Lima Belas: Untuk Percaya

133 44 5
                                    

"Jadi kenapa lo nggak masuk lagi?"

Tepat di depan gerbang Davin menghadang Mika yang baru turun dari mobilnya. Gadis itu melirik sekilas sebelum melewati Davin begitu saja. Berjalan masuk ke kawasan Jayatri yang masih sepi. Ada beberapa yang melirik mereka sambil lalu, beranggapan bahwa keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang bertekar. "Kok lo diemin gue sih? Mika! Gue nanya loh."

Sebelum memasuki gedung kelas 11, Mika berbalik kini menatap Davin sinis. "Lo diem. Gue nggak mau lagi jadi bagian dari pemberontakkan yang lo sebut-sebut itu!" Mika menatap Davin penuh amarah. "Lo mau tau kenapa kemarin gue nggak masuk? GUE NANGKEP TIKUS!"

"Maksudnya apa, gue nggak ngerti?"

"Seharusnya sebentar lagi, lo akan dapat kabar sih." Mika menghela napas mencoba mengatur emosinya kembali. "Tikus-tikus yang lo kirimkan ke rumah gue udah gue pulangin semua. Termasuk dari Kak Gio dan Kak Nitha."

Ucapan itu membuat ekspresi Davin berubah, sadar akan maksud ucapan perempuan di depannya. Memang ia dan teman-temannya mengirim beberapa orang ke rumah Mika untuk mengawasi gadis itu. Bagaimanapun mempercayai Mika begitu saja penuh banyak resiko, mereka perlu kepastian bahwa gadis itu tidak akan berbalik menyerang mereka dan bersekutu. Siapa sangka bahwa mereka akan ketahuan secepat ini. Fakta bahwa kakaknya adalah alumni Jayatri pasti begitu mengejutkan Mika hingga ia menyeleksi orang-orang di dekatnya akan siapa yang bisa ia percaya.

"Gue bisa jelasin. Kita nggak tau lo bisa dipercaya atau nggak, lo terlalu abu-abu. Wajar dong kalau-"

"Lo tau Dav?" gumam Mika pelan kini menatap Davin dalam. "Ada banyak hal yang kakak gue ceritakan. Tentang sekolah ini, alasan gue disini, dan banyak hal yang membuat gue menyadari tidak ada baik dan jahat di sini. Semuanya abu-abu."

"Sekarang gue punya tujuan sendiri. Bukan nggak mungkin kalau gue merasa sisi Farhan lebih bisa dipercaya dan membawa gue ke tujuan. Gue nggak akan ragu untuk berada di pihak mereka."

Mika berbalik, memasuki kelas begitu saja. Meninggalkan Davin yang membeku di tempat. Ketika melawan musuh kuat, bukan kekuatan yang perlu dikhawatirkan. Namun, seberapa percaya mereka satu sama lain untuk menganggap musuh itu sebagai musuh bersama.

***

"Gue nggak tau apa yang Mika dengar dari kakaknya. Namun, yang pasti itu membuat kepercayaan dia dengan yang lain terpecah."

Arga berucap semangat, tak sengaja mencuri dengar pembicaraan antara Mika dan Davin tadi pagi. Ia yang tadinya mengeluh habis-habisan oleh latihan pagi dari tim voli, langsung merasa semangat ketika mengetahui kelompok lawan mulai terpecah belah. Berbeda dengan dirinya yang antusias, Farhan tak menanggapi kabar itu penuh keriangan. Menatap kosong papan tulis di depannya yang terisi berbagai selebaran lomba atau festival dari sekolah lain. Belakangan ini, pemuda itu memang lebih terlihat serius dari biasanya. Wajah penuh kepalsuannya perlahan memudar seolah memberi tanda bahwa permainan mereka menjadi lebih serius semenjak Mika menunjukkan bahwa ia pemain kompeten dalam permainan ini.

"Sebenarnya, ada beberapa hal yang membuatku tidak bisa lagi mempercayai kalian." Tatapan Farhan langsung teralih kepada Aya yang duduk di bean bag. Sadar akan arah tatapan Farhan, satu-satunya puan di dalam ruangan itu membuka mata. Balas menatap Farhan dengan sama tenangnya.

"Kalau ini soal gue yang memberikan dirinya minyak kayu putih tempo hari, harus berapa kali kubilang jika aku hanya kasihan padanya." Aya menjawab lebih dulu sebelum tuduhan yang dilontarkan kepadanya sejak kejadian di lapangan tempo hari terus dijadikan permasalahan oleh anggota School Trust yang lain.

Farhan mengubah posisinya menjadi bersandar kepada kursi, perlahan sudut bibirnya terangkat naik. "Sebenarnya gue bukan mempersalahkan rasa empati lo saat itu," ucapnya kini memutar kursi yang ia dudukki menghadap pria yang daritadi bungkam di kursi kebesarannya. Mengabaikan obrolan school trust yang menjadikan kantor kesiswaan sebagai tempat mereka berkumpul. "Sepertinya Aya dan Pak Danu mengetahui alasan kenapa Mika sesak napas setelah melihat wajah kepala sekolah?"

Pak Danu, guru kesiswaan yang sedaritadi hanya fokus pada laptopnya mengalihkan pandang. Menatap tatapan penuh selidik Farhan dengan tatapan tak terbaca, sebelum menghela napas. "Memang saya tidak bisa menyembunyikan apapun dari kamu ya Farhan," gumamnya sembari tertawa kecil. "Caramu mengobservasi perilaku hingga lingkungan, selalu mengingatkan saya akan kakakmu."

Siapapun tau, mengungkit sosok kakak dari Farhan adalah hal terlarang. Tak ada seorangpun yang diperbolehkan mengingatkannya akan sosok perempuan yang tewas dengan cara konyol yaitu menenggak racun di atap gedung kelas 11 bertahun-tahun lalu. Memang tatapan Farhan tak menajam, namun siapapun bisa melihat bagaimana kedua tangan Farhan sudah terkepal erat. Menahan diri untuk tidak memberi bogem mentah kepada guru kesiswaan di depannya ini.

"Singkatnya, saya hanya bisa mengatakan kepala sekolahlah dalang dari kematian ayah Mika bertahun-tahun lalu. Kebenaran apakah benar dia pelakunya tidak ada yang tau, namun semua bukti yang disembunyikan penyidik jelas tertuju kepada dia."

"Jadi maksud bapak, kepala sekolahlah yang membunuh ayah Mika?" Arga bereaksi lebih dulu, kini mulai tersenyum kecil sebelum senyumnya berubah menjadi tawa kencang. Kalau bukan karena ruang kesiswaan kedap suara, mungkin suara tawanya sudah menggema ke sepanjang koridor.

"HEBAT! BAGAIMANA REAKSI MIKA JIKA TAU YANG MEMBUNUH AYAHNYA ADALAH AYAH TEMANNYA SENDIRI?!!"

***

"Gue kira lo berjam-jam di perpus buat belajar. Ternyata buat tidur."

Sindiran itu, membuat Irgi yang sedang merebahkan badannya di lantai dengan sebuah buku menutup wajah buru-buru bangkit. Mendapati sosok Mika yang pura-pura menyusuri deretan buku berisi dongeng dan hikayat lama, dengan bahasa sastra yang umumnya susah dipahami oleh orang awam. Alasan mengapa rak terpojok ini sangat sepi, sehingga cocok dijadikan tempat beristirahat bagi Irgi. Dirinya yang notabene tercatat sebagai murid perwakilan tetap lomba akademik di bidang Matematika, membuatnya mendapat kebebasan untuk berlama-lama di perpustakaan dan melewatkan jam pelajaran. Asal ia mengerjakan semua tugas yang diberi hati itu.

"Kalau lo merasa, gue adalah orang yang mudah untuk membocorkan informasi. Tolong menjauh," gumam Irgi tenang. Bagaimanapun sangat aneh jika Mika yang jelas-jelas sudah tau bahwa mereka di pihak berseberangan kini menemuinya, pasti ada hal aneh yang ia rencanakan. "Kalau lo berpikir ingin pindah haluan dalam permainan ini, tolong bilang ke Farhan jangan melalui gue."

"Hah? Gue cuman mau melarikan diri. Lebih tepatnya gue menghindar dari yang lain." Mika menarik satu buah buku dari rak. Kemudian duduk beberapa meter menjauh namun di hadapan Irgi. "Kalau lo merasa nggak nyaman sama kehadiran gue, silahkan abaikan gue."

Didorong oleh rasa kantuk yang teramat besar, Irgi memilih untuk menurut. Menghela napas sesaat sebelum kembali merebahkan badan membelakangi Mika. Ia tak merasa perlu memberi tau school trust yang lain akan fakta bahwa Mika kini menjauhi teman-temannya. Cepat atau lambat, pasti akan ada yang melaporkan sendiri hal ini ke Farhan.Sekarang, ia hanya perlu melanjutkan tidur yang tadi terinterupsi.

"Ada mantan anak Jayatri di sekolah lama gue. Namanya Nana Maharani."

Ucapan Mika sukses membuat kantuk Irgi lenyap sudah. Matanya terbuka lebar, menatap datar deretan buku tanpa bergerak sedikitpun. Berusaha terlihat bahwa ia tak terpengaruh oleh apapun yang akan dikatakan Mika selanjutnya. "Gue udah membuang semua tikus disekitarnya, jadi kalau lo butuh hubungin dia. Kabarin gue,"

Irgi bergeming, masih tetap mempertahankan posisinya walau diam-diam merasa tak tenang. Pemuda itu merubah posisi, bersikap seolah ia sudah terlelap sedaritadi dan mulai terganggu oleh Mika yang mengajaknya bicara. Tak menyadari bahwa dibelakangnya sang puan yang mengajak bicara kini menutup buku dan menatap punggungnya tanpa ekspresi.

"Kau sudah berjanji untuk membantu keluarga Akihara bukan?"

TBC

A/n: Ahh akhirnya, kita mulai arc utama dari cerita ini. Mulai sekarang akan banyak nama-nama baru dan kilas balik masa lalu tentang Golden Jayatri. Soon, aku akan mengumumkan cast dari cerita ini. Menurut kalian, butuh nggak sih castnya? Atau sudah punya bayangan tokoh sendiri? JANGAN LUPA VOTE, COMMENT DAN KASIH TAU TEMAN KALIAN UNTUK MEMBACA YA


SEE YA~

Hukuman Murid Ke 38Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin