"Aku baik-baik saja," ucap seseorang.
Badannya menegang. Air mata kembali luruh. Lalu Jimin terisak sambil berkata, "Kau sudah meninggalkan luka, kini kau membuatku gila!"
Setiap orang berlalu lalang menilai aneh seorang Park Jimin, berlari ke sana kemari dan bergumam tidak jelas sembari menangis. Jimin milih abai ketika banyak orang berburuk sangka terhadapnya, ia ingin Yoona-nya kembali. Itu saja.
***
Selang lima tahun, pasang surut kehidupan telah ia lewati. Tiga tahun lamanya ia mendekam di rumah sakit jiwa, tiga tahun juga dirinya menggila karena kepergian seorang gadis.
Tahun ke lima.
Hera selaku anak angkat berdiam diri di tempat yang sama setiap harinya, menunggu jemputan sang ayah. Kini keadaan mulai membaik, Jimin kembali tersenyum hangat dan dapat mengontrol kesedihan yang melandanya.
Berada di rumah sakit jiwa adalah mimpi buruk, Jimin berkali-kali melakukan percobaan bunuh diri dan terkadang mengamuk lalu menangis.
Nyonya Park dan Tuan Park selalu menjenguk anak semata wayangnya, doa mereka tidak sia-sia. Kesembuhan Jimin pun tiba, walau mereka yakin kalau luka Jimin masih belum sembuh seutuhnya.
Dari kejauhan mobil mahal melaju dengan kecepatan sedang, berhenti tepat di depan Hera.
Sosok pria tampan keluar dari tempat mengemudi. "Hi kid!" sapa Jimin.
"Hai appa, bisakah kau tidak seperti itu?" ketus Hera sembari menghentakkan kaki.
Jimin menaikan alisnya seolah bertanya.
"Kau tebar pesona, dasar Pak Tua!" hina Hera. Mulutnya akhir-akhir ini mengeluarkan kata pedas, entah ajaran siapa, tapi Jimin menyangka pasti ajaran Namjoon.
"Mulutmu sayang, sepertinya kau perlu mencium penjepit jemuran lagi," sahut Jimin tak mau kalah sekaligus menambah ancaman.
Oh, ayolah. Penjepit jemuran amat sakit, ia pernah merasakan itu karena pernah ketahuan berbicara kasar terhadap orang lain. Mau bagaimana juga, Hera adalah cucu satu-satunya dari keluarga Park yang terhormat.
Memilih mengalah dari aksi debat barusan, Hera memasuki mobil sang ayah, sedang Jimin tersenyum miring. Anaknya benar-benar menguji kesabaran.
Hera menoleh ke arah Jimin, tadi ayahnya terlihat seperti menebar pesona. Tidak tahukah kalau banyak ibu-ibu ber-make up tebal memperhatikan mereka? Jawabannya, pasti tidak.
Sadar diperhatikan Jimin menatap balik Hera. "Ada apa, hmm?"
"Berhenti menebar pesona, appa sudah tua!" tegurnya kesal.
Jimin tertawa kecil mendengarnya dan menyahut, "Aku memang tampan, sayang. Apa perlu aku memakai masker dan merubah cara berpakaian?"
Hera tanpa sadar mengangguk.
"Sepertinya tidak masalah dan ide yang cukup bagus, besok jemput aku pakai taksi. Aku akan menyebarkan kabar jika appa bangkrut," timpal Hera senang.
Jimin menggeleng tak habis pikir, anaknya tengah cemburu ternyata.
"Ya seterah kau saja," putus Jimin pasrah.
***
Helaan napas berat terdengar mengusik ketenangan Namjoon. Ia melirik tajam, memberitahu jika dirinya terganggu saat ini.
"Kenapa, hyeong?" tanya Jimin.
Namjoon memutar bola matanya dengan malas. "Suara napas mu mengganggu!"
BINABASA MO ANG
Not Dynamic Life |END|
FanfictionWELCOME TO MY STORY, GUYS! JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK BERUPA VOTE SERTA KOMENTAR, HARAP HARGAI AUTHOR. JANGAN JADI SILENT READER'S!!! Note: Dalam masa revisi. ____ Aku kira manusia di lahirkan untuk merasakan cinta, tapi aku salah. Gadis ini ter...
Epilog 📕
Magsimula sa umpisa
