Dua Puluh Dua : Rival

69 24 1
                                    

Menjadi ketua OSIS, membuat Gio memiliki hak untuk mengakses beberapa data-data lama milik sekolah. Salah satunya akses peta Jayatri tiap tahunnya. Tepat ketika pemberitahuan mengenai penilaian tiba, ia sudah tau akan menjawab teka-teki apa. Kala seluruh pengurus inti OSIS Jayatri lari tunggang langgang meninggalkan ruang sekretariat, Gio tidak. Pemuda yang sedaritadi duduk di sudut ruangan memeriksa segala proposal mengenai festival Jayatri, hanya menatap keriuhan itu dalam diam.

Suasana sekretariat yang semula ramai oleh perdebatan akan persiapan festival, kini hening hanya menyisakan berbagai lembar kertas berserakan di meja panjang tengah ruangan. Gio serta merta bangkit dari bean bag lantas menghampiri lokernya di sisi lain ruangan. Menarik sebuah gulungan kertas yang sedikit menguning, bertepatan dengan seseorang memasuki ruang sekretariat. Membawa segulung kertas pula.

"Seharusnya gue sudah menduga, lo yang akan menjawab pertanyaan satu itu." Irgi berdecak, raut wajahnya yang tenang perlahan berubah menjadi penuh kebencian. Pemuda itu mendudukkan diri di kursi terujung meja panjang. Kalau bukan karena penilaian yang sedang berlangsung, ia jelas enggan berada di satu ruangan yang sama dengan Gio.

"Bukankah kita sekarang impas?" Gio mendudukkan diri di ujung lain meja, memberi pandangan dingin yang jarang sekali ditampakkannya. "Gue menyingkirkan Nana, dan lo menyingkirkan Ratna.

Jawaban Gio itu serta merta membuat Irgi menoleh. "Jadi akhirnya lo mengakui kalau lo yang menyingkirkan Nana?" Dahinya mengernyit sebelum tersenyum lebar.

Dari tempatnya Gio tak bereaksi apa-apa, memilih memandang lurus ke depan tak ingin terpancing oleh Irgi yang amarahnya sedang meluap-luap. Percuma saja berbicara dengan seseorang yang sudah terlanjur sakit hati. Mau berkali-kalipun Gio katakan bukan dialah yang menyebabkan Nana terdepak dari Jayatri, Irgi hanya akan mempercayai keyakinannya sendiri. Siapa sangka segala asumsi itu akan membawa Irgi melakukan hal nekat seperti mengajukan diri menjadi 'algojo' seorang Ratna Sinta.

"Ah kalau tau lo akan mengakui ini setelah meniadakan Ratna. Seharusnya gue lakukan yang lebih kejam dari mendorongnya jatuh dari gedung perpustakaan, bukan begitu?" Irgi mengetuk meja dengan jemarinya, ekspresinya mendadak berubah kala mengingat sesuatu. "Lo nggak ada di Jayatri ketika itu terjadi kan? Gue ada fotonya, lo mau liat? Foto terakhir seorang Ratna Sinta sedang sekarat menghadapi ajal."

"Kamu bangga bisa menghabisi nyawa rivalmu sendiri?"

Perhatian keduanya teralih ke ambang pintu, mendapati sosok pria tinggi dengan kemeja hitam menatap mereka berdua dengan dingin. Lebih tepatnya, memberikan tatapan itu kepada Irgi yang langsung melengos kala sang pria akhirnya memasuki ruangan dan menutup pintu. Keduanya tau betul siapa pemuda itu. Tak seperti anggota Golden Jayatri lain, yang jarang sekali terendus media mengenai kabar mereka. Pria ini berbeda. Sebab dialah Gabriel Tanuwirya. Salah satu artis skala global yang dimiliki negeri ini.

"Aku bertanya padamu, kamu bangga bisa menghabisi nyawa seseorang?" Gabriel kini berucap dengan nada lebih berat, menuntut penjelasan. Namun, Irgi memilih bungkam. "Separah itukah Jayatri saat ini? Membuat peringkat menjadi segala-galanya di atas rasa kemanusiaan."

"Kakak tak seharusnya berkata seperti itu." Akhirnya Irgi membuka suara, balas menatap Gabriel dengan pandangan sama dinginnya. "Neraka yang kami jalani disini, semua dimulai oleh kalian."

"Setidaknya di angkatan saya, seseorang yang menjadi 'algojo' tersebut terus dihantui oleh rasa bersalah tidak seperti kamu."

"Maaf menyela, tapi saya rasa ini bukan saat yang tepat untuk berdebat." Gio bergegas menyela sebelum Irgi kembali berdebat dengan salah satu anggota Golden Jayatri tersebut. "Ada penilaian yang harus kami selesaikan. Dan harus kakak dengar sebagai penilai."

Hukuman Murid Ke 38Where stories live. Discover now