18. Freakish

2.4K 234 6
                                    

•••

"Welcome home, Sia!"

Karen berseru, wanita yang kini tak muda lagi itu memeluk Sia sembari memejamkan matanya. Bahagia Karen rasakan sebab bisa melihat cucu satu-satunya kembali dalam keadaan yang lebih baik.

Sia sudah mau tersenyum, kantong matanya hilang, serta binar kesedihan yang sebelumnya Karen lihat, kini telah sirna. Betapa hebatnya efek liburan itu.

"Aku kangen Oma." Sia membalas.

"Oma juga. Gimana liburan kalian? Seru? Asyik?"

Jonathan menggelengkan kepalanya karena pertanyaan sang istri. "Biarin Sia istirahat dulu, Ma. Dia pasti capek."

"Iya, Ma. Papa bener," sela Gara. "Nanti kita ngobrol di rumah aja."

Mau tak mau Karen menurut pada anak dan suaminya, seraya cemberut dia merangkul bahu Sia sambil berjalan menuju mobil mereka.

"Gimana Swiss?" tanya Helena pada Lily yang berjalan di belakang.

"Seperti biasa, Switzerland looks pretty amazing, Ma." Lily tersenyum canggung. Pikirannya masih tertuju pada pertengkarannya dengan Sia di Swiss.

"What's wrong? Kamu kayak lagi mikirin sesuatu. Did something happen over there?" Helena agaknya dapat membaca dengan mudah raut menantunya.

Reflek Lily menggeleng. "Nggak, Ma. Semua baik-baik aja, kok." Tidak mungkin Lily mengatakan kalau saat ini dia sedang bersitegang dengan Sia.

Meskipun tahu Lily tengah menyembunyikan sesuatu, Helena tetap tersenyum karena paham bahwa itu bukan ranahnya. "Okay kalau kamu bilang gitu. Ayo pulang, Ly."

Pada akhirnya mereka pun pulang ke rumah Gara bersama-sama. Sia tidak bicara banyak karena gadis itu tertidur selama perjalanan. Begitu sampai rumah, Gara menyuruhnya untuk lekas ke kamar agar bisa lanjut istirahat.

Malam harinya, Gara mengundang seluruh keluarga dekatnya ke ruang tamu untuk membagikan oleh-oleh.

"Ini buat Papa." Gara dengan sopan memberikan jam yang sudah dipersiapkannya.

"Wah, thanks, Gara." Jonathan tersenyum senang. Menantunya tahu saja kalau dia gemar mengoleksi jam tangan.

Lily tak mau ketinggalan memberikan ibu mertuanya tas bermerek. "Ini buat Mama Helena. Semoga suka, Ma."

"It's great. Thank you, Ly." Helena meraba-raba sebentar tas pemberian Lily sebelum akhirnya meletakkannya di meja. "Omong-omong, gimana perkembangan kesehatan Sia? Mama perhatikan Sia jadi much better."

Lily tersenyum kecil. "Aku juga mikir gitu, Ma. Aku harap dia nggak balik lagi kayak sebelum liburan."

Harusnya memang begitu. Tapi siapa tahu Sia akan jadi trauma jika berada di rumah ini lagi. Lily takut memori kelam yang dulu akan muncul kembali dibenak Sia.

"Everything will be okay. Don't worry too much, Ly," ucap Helena.

"Terus gimana sama perkembangan kasus ini, Ma? Apa Brian nemu titik terang?"

Helena menghela napas, berat rasanya memberi tahu kalau belum ada perkembangan besar pada kasus ini. "Sampai sekarang Brian cuma bilang kalau dia lagi fokus sama sesuatu. Nanti kalau ada hal ganjil dia pasti akan bilang, kok."

Lily mengangguk lesu. Harapan akan terungkapnya kasus ini dalam waktu dekat, hampir saja pupus. Kalau begini terus, pelaku itu akan semakin sulit ditangkap.

"It's okay," bisik Gara. Pria 38 tahun itu mengusap-usap punggung Lily penuh kelembutan.

Setelah membagikan oleh-oleh, Gara menyuruh Lily untuk pergi ke kamar Sia. Dia ingin istri dan anaknya itu kembali akur lagi. Sudah cukup keadaan canggung yang ada antara Lily dan Sia saat di pesawat. Gara sudah tak tahan lagi.

A Time For JoyWhere stories live. Discover now