23 | Amarah Yang Mereda

1.5K 141 4
                                    

Raja mendekat pada Ziva dengan wajah memerah akibat menahan rasa marahnya. Mika dan Rasyid juga keluar dari rumah Tarjo dan Mugi tak lama kemudian. Mika dan Rasyid ikut mendekat ke arah Ziva, sama seperti yang Raja lakukan.


"Sudah kamu lenyapkan makhluk yang tadi kamu lihat bersama Raja?" tanya Rasyid, sangat tenang.

"Ya, alhamdulillah sudah aku lenyapkan makhluk itu. Sekarang kita hanya perlu menunggu kedatangan Mbah Sarjan ke hadapanku, lalu kita hancurkan ritual teluh beras kuning yang dia jalankan," jawab Ziva.

"Kalau begitu sebaiknya kita bersiap-siap untuk shalat maghrib sekarang. Mbah Sarjan itu jelas tidak akan keluar dari rumahnya saat waktu maghrib tiba," saran Mika.

"Ya, pergilah duluan bersama Rasyid, Tari, dan Hani. Ada hal yang harus aku bicarakan dengan Raja saat ini," ujar Ziva.

"Baiklah kalau begitu. Kami duluan," pamit Rasyid.

Setelah Rasyid dan Mika pergi. Kini yang tersisa hanyalah Raja dan Ziva. Wajah marah Raja benar-benar terlihat jelas dimata Ziva dan Ziva tidak akan bisa menghindari kemarahan pria itu sekarang.

"Apa-apaan itu, tadi? Kamu bilang aku boleh ada di sisimu setiap saat untuk mendampingi kamu menghadapi apa pun yang akan kamu hadapi! Kenapa? Kenapa kamu melanggar janjimu sendiri?" tanya Raja, berusaha tetap tenang meski sedang meluapkan amarah.

"Kamu ada di sisiku, Ja. Kamu tidak ke mana-mana sejak tadi," jawab Ziva. "Hanya saja, kamu dan aku barusan berbatas oleh dinding serta pintu rumah Pak Wagiman yang harus ditutup. Tidak mungkin kamu meruqyah Pak Wagiman sementara pintu rumahnya terbuka. Pak Wagiman bisa jadi tontonan orang satu desa jika kamu membiarkan pintunya terbuka. Kalau aku mau meninggalkan kamu dan tidak menepati janjiku, maka aku akan bertarung di dekat bukit dengan makhluk itu, bukan di sini. Kamu sudah melaksanakan tugasmu dan membuatku terbantu, Ja. Kalau kamu tadi menolak untuk meruqyah Pak Wagiman, maka makhluk itu tidak akan bisa aku kalahkan dengan mudah. Tapi karena kamu bersedia meruqyah Pak Wagiman, maka aku bisa dengan mudah melenyapkan makhluk itu. Terima kasih karena kamu mau berada di sisiku setiap saat. Aku memang membutuhkan partner seperti kamu."

Raja pun terdiam dan tak bisa mengatakan apa-apa, setelah Ziva memberikan jawabannya yang begitu jelas. Perlahan wajah Raja yang tadi memerah mulai kembali normal seperti biasa. Sudah tidak ada kemarahan yang dirasakan pria itu setelah mendengar Ziva bicara.

"Maaf," lirih Raja, terdengar sangat menyesal.

"Maaf? Untuk apa kamu meminta maaf?" tanya Ziva, merasa heran.

"Karena barusan aku sudah berpikiran buruk tentangmu dan bahkan menuduhmu tidak tepat janji kepadaku. Aku sama sekali tidak kepikiran, bahwa diriku memang selalu ada di sisimu meski terhalang oleh dinding dan pintu. Aku malah menuduhmu tidak tepat janji, padahal kamu menepati janjimu kepadaku. Maafkan aku, Ziv. Aku terlalu mudah terbawa emosi," jawab Raja.

Ziva pun tersenyum, lalu menepuk-nepuk pundak kanan Raja dengan lembut.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Aku sama sekali enggak marah kok sama kamu, meskipun kamu barusan baru saja berpikiran buruk tentang aku. Kita baru saling mengenal lebih dekat selama beberapa jam, Raja. Wajar kalau kamu masih meragukan aku dan kepribadianku," ujar Ziva.

"Tapi kamu tidak seperti aku, Ziv. Kita baru beberapa jam saling mengenal dekat, tapi kamu tidak pernah berpikiran buruk tentangku dan tidak pernah merasa marah terhadapku. Aku ...."

"Untuk apa aku berpikiran buruk tentangmu," potong Ziva dengan cepat, "... sementara kamu sama sekali tidak melakukan sesuatu yang bisa memicu pikiran burukku muncul. Untuk apa juga aku marah padamu, kalau kamu nyatanya bisa bersikap sopan, pengertian, dan bahkan sering sekali berusaha melindungi aku. Aku jelas tidak perlu melakukan kedua hal itu pada kamu, Raja. Kalau aku begitu, nanti kamu tidak akan merasa nyaman terhadapku dan tidak mau lagi jadi partnerku. Padahal aku baru saja mendapatkan partner yang benar-benar bisa bekerja sama denganku sesuai dengan yang seharusnya aku dapatkan. Sudah ... jangan bahas lagi. Ayo, kita ke masjid dan shalat maghrib. Jangan sampai kita terlambat untuk menunaikan shalat."

Raja pun menganggukkan kepalanya, lalu segera berjalan di sisi Ziva seperti biasa. Beberapa warga tampak mulai berangkat ke masjid. Mereka menuju ke tempat yang sama dengan tujuan yang sama.

"Kalau kita pulang nanti, aku boleh 'kan mengantarmu pulang sampai ke rumah?" tanya Raja.

Ziva kembali tersenyum.

"Kenapa begitu?" Ziva balik bertanya.

"Aku ingin memastikan bahwa kamu akan benar-benar sampai ke rumah dengan selamat. Aku enggak mau kamu pulang sendirian, toh mobilku 'kan ada di kantor dan kemarin malam kita ke kantor menggunakan mobilku. Jadi karena kamu perginya sama aku, pulangnya ke rumah pun harus sama aku," jawab Raja.

Ziva kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya, setelah mendengar jawaban dari Raja.

"Aku jelas tidak kamu perbolehkan untuk menolak, 'kan?"

"Iya. Aku enggak memperbolehkan kamu untuk menolak."

"Ya, sudah. Kamu boleh mengantarku sampai ke rumah. Sana, cepat pergi berwudhu," titah Ziva.

"Mm ... kamu juga," balas Raja.

Setelah mereka berpisah, Rasyid dan Mika kini berusaha mati-matian menahan senyum mereka yang tengah menatap dari jendela masjid. Interaksi antara Raja dan Ziva jelas menjadi pusat perhatian mereka sejak awal. Raja yang awalnya begitu dingin pada Ziva kini tampak terlihat jauh lebih hangat dan begitu dekat.

"Kulkas lima pintu bisa langsung cair ya, kalau sudah ada di samping Ziva selama beberapa jam," ujar Mika.

"Mm, iya, langsung cair kulkas lima pintunya. Cuma sayang, Zivanya justru yang mungkin masih sibuk membuat benteng setelah putus dari Gani. Dia ... mungkin merasa harus menjauh dari lawan jenis jika merasa si lawan jenis mulai mengarah untuk meminta hubungan yang lebih dari teman. Bisa jadi Gani benar-benar membuat Ziva akan menutup diri, Mik. Itu yang paling aku khawatirkan saat ini," sahut Rasyid.

"Doakan saja, Ras. Semoga Ziva tidak menutup hatinya setelah lepas dari Gani. Insya Allah, kalau kita doakan yang baik-baik, hatinya Ziva mungkin akan terbuka dan tidak terbentengi oleh apa pun yang menyangkut dengan Gani di masa lalu. Kita jangan berhenti dukung dia, seperti dia yang tidak pernah berhenti mendukung kita semua sejak pertama kali saling kenal," saran Mika.

Kumandang adzan maghrib terdengar sangat jelas. Kedua pria itu kemudian menyambut Raja yang akhirnya telah selesai berwudhu. Mereka berdiri di shaf yang sama dan bersiap untuk melaksanakan shalat sunnah rawatib terlebih dahulu, setelah adzan selesai dikumandangkan.

"Shalatnya yang khusyuk, Ja. Jangan lupa berdoa agar mendapat jodoh yang baik," bisik Mika, memberi saran.

Raja pun tersenyum lalu menganggukkan kepala setelahnya, sebagai tanda bahwa dirinya menerima saran itu dengan hati yang lapang.

* * *

TELUH BERAS KUNINGWhere stories live. Discover now