2

17 11 12
                                    

Semangat hidupnya tidak ada lagi, putus cinta membuat nya semakin gila dan frustasi secinta itu kah dia ? Tentu saja. Rasa cinta itu terus bertambah dan bertambah saat ia menjalin hubungan dengan Orion brengsek sialan, rasa ingin memaki dirinya sendiri karena telah jatuh cinta pada orang yang salah. 

"Gue benci sama dunia ini, kenapa selalu ga adil". Ucap Livia menatap cermin full body di kamarnya yang cukup brantakan sama halnya dengan suasana hati bentakan benar benar brantakan.

Dengan mengendong tas berwarna abu abu miliknya Livia berjalan melewati meja makan yang sudah di tempati 5 orang di dalamnya. Semuanya acuh tak ada yang peduli meja makan itu sunyi, dentingan sendok lah yang membuat suara walupun tak besar setidaknya cukup untuk menghiasi kesunyian yang ada.

Kesan suram di ciptakan rumah bercat putih, dengan pagar hitam yang menutupi rumah itu. Livia membuka gerbang bus sekolah selalu melewati rumahnya dengan begitu Livia bisa hemat 20 ribu untuk ongkos naik ojol, bayangkan saja jika berangkat dan pulang ia naik gojek sudah pasti pengeluaran per harinya bisa sampai 100 ribu. Angka yang sangat fantastis bagi pelajar yang belum mempunyai pekerjaan belum lagi jika ada tugas yang membuat ia mengeluarkan uang lebih, jatah bulanan nya saja tak lebih dari 1 juta ingat ya itu sudah sama makan. Livia tak ingin makan bersama ia lebih memilih pergi ke warteg ataupun pecel ayam untuk makan.

Alasan kenapa dia tidak mau makan bersama adalah ibu tiri dan 1 saudara tirinya yang selalu saja, mengungkit kesalahan kesalahan kecil Livia. Kedua Kaka kandung Livia juga tak peduli apalagi ayah nya, ayahnya hanya memberikan uang bulanan saja tak lebih, menawari untuk makan bersama juga tidak pernah terjadi semenjak orang tua Livia berpisah.

Perutnya mulai keroncongan sangat lapar tadi malam Livia melewatkan makan malam karena sudah terlalu Lelah, orang yang berada di samping Livia menahan tawa mendengar cacing cacing Livia berdisko. Livia menatap tajam orang tersebut, kalo boleh jujur Livia malu bisa bisanya berbunyi di tempat ramai tapi dengan kondisi tidak ada suara pria berkacamata itu mengeluarkan sebungkus roti "ni gue tau Lo laper", ucap pria tersebut dengan senyum lesung pipi yang menawan.

"Thanks" Livia mengambil roti tersebut sekilas ia memperhatikan penampilan pria di sebelahnya tersebut, pakaian yang sama, kacamata yang pas dengan mukanya yang imut dan jangan lupakan senyum manis dengan lesung pipi nya.

Tidak lama kemudian bis sekolah telah sampai di sekolah Livia 'yayasan Dipo harapan' kerap di singkat dengan DH, setelah memasuki gerbang memang terlihat sekolah masih sepi padahal sudah jam 6 lewat 15 menit, sekolah ini masuk jam 06.40, berangkat pagi memang tidak di sukai beberapa orang yang ada di alam mimpi.

Livia Menaiki  tangga dan memasuki kelas yang bertuliskan XI IPS 6 kelas paling ujung masih sepi, sepi sekali Livia mulai menghidupkan lampu dan pendingin ruangan. Sepertinya ini adalah rutinitas Livia sejak ia kelas X, saat ini Livia mulai bercermin di kaca yang ada di kelas ia mulai membentuk lengkungan di pipinya. Livia bukan tipe orang yang menceritakan segala hal bahkan dengan sahabatnya sendiri Livia sangat tertutup, lukanya belum terbuka sampai saat ini.

Livia tak pernah mengajak temen teman nya bermain di rumah nya, bagaimana mau mengajak, Livia saja malas untuk berada di rumah tersebut. Tiba tiba pintu kelas terbuka menampilkan sosok lily sahabatnya, kalo di lihat lily adalah teman nya yang berwajah paling imut dengan tubuh yang agak berisi tapi membuatnya tambah imut apalagi jari jari tangan nya, sungguh imut sekali, namun tampang nya yang imut berbanding terbalik dengan isi Twitter nya.

" Walahhhhh gerah banget, gue di sini ya lip" kata Lily sambil menggeser bangku. Livi hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatannya bermain hp, tak berselang lama Kyana datang dengan membawa peperbag untuk kotak makan nya.

" Eyoo broooo bunanaaaa, gue laper dah Liy, Lip kantin yokkkk". Karena bosan Livia mengiyakan ajakan Kyana pas sekali mereka ber tiga keluar pintu Rania datang dengan tergesa gesa "heyyy Romo tungguin gue mau beli air" walupun berucap seperti itu Rania tetap jalan santai menuju tempat duduknya.

Mereka ber empat mulai menuruni tangga, Syakila menaiki tangga "eh Kila lo mau ke kantin kagak ?" Tanya Kya, "ga dulu gue mau turu" kantung mata Syakila nampak jelas.

"Eh si Ica mana njirr udah jam segini" Livia mulai bertanya kepada ketiga temannya.

"Yaelahhh kek biasa palingan dia di lapangan lagi di hukum, kek Lo ga tau aja temen Lo yang itu" Rania menjawab pertanyaan Livia, sambil makan gorengan yang ia comot di baki gorengan mang Iip.

"Ni mang gorengan 1 air nya 4" Livia mengeluarkan uang nya selembar, berwarna biru mang Iip mulai menghitung jumlah nya "gorengan 1  2000, air nya 4 dua 12000, total nya jadi 14000ni kembalian 36000 ya neng". Setelah menerima kembalian mereka kembali ke kelas, oiyaaa bukan Livia mentraktir mereka ya tapi semuanya di gabung agar tidak ribet, mereka akan mengembalikan nya saat sudah di kelas.

Bel pelajaran pertama telah berbunyi semua murid DH mulai memasuki kelas masing masing, namun kelas XI IPS 6 terlihat riuh dengan berbagai macam bahasa binatang.

Tiba tiba pintu terbuka dengan gebrakan dengan muka guru yang nampak menahan amarah "XI IPS 6 KALIAN INI UDAH GEDE MASIH AJA KAYA BOCAH, BUKANYA MANGGIL GURU MALAH RIBUT DI KELAS, SUARA KALIAN ITU SAMPAI DI LANTAI BAWAH!". guru tersebut mengeluarkan hampir seluruh suaranya, banyak anak anak IPS 6 tidak peduli dan memilih memainkan hp nya masing-masing, bukanya gimana gimana tapi guru yang membentuk tersebut bukan lah seorang guru dia adalah staf TU yang sok senior padahal yaaa banyak staf TU yang senior daripada dia.

Kelas Meraka ini kedap suara bagaimana bisa suaranya sampai ke lantai bawah, bilang saja staff tersebut ingin melihat Rio murid paling tampan di kelas. Modus nya bener benar basi, mana tidak ingat umur Rio yang berusia 17 di sukai oleh staff yang berusia 29 tahun.

Benar saja tatapan itu tertuju pada Rio, muka staff tersebut di buat sok galak namun di depan Rio akan bersikap baik dan tidak membentak bentak.

Livia, Syakila, Marisa, Kyana, Lily dan Rania mulai memberi kode kode mata. Dan hebatnya mereka mengerti tanpa ada sebuah kata keluar dari mulut mereka, mereka menahan tawanya hingga staff tersebut keluar dengan sendirinya karena merasa di cuekin oleh semua orang termasuk Rio, tawa Meraka ber6 mulai pecah sampai Marisa dan Kyana berguling guling di lantai kelas.

Panacea Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang