24. Pelukan Penenang

18.4K 969 47
                                    

“Kamu nggak apa-apa?” telapak tangan lebar Arrion menangkup kedua pipi Bellissa. Menatapnya khawatir.

Bellissa hanya menggeleng.

Padahal, Bellissa merasa masih mampu meladeni Melissa. Namun, setelah melihat Arrion berdiri didekatnya dan bertanya keadaannya, Bellissa jadi ingin menangis rasanya. Dia mendadak merasa lemah. Ingin mengeluh sembari dipeluk cowok itu.

Mudah saja untuk Bellissa mendapatkannya sebenarnya. Dia hanya perlu merapat dan melingkarkan kedua tangannya di punggung Arrion. Lalu menyandarkan kepalanya di dada cowok itu. Arrion sudah pasti akan membalas pelukannya.

Namun, Bellissa cukup sadar untuk tidak melakukannya. Karena ... ada Melissa. Temannya itu akan semakin sakit hati melihatnya.

Seakan tidak percaya pada gelengan kepala Bellissa, Arrion menyentuh bagian lain tubuh cewek itu sembari meneliti dengan tatapannya. Melihat Bellissa meringis saat Arrion menyentuh lengannya dan merasakan tangan pacarnya itu dingin serta gemetar saat Arrion menggenggamnya, Arrion langsung berbalik badan. Menatap Melissa tajam.

“Aku nggak apa-apa, Ar.” ucap Bellissa pelan sembari menyentuh lengan bawah Arrion, menenangkan. “Melissa yang jatuh karena aku dorong.” akunya. Yang mungkin saja Arrion juga sempat melihatnya.

Arrion masih memberi tatapan mengintimidasi pada Melissa yang sudah berdiri dari jatuhnya.

“Ha-hai, Ar,” sapa Melissa dengan suara bergetar dan canggung, setelah terlihat menelan ludah.

“Lama nggak lihat lo sedekat ini.” sambungnya tersenyum dengan bibir yang digigit. Ada binar senang, juga sakit dari pancaran kedua matanya yang berkaca-kaca. Apalagi melihat jemari Bellissa yang sekarang tengah Arrion genggam.

Bellissa mengerti. Dia bisa menebak apa yang Melissa rasakan. Jadi, perlahan Bellissa melepas genggaman tangannya.

“Melissa kayaknya mau ngobrol sama kamu, Ar.” ucap Bellissa. “Mungkin aja ada yang mau Melissa sampaikan.”

Bellissa tidak merasa baik, tapi dia ingin ini berakhir baik. Dia akan memberi kesempatan untuk Melissa menyampaikan apapun yang cewek itu mau pada Arrion—pacarnya. Hanya kali ini, kesempatan pertama dan terakhir. Di lain waktu, Bellissa tentu tidak akan mengizinkannya lagi.

“Gue kasih lo waktu berdua sama Arrion, Mel.”

“Sa,” Arrion protes tidak setuju.

“Aku tinggal sebentar.” pamit Bellissa.

“Sa!” Arrion protes lagi. Dahinya berkerut, tidak suka. Tidak terima ditinggal berdua.

“Sebentar aja, Ar.” Bellissa tersenyum sembari mengelus lembut lengan Arrion, lalu benar-benar meninggalkan keduanya.

Senyum Bellissa langsung hilang setelah berbalik badan. Cewek itu memejamkan mata sejenak sembari membebaskan satu tarikan napas berat.

“Liat gue, Arrion.” pinta Melissa, menatap Arrion yang masih melihat arah kepergian Bellissa.

“Ar,” panggilnya, masih belum mendapat perhatian cowok itu. “Liat gue dan panggil nama gue kayak lo manggil nama Bellissa.” pintanya lagi.

“Sekali aja.”

Entah kesialan atau keberuntungan, namanya dan nama Bellissa berdekatan dan berakhiran sama. Melissa sering membayangkan kalau 'Sa' yang Arrion panggil itu dirinya. Melissa.

“Enam puluh detik,” Arrion mematok waktu dengan melihat jam tangannya. “Gue nggak mau Bellissa nunggu dan nahan cemburu.” sambungnya sembari memasukkan kedua tangan kedalam saku celana.

PRICELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang