Bagian XV

106 20 0
                                    

Semua terjadi begitu cepat, bahkan Chandra masih tidak menyangka jika hal ini terjadi. Saat ini dia sedang duduk dengan sebuah selang darah yang ada dilengannya. Darahnya benar-benar diambil untuk Alaya. Chandra tak bisa berpikir jernih tentang hal itu.

Bagaimana bisa?

Hanya pertanyaan itu yang sejak tadi terputar dalam kepalanya. Sungguh, ini bukan tentang darahnya yang diambil darinya. Jika memang ada orang yang sedang membutuhkan darahnya, dia akan dengan senang hati mendonorkannya. Tapi ini tentang bagaimana bisa darahnya yang cukup langka cocok dengan darah Alaya?

Ditambah lagi dengan pernyataan Jenara tentang Alaya yang merupakan puteri kandungnya. Jenara tidak bercanda dengan hal itu. Tapi bagaimana bisa?

"Baik, Pak, sudah selesai. Bapak bisa istirahat sebentar agar tidak pusing." Tapi bukan Chandra namanya jika dirinya menuruti apa perkataan suster.

Setelah selang di lengannya di cabut, Chandra segera bangkit, lalu keluar dari ruangan tersebut. Di ruang tunggu, tampak Jenara sedang menunggunya dengan ekspresi kalut, sembari membawa jaketnya. Chandra menghampiri Jenara, Jenara berdiri seketika dan perempuan itu segera bertanya padanya "Kamu sudah mendonorkan darahmu untuk Alaya, kan? Semua berjalan lancar, kan?" tanyanya menunggu kepastian.

Chandra hanya mengangguk. Dia meraih jaketnya kemudian memakaikannya pada tubuh Jenara. Jenara sempat terkejut karena perhatian yang diberikan Chandra padanya.

"Istirahatlah, aku yang akan menunggu Alaya."

Tangis Jenara kembali tumpah, dia menggelengkan kepalanya lalu terisak. Chandra segera meraih tubuh Jenara dan memeluknya. Keduanya tampak hancur karena menunggu kepastian tentang hidup dan mati seorang yang begitu mereka sayangi.

***

Jam 2 dini hari, Dokter keluar dari ruang operasi. Jenara segera menghampiri, begitupun dengan Chandra.

"Operasi berjalan lancar, puteri Ibu dan Bapak sudah berhasil melewatin masa kritisnya."

Jenara mendengar menghela napas lega  saat  kabar itu begitupun dengan Chandra.

"Saat ini, pasien sedang ada di ruang pemulihan. Nanti akan segera dipindah ke ruang perawatan. Saya permisi dulu."

Dokter akhirnya pergi, Jenara segera memeluk Chandra, seakan menguatkan dirinya di tubuh suaminya. Chandra sendiri membalas pelukan Jenara. Mereka belum banyak bicara, Chandra tahu bahwa dia menuntut suatu penjelasan pada Jenara, tapi dia tidak akan melakukannya sekarang. Saat ini, Jenara sedang membutuhkan dirinya untuk tetap kuat, dan Chandra tak akan menjadi seorang berengsek yang akan menghancurkan semuanya.

***

"Tidurlah." Entah, berapa kali sudah Chandra memerintahkan hal itu pada Jenara. Tapi Jenara seakan tak mendengarkan perintah suaminya tersebut.

Saat ini, Jenara masih setia menunggu Alaya. Puterinya itu beum juga sadar, padahal pagi sudah menjelang. Jenara setia duduk di sebelah ranjang Alaya, sedangkan Chandra sejak tadi hanya berdiri di belakangnya.

"Tidurlah." Lagi, Chandra  memerintahkan hal itu.

"Enggak. Aku belum tenang sebelum dia membuka mata."

Chandra memberdirikan Jenara dengan paksa. "Dengar, kamu jangan egois. Kamu membawa dua bayi di dalam perutmu, dan mereka butuh agar ibunya istirahat."

"Tapi bagaimana kalau Alaya bangun dan mencariku?"

"Ada aku! aku Daddynya, dia akan baik-baik saja karena aku akan menjaganya. Oke?"

Meski ragu, tapi Chandra benar, dia memang harus istirahat, demi si kembar, Alaya akan baik-baik saja dengan Chandra. Ya, karena Chandra ayahnya ...

The Guardian Devil (Chanjoy Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang