Chapter 9 💕

6.8K 548 15
                                    

Dunia Revan seakan berhenti saat itu juga, bahkan untuk beberapa saat pria itu nampak mengerjapkan matanya berulang-ulang. Entah kenapa pula, jantungnya berdebar sangat kencang. Berbeda sekali dengan nafas Aluna yang nampak memburu karena kesal.

"A-apa maksudmu? Saya? Itu pasti nggak mungkin!" Sangkal Revan dengan tawa mengejek.

Aluna menggeleng-gelengkan kepalanya. Masih tidak habis pikir dengan sikap Revan yang menurutnya terlalu ingin tahu. "Anda... kenapa Anda seakan ingin mengetahui apapun tentang saya? Bukankah hal semacam ini, tidak perlu anda mencari tahu?"

"Hah, jadi kamu berpikir kalau saya mencari tahu tentang kamu? Hahhahaaa..." Revan tertawa, hanya sesaat, kemudian menghentikan tawanya untuk menatap tajam Aluna. "Kamu pikir, siapa dirimu?" Sikap ketus Revan membuat Aluna tersenyum sinis.

"Saya hanya pembantu. Saya tahu itu.... dan sejak awal Anda yang salah paham bahwa Mas Aska adalah suami saya!! Jadi, jangan salahkan kita berdua atas penilaian yang dibuat oleh anda sendiri!"

"Kau mendikteku?"

"Tidak... saya hanya berkata yang sebenarnya. Saya dan Mas Aska tidak memiliki hubungan apapun kecuali rekan kerja. Sejak awal, Anda lah yang salah paham atas saya dan Mas Aska. Dan satu lagi, bukankah seharusnya Anda meminta maaf pada Mas Aska karena telah memukulnya di tempat umum?"

"Bisakah mulut sialanmu itu berhenti bicara, heh? Kau tidak bisa menyuruhku seakan kau adalah atasan dari atasanku!" Kata Revan geram. Sedangkan Aluna memberanikan dirinya sendiri untuk menyeringai.

"Bukankah masalahnya sudah selesai? Apa? Atau rasa penasaran anda belum terbayarkan tentang siapa suami saya?"

Revan mendengkus keras, kemudian berdecak. "Aku tidak peduli siapa suamimu?! Aku yakin, dia pria yang sangat tidak beruntung memilikimu!"

"Anda salah besar, baik aku ataupun dia... kita berdua sama-sama beruntung karena saling memiliki," ucapan Aluna membuat Revan menyeringai.

"Kalau begitu kemana suamimu? Kenapa dia membiarkanmu mencari nafkah? Apa dia laki-laki mokondo, heh?"

"Sayangnya, kecelakaan itu merenggut ingatan suamiku. Hingga aku membiarkannya kembali pada keluarganya!"

"Jadi, dia melupakanmu? Lucu sekali..." senyum mengejek yang Revan tunjukkan seakan menohok hati Aluna. Meski pedih, wanita itu masih berusaha tegar.

"Kenapa? Aku akan menunggu sampai ingatannya kembali. Jika saat itu tiba, aku harap.. dia kembali mengingatku sebelum bayi kami lahir."

Revan berdecih, ia sedikit menaruh iba pada Aluna sebelum berbalik pergi. Sedangkan Leni memeluk gadis itu.

"Ya ampun Mbak Luna... aku pikir, Mbak Luna akan mengakui segalanya!!"

Aluna hanya mengulas senyum tipis sambil menghela nafasnya lega.

***

"Apa kata dia tadi? Mereka beruntung saling memiliki, ck..." Revan berdecak di akhir kalimatnya.

"Kecelakaan itu merenggut ingatannya..."

Revan menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan bayangan Aluna yang menatapnya dengan sendu. Lantas, apa itu salahnya? Kenapa dia menatap Revan dengan sedih?

Revan berdecak kesal, bukan karena ia telah salah paham tapi karena bayangan Aluna seakan memenuhi otaknya.

***

Pagi hari, Aluna menyibak horden kamar pria itu hingga Revan menyipitkan matanya karena sinar matahari yang menerobos masuk melalui jendela besar di sisi ranjangnya.

Our Baby Where stories live. Discover now