42. People Come and Go

16.7K 674 5
                                    


“Nyokap lo, Sa.” bisik Naura sembari menyenggol lengan Bellissa.

Ketiganya—Bellissa, Zarra dan Naura tengah berdiri didepan gerbang menunggu jemputan.

Bellissa mendongak, meninggalkan aktivitasnya bermain ponsel. Menatap Mama yang baru saja turun dari mobil dan berjalan mendekati mereka.

Sheryl mendadak tidak masuk hari ini—yang entah alasannya apa. Jadi kemungkinan besar mama datang untuk ... menjemput Bellissa sekarang.

“Tante,” Naura dan Zarra menyapa dengan senyuman sopan.

Sementara Bellissa hanya menatap Mama datar. Dia masih kebingungan harus memberi reaksi seperti apa.

Mama tersenyum tipis menanggapi sapaan kedua temannya sebelum akhirnya menatap Bellissa.

“Sa ....” panggil Mama, sebelum menyampaikan tujuannya.

Dan bersama Mama, Bellissa sudah duduk saling berhadapan di salah satu restoran yang sering meraka kunjungi. Mama bilang ada hal penting yang ingin di sampaikan.

Bellissa menunduk, hanya sibuk dengan steak nya. Dia tidak terlihat lahap juga tidak terlihat malas-malasan. Bellissa menikmati makanan yang Mama pesan dengan biasa saja. Yang sebenarnya, Bellissa melakukannya untuk menghindari kontak mata dengan Mama. Tanpa menyentuh makanannya, Mama hanya terus memperhatikan Bellissa.

“Katanya, ada yang mau Mama bilang ke aku,” ucap Bellissa akhirnya, sebelum memasukkan potongan daging ke dalam mulut. Dia masih sibuk menunduk.

“Hm.” gumam Mama. Sengaja menunggu Bellissa menghabiskan makanannya lebih dulu.

Bellissa berdeham sembari meletakkan garpu dan pisau di tengah piring yang mengarah ke angka 12 jarum jam. “Tentang apa?” sambungnya menatap Mama.

“Kamu belum mau pulang ke rumah?”

Bellissa menggeleng. “Aku udah nyaman tinggal sama Papa.”

“Sa, Mama nggak bisa tenang jauh dari kam—”

“Mama yang ngusir aku.”

“Em, Mama minta maaf. Mama hanya terbawa emosi saat itu. Mama nggak bener-bener pengen kamu pergi dari rumah. Pulang, Sa. Mama nggak bisa berhenti khawatir. Mama nggak bisa ... percaya kalau Papa kamu bisa mencukupi semua kebutuhan kamu dan menjaga kamu lebih baik dari Mam—”

“Kalau cuma ini yang mau Mama bahas, aku mau pulang.” potong Bellissa sembari mendorong kursinya mundur. Namun Mama segera menahannya untuk tetap duduk.

“Nggak, tunggu dulu. Ada hal penting lain yang perlu Mama sampaikan.”

Hening selama beberapa detik sebelum Mama menghela napas berat, yang membuat Bellissa menebak apa yang akan didengarnya adalah sesuatu yang kurang baik.

“Sa,” Mama menggenggam tangan Bellissa di atas meja. “Maafin, Mama.” ucapnya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.

“Maafin Mama, Sa.” ulangnya.

“Maaf karena ... Mama sering salah paham dan nyalahin kamu. Maaf karena Mama lebih percaya Sheryl daripada kamu. Dan, maaf karena Mama udah mencap ... Arrion buruk.”

Debaran dada Bellissa yang tidak nyaman mendengar Mama menggumamkan kata maaf berkali-kali sembari menangis, menjadi semakin tidak karuan setelah mendengar nama Arrion ikut disebut.

“Mama nyari tahu tentang Arrion, dan ternyata Mama salah. Dia ... nggak seburuk yang Sheryl bilang. Mama ... merestui hubungan kalian sekarang.”

Sudut bibir Bellissa tertarik kecil, menyeringai tipis. “Arrion udah pergi, Ma.” sahutnya dalam hati.

PRICELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang