus menikah muda. Meskipun dulu dia juga menikah diusia muda, keadaannya berbeda saat itu. Lily didesak menikah karena ayah mertuanya sudah sakit-sakitan.

"Vero itu anaknya Affan, kan?" Helena bertanya.

"Iya, Ma."

"Bagus kamu tolak, Mama yakin dia pasti nggak ngobrolin hal ini sama orang tuanya dulu. He's too rash."

Karen ikut mengangguk. "Kalaupun Sia mau nikah, ya itu keputusan dia sendiri. Pilihan dia sendiri juga. Kita nggak berhak mutusin."

"Iya, Ma. Aku juga nggak mau dia tambah depresi kalau salah langkah," gumam Gara rendah yang terdengar oleh ayah mertuanya.

"Setiap orang tua pasti khawatir, Gar. Papa ngerti perasaan kamu. Sekarang lebih baik kamu fokus sama kesembuhan Sia dulu. Jangan pikirin yang lain." Jonathan memberi wejangannya.

Gara mengangguk. Ucapan sang ayah mertua ada benarnya. Fokus utamanya kini adalah mengembalikan senyum cantik putrinya seperti dulu. Untuk menikah, Sia hanya akan menikahi pria pilihannya sendiri. Yang mau menerima putri Gara itu apa adanya.

•••

Esok hari, Gara hendak memasuki kamarnya dengan sang istri. Selepas bangun tidur, dirinya bergegas keluar rumah untuk melatih otot-otot kakinya yang kaku. Berlari lima putaran sudah cukup bagi lelaki itu. Usianya juga memengaruhi kondisi tubuhnya yang tidak sebugar dulu.

A Time For JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang