"Si Devan-Devan itu orangnya kayak gimana? Baik?"

Kali ini giliran Papahnya yang membuka suara.

Mendengarnya, Maura kembali terkenang masa-masa saat bersama dengan Devan.

"Baik, Pah. Pengertian juga. Orangnya ramah, banyak senyum. Receh, tukang gombal juga. Tapi enak buat diajak ngobrol dan aku selalu ngerasa dia memprioritaskan aku. Pokoknya aku selalu ngerasa nyaman tiap bareng dia."

Setelahnya, entah mengapa suasana sarapan pagi itu terasa aneh sekali bagi Maura.

***

Maura ingat sekali dirinya dihubungi oleh Laura untuk menemaninya nonton bioskop. Katanya ada film yang ingin sekali ia tonton. Saat itu pula Joe berada di sampingnya. Mendengar dengan jelas ajakan dari Laura.

Ticket and snack boxes on her, katanya. Maura hanya perlu modal niatnya saja karena transportasinya ditanggung Joe; maksudnya Joe akan berbaik hati menjadi supir Maura satu hari ini.

Yah, Maura tidak mungkin menolak ajakan Laura. Dipikir-pikir, ia juga butuh refreshing sejenak. Ia butuh menghilangkan pikirannya yang selalu tertuju pada Devan barang sejenak.

Maura mengira layar besar di hadapannya masih memutarkan iklan, karena film animasi bukanlah genre favorit Laura.

Tapi setelah disimak baik-baik, animasi itu sedikit aneh. Tokohnya hanya ada dua orang. Yang satu wanita dan satunya lagi pria dengan nama yang sama dengannya, Maura. Ah, setelah diperhatikan lebih banyak nama pemeran utama lelakinya juga Devan. Suatu kebetulan yang aneh.

Ditambah alurnya juga mirip-mirip dengan apa yang telah dialami Maura, malah terlihat seperti ringkasam kejadian yang telah terjadi selama ini.

Pertemuan Maura dengan Devan di bawah deras hujan, posisi Devan sebagai karyawan Maura dan--Film apa ini? Ini terlihat seperti dokumenter miliknya.

Meski terkesan janggal, namun melihat ekspresi Laura yang duduk di sampingnya dengan tatapan serius membuat Maura tak dapat mengalihkan pandangan. Diam-diam ia juga penasaran dengan kelanjutan film animasi yang ditayangkan.

Scene berjalan saat Maura dan Devan berpisah dengan begitu dramatis. Maura terlihat menggeret barang bawaannya dan berjalan menjauhi Devan yang hanya mampu memandanginya dari jauh dengan kursi roda yang setia menemaninya.

Tampilan di layar kemudian terbagi menjadi dua. Di sisi kiri menunjukkan Devan yang tengah berjuang untuk pulih, melakukan tes dengar dan berlatih keras dalam sesi fisioterapinya ditemani oleh keluarganya dan di sisi kiri ada Maura yang juga banyak menghabiskan waktu bersama keluarga sambil sesekali berdiam diri di atas balkonnya seolah menunggu sang pangeran datang menjemputnya.

Lalu layar itu terpecah, kembali menjadi satu sisi yang utuh. Menampakkan Devan yang tengah 'disidang' oleh 3 orang pria. Mereka diketahui sebagai ayah dan kakak-kakaknya Maura.

Setelah itu scene memudar sebentar sebelum menampilkan sosok Devan yang asli, yang selama ini Maura kenal.

Ia bangkit dari kursi tempat ia disidang sebelumnya, berjalan dengan gagah dan percaya diri menuju toko bunga dan berlari seolah mengejar sesuatu.

Lampu bioskop dinyalakan seketika dan Devan muncul mengagetkan Maura entah dari mana lengkap dengan sebuket bunga di tangan. Saat itulah, air mata yang telah Maura tahan luruh seketika.

"Halo!" sapa Devan canggung saat berdiri di hadapan Maura. Maura membalas dengan tawa pelan sambil mengambil buket bunga itu. Devan lantas melanjutkan ucapannya dengan sungguh-sungguh.

"Seperti yang kita tau, kisah kita penuh dengan hambatan, kendala, dan perjuangan satu sama lain. Tapi walaupun begitu, dalam kebersamaan kita aku belajar banyak hal dari kamu. Aku belajar arti kesetiaan, aku belajar untuk bisa lebih menghargai waktu dan kesempatan yang telah aku dapatkan. Aku belajar untuk bisa mencintai diriku sendiri, atas semua kekurangan dan kelebihanku. Juga, aku belajar sesuatu tentang cinta dan tentang dicintai.

"Tanpa kamu, aku gak akan jadi Devan yang sekarang. Tanpa kamu, mungkin aku akan terus-terusan ada di atas kasur dan pasrah dengan keadaan. Tanpa kamu, mungkin aku udah memilih untuk mati daripada melanjutkan hidup sebagai orang yang gak berguna.

"Aku tau aku banyak kurangnya. Aku gak sempurna dan bahkan setengah cacat. Juga pengangguran baru. Tapi kalau kamu berkenan," Devan menunduk, mencoba untuk berlutut yang membuat Maura khawatir, dan mengeluarkan cincin dari balik jas formalnya. "will you marry me?"

Tak butuh waktu yang lama bagi Maura untuk menjawab pertanyaan simpel dari Devan itu. Dengan penuh rasa haru dan senang yang bercampur menjadi satu itu Maura berucap, "Yes, I do."

Bioskop itu dipenuhi sorak-sorai saat Devan menyematkan cincin di jari manis Maura. Devan lantas bangkit dari pose berlututnya yang dibantu oleh Maura dan menciumnya penuh rasa cinta.

Devan mendekap Maura dalam pelukannya. Diam-diam, Maura melirik ke segala arah dan menyadari bahwa yang mengisi audi bioskop adalah keluarga besar dan teman-teman mereka.

Maura semakin tersentuh oleh perhatian Devan. Ia kembali mencium Devan dan berbisik pelan, "I love you."

"I love you more."

Tamat(?)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tamat(?)

Yuhuu. Double update!!

Kayaknya baru di seri ini ya aku nyeritain proses lamarannya? Yah, tiap seri punya keunikan kisahnya masing-masing 🤣

Makasih banyak buat video random yang nongol di tl twitter ku juga suara teenager nya Taylor Swift dan Love Story nya yang ngena banget, you inspired me 🥹

Tebak-tebakan lagi gak nih? Next bakal nyeritain siapa yaa? Ferli, Agni, atau Tintan?

Lover In War | ✔Where stories live. Discover now