5. Bagaimana Ini, Giselle?

Mulai dari awal
                                    

"Monster ompong?"

"Ya, monster ompong, monster pemakan anak-anak yang suka memakan permen."

Jeno hampir menyemburkan tawanya saat mendengar cerita anaknya. Ide darimana monster ompong itu sebenarnya?

"Siapa yang ngasih tau Arra ini, Sayang?"

"Nenek yang bilang, Pa. Kata Nenek, Arra tidak boleh sering-sering makan permen kalau tidak mau monster ompong datang dan memakan Arra."

Jeno mengangguk mengerti, kini ia tahu darimana ide monster itu datang.

Tak terasa karena terlalu hanyut dalam cerita Arra, kini Jeno sudah berada di ruang tengah rumahnya. Dengan inisiatifnya Jeno menaruh Arra di salah satu bangku di sana, kemudian berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya dengan Arra.

"Arra tenang aja ya, Sayang. Karena Papa sudah ada di rumah, Papa akan mengusir monster ompong dari kolong kasur Arra."

"Bener, Pa?"

"Tentu saja, Sayang. Tapi ada syaratnya."

"Apa syaratnya, Pa? Apa? Arra akan melakukan apapun supaya monster ompong pergi dari kamar Arra!"

"Syaratnya .... Kita harus pergi ke dokter gigi, Sayang!"

Sontak, mendengar perkataan Jeno, Arra menggeleng keras. Binar pada matanya pun ikut menghilang. "Enggak mau, Papa! Jangan dokter gigi! Arra takut!"

Jeno tersenyum, lalu mengelus sayang kepala anaknya itu. "Jangan takut, Arra. Dokter gigi memiliki peri cantik yang akan melawan monster ompong. Arra suka peri, kan?"

"Peri?"

"Iya, peri. Cring ...." Jeno menggerakkan tangannya di udara, seolah memberikan efek magis di sana. "Peri akan melawan monster ompong dan menyuruhnya pergi dari kamar Arra."

"..." Arra masih terlihat ragu dengan perkataan Jeno, membuat Jeno kembali berujar.

"Atau Arra suka apabila monster ompong itu di kamar Arra dan hap! Memakan Arra?"

"Tidak, Papa, tidak. Arra suka peri, ayok, ke dokter gigi sekarang!"

"Baiklah, anak papa yang cantik," Ujar Jeno puas saat anaknya itu menuruti bujukannya. Tangannya kemudian mengelus rambut halus Arra yang jatuh bergelombang, "Anak papa memang anak paling cantik di muka bumi ini. Sangat-sangat cantik."

"Nenek bilang kecantikan Arra turun dari Mama, Pa. Mama pasti sangat cantik, kan, Pa?"

Jeno tersenyum saat mendengar perkataan Arra. "Iya, Arra. Mama adalah wanita tercantik yang pernah Papa lihat selama ini."

"Papa, Bu Guru di sekolah memberikan Arra tugas."

"Oh iya, tugas apa, Arra?"

"Puisi tentang Ibu, Pa."

Jeno menipiskan senyumnya saat mendengar perkataan Arra. Ibu, ya...

"Papa akan membantu Arra, kan?"

"Tentu saja, Sayang."

"Kamu sudah sampai, Jeno?"

Jeno menoleh ke arah sumber suara dan menemukan ibunya yang berpakaian anggun bergerak mendekatinya. Tampak di wajah cantik ibunya, tersirat gurat emosi menemukan anaknya baru sampai di rumah pada pukul sebelas siang.

"Arra, bagaimana kalau saat ini Arra bermain dengan Bibi? Bukankah Bibi berjanji untuk bermain dengan Arra siang ini?"

"Okay, Papa. Arra main dulu. Dadah, Papa."

"Hati-hati. Jangan sampai terjatuh, Arra." Nasihat Jeno yang tampaknya tidak terdengar sebab Arra berlari secepat kilat, meninggalkan Jeno beserta ibunya.

"Pagi, Ma."

"Ini sudah siang, Jeno," Ibu Jeno tampak protes dengan sapaan Jeno. "Kamu bilang kamu akan segera pulang saat Mama menelponmu, tapi kenapa kamu baru sampai sekarang?"

"Maaf, Ma, jalanan macet tadi."

Ibu Jeno tahu macet hanyalah alasan Jeno, tapi beliau tidak ingin memperpanjang permasalahan ini. Matanya meniti penampilan Jeno, tampaknya anak laki-lakinya tidak berganti pakaian semalaman.

Apa memang benar perjalanan bisnis?

"Sudahlah, Jeno. Kamu tadi mendengar perkataan Arra, bukan? Ibu gurunya memberikan tugas puisi mengenai Ibu."

"Iya, Jeno dengar, Ma."

"Jeno, ini sudah lama sekali. Mama tentu tidak ingin menuntut ini. Tapi, Mama harap kamu segera menikah dan memberikan sosok Ibu untuk Arra, Nak."

Apa yang dikatakan Ibu Jeno memang benar. Jeno harus segera menikah dan memberikan sosok Ibu untuk Arra. Bagaimanapun juga, Arra membutuhkan sosok Ibu untuk tumbuh kembangnya.

"Jeno juga berusaha, Ma. Tapi, Mama tau kan, Jeno juga sudah sibuk dengan pekerjaan di kantor."

"Mama sudah menduga itu. Maka dari itu, Mama sudah menentukan calon menantu Mama, Jeno. Mama harap kamu tidak menolak perjodohan ini, Nak."

***

Kalian dapat mengunjungi karyakarsa/Joylada dakkodakkochan untuk mendapatkan chapter lebih banyak/spesial

SECRETARY YOO [BLUESY VERS.] - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang