12

12 2 0
                                    

Selamat Membaca!


Dua belas

Aza berjalan mendekati Shan. Gadis itu terlihat bingung di depan pintu masuk lapangan basket indoor. Lapangan basket indoor ini lebih sering digunakan oleh pemain basket yang akan mengikuti suatu pertandingan atau digunakan jika ada jadwal kelas yang bertabrakan dengan yang satunya.

Melihat Shan berdiri diam di sana, membuat Aza bertanya-tanya. Siapa gerangan yang gadis itu tunggu di sana.

"Kenapa di sini?" tanya Aza saat berada di hadapan Shan.

"Itu, Win nyembunyiin tas gue di dalam." ungkap Shan membuat Aza menampilkan senyumannya.

"Masuk aja."

"Gak deh, gue takut."

"Sama gue aja kalau gitu."

"Boleh." Shan mengangguk kemudian membiarkan Aza menarik pergelangan tangannya.

Seharusnya Shan biasa-biasa saja sekarang, berhubung Shan telah mengetahui bahwa Aza akan bertunangan dengan Bell. Namun, Shan tidak bisa. Hatinya berteriak sampai jantungnya ingin kayang karena perlakukan Aza yang seperti ini.

"Karena lo udah terlanjur masuk ke sini, lo harus temanin gue bentar di sini" ujar Aza sambil mengambil bola.

"Tapi gue mau pulang habis ini. Gue mau kerja juga."

"Gue yang suruh Win bawa tas lo ke sini, tas lo hanya alat biar lo masuk ke sini." ungkap William sambil terus berjalan menuju tempat duduk seperti tangga di pinggir lapangan. Pemuda itu berjalan menuju tempat duduk yang sedikit memojok.

Shan diam, tak tau harus mengatakan apa. Ia senang atas rencana Aza, tetapi juga overthinking sekarang.

"Duduk. Di sini gak ada Nethan yang harus lo jaga perasannya." Aza mendorong bahu Shan agar gadis itu duduk.

"Maksud lo?"

"Lo suka sama gue." ucap Aza tiba-tiba. Rasanya Shan ingin menghilangkan sekarang. Ia mengutuk dunia, mengapa dengan teganya membiarkan mulut Aza mengucapkan kalimat tersebut. "Tapi lo takut Nethan tersinggung."

Aza menatap Shan membuat gadis semakin salah tingkah di tempatnya. Wajahnya sudah merah padam saking malunya mendengar pengakuan Aza.

"Jadi, lo gak suka sama gue?" tanyanya kemudian.

"Suka. Dalam artian gue gak benci sama lo." jawab Shan seadanya. Ia tidak berbohong dan tidak sepenuhnya jujur

"Lo gak mau jadi pacar gue?"

"Hah? Lo bercanda yah?" ujar Shan sambil tertawa. "Ternyata lo punya bakat melawak." Shan masih tertawa. Bisa-bisanya Aza menanyakan hal seperti itu saat Shan sendiri sudah tahu bahwa Aza dan Bell sebentar lagi akan terikat oleh pertunangan.

"Anjing, air mata gue sampai keluar." Shan menghapus air matanya yang keluar karena tertawa. Shan tak yakin itu adalah air mata yang dihasilkan oleh tawa.

Mungkin... Tanpa Shan sadari, ia sebenarnya menangis atas ucapan Aza.

"Gue boleh minta sesuatu sama lo?" tanya Aza lagi.

"Apa?"

"Jangan pernah jadi orang lain kalau ketemu gue." Shan menatap Aza penuh tanya. Apa maksudnya ucapan Aza?

"Emang gue pernah jadi orang lain kalau ketemu lo?"

"Gue udah kenal lo dari kelas 10, gue tau sifat asli lo kayak gimana ke gue. Tapi, akhir-akhir ini, lo berubah." Shan semakin bingung dengan perkataan Aza. "Kadang lo jauhin gue dan kalaupun ketemu sama gue, lo selalu menghindari untuk ngomong banyak sama gue. Apa karena lo takut sama Bell?"

Shan mengerti sekarang. Ia menarik napas dan menghembuskan.

"Bukan gitu, Za. Gue gak pernah berubah, lo Cuma liat sisi lain dari gue. Dan tentang Bell, gue emang takut sama dia, tapi gue gak berubah karena itu. Gue cewek dan gue tau gimana rasanya jadi Bell kalau gue dekatin lo terus. Gue juga harus jaga jarak sama lo karena lo udah bertunangan, bahkan kalau orang itu bukan Bell, gue akan tetap buat jarak sama lo." jelas Shan panjang lebar.

"Gue belum tunangan sama Bell." Aza memperjelas.

"Biarpun, Za. Gue harus jaga perasaan Bell. Kalau gue jadi Bell, gue juga gak mau liat lo dekat-dekat sama cewek lain. Apalagi akhir-akhir ini, kita sering bareng dan orang-orang pada mikir kalau kita ada hubungan."

"Gue gak suka sama Bell." jujur Aza lagi. Pengakuan tersebut membuat Shan cukup kaget. "Jangan dengarin omongan orang-orang tentang kita di sekolah ini, gue mau lo tetap jadi teman gue."

Jadi teman gue. Rasanya menyakitkan saat mendengar Aza mengucapkan kalimat itu.

"Lo ngerti kan maksud gue?" tanya Aza. Shan tersenyum sebagai jawaban.

"Jangan banyak senyum, gue bukan orang baik-baik." setelah mengatakan itu, Aza berdiri.

"Hah? Gimana-gimana?" Shan mengikuti Aza yang berdiri dari tempatnya, kemudian melangkah menuju pintu. Sepertinya Aza ingin keluar dari sana.

"Mending lo diam sebelum nyesel." Shan diam. Ia menurut bukan berarti ia takut dengan ancaman Aza, melainkan tak bisa mengimbangi langkah Aza yang semakin menjauh.

"Za, tas gue belum diambil."

"Tas lo ada di loker gue."

***

Nethan berjalan ke kantin dengan napas terburu. Ia sudah mencari Shan ke mana-mana, tetapi gadis itu tak juga ia temukan. Shan tidak mungkin langsung pulang karena ponselnya ada di tangan Nethan saat ini. Entah ke mana perginya gadis itu, Nethan tak menemukannya di mana-mana.

"Liat Shan gak?"

"Shan siapa?" jawab seorang gadis yang Nethan tak tahu siapa namanya. "Shan pacarnya kak Aza bukan?"

"Bukan. Shan pacar gue." sewot Nethan. Enak saja mengatakan Shan adalah pacar Aza, apa kurang cocok Nethan dengan Shan sampai gadis aneh itu mengatakan bahwa Shan adalah pacar Aza? Kurang aja sekali mulut gadis itu.

"Oh, gak tau kak. Gue taunya kak Shan lagi sama kak Aza di sana? Depan lapangan basket indoor."

"Asu." maki Nethan dan segera menuju tempat yang gadis itu maksud.

Benar saja, Aza sedang memberikan tas kepada Shan. Tak lama kemudian, Aza meninggalkan Shan.

Nethan kesal bukan main. Bisa-bisanya, Shan tersenyum riang seperti itu saat Nethan ingin menyumpal mulut Shan dengan batu bata.

Gadis itu melambaikan tangan kepada Nethan, masih dengan senyuman merekahnya.

"Senang bangat lo yah liat gue kesal. Gue nyariin lo dari tadi, gue kira lo diculik." Nethan masih kesal.

"Sorry, gue tadi ketemu sama Aza."

"Gue tau. Nih Ho lo, gue mau pulang." ketus Nethan.

"Makasih, Ethan." ujar Shan sambil mengikuti langkah Nethan yang mulai menciptakan jarak.

"Lo ngapain ikutin gue?" Nethan masih saja cuek.

"Enggak, gue mau ke tempat kerja."

"Lo bisa lewat jalan lain."

"Gue mau jalan sama lo. Sekalian."

"Gue yang gak mau jalan sama lo."

"Oh gitu yah?" kaget Shan. Ia pikir Nethan hanya ngambek biasa, ternyata benar-benar marah. "Ya udah deh, gue duluan yah. Hati-hati di jalan Ethan." ucap Shan seraya melambaikan tangan. Ia berjalan lebih dulu dan meninggalkan Nethan sendirian.

***

Terima kasih telah membaca!

23M22

Semi Fatamorgana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang