LIW | 20

51 9 1
                                    

Seperti yang sudah direncanakan, Joe datang ke ruko Maura 10 menit sebelum jam pulang. Maura mendapat pesan singkat dari Joe yang sudah mengabari lokasinya di parkiran. Dan layaknya rutinitas yang tiada henti, Devan mengunjungi kantor Maura dalam diam. Menunggu Maura membereskan barang-barangnya sebelum mematikan lampu. Entah mengapa, tapi Devan seperti sudah tahu bahwa hari ini ia akan pulang lebih awal dari biasanya.

"Kamu lihat 'dia' lagi?" tanya Maura memastikan. Lebih seperti mencari topik pembicaraan yang nampak kentara. Tiba-tiba saja ia teringat sosok tak kasat mata yang katanya berada di satu ruangan yang sama dengannya. Sekilas, Devan mengernyit sebelum terkekeh pelan.

"Kamu percaya itu?"

"Maksudnya?"

Giliran Maura yang mengernyitkan dahi. Keduanya melangkah menuruni tangga satu per satu.

"Kamu bohong?!" seru Maura kemudian setelah ia mampu mencerna maksud pertanyaan Devan. Beberapa anak buahnya menyapa Maura di lantai bawah yang dibalas dengan senyuman singkat.

Devan tak membalas. Dilihatnya Devan yang tengah menampilkan senyum lebarnya. Maura mendengus kesal.

"Dasar modus!"

Devan tak lagi membalas ketika melihat mobil Joe--dengan plat nomor polisi aslinya--terparkir di halaman ruko.

"Kakak kamu, tuh!" ucap Devan sambil menunjuk ke arah mobil Joe menggunakan dagunya. Maura sempat bergumam tak jelas sebelum menyuruh Devan pergi. Devan tak langsung menurut.

"Aku mau sapa kakak kamu dulu."

"Gak usah!" tolak Maura secepat kilat. "Buang-buang waktu! Mending kamu pulang juga, sana!"

"Pulang? Masih ada waktu sepuluh menit sebelum waktu pulang. Aku jelas gak buang-buang waktu."

Maura tak kehabisan akal. Ia segera mendorong Devan menuju letak motornya berada, menyuruhnya untuk segera pergi lewat aksinya.

Devan tersenyum kecil.

Ia bukan orang bodoh. Ia juga tidak akan mengacaukan penyamaran Joe. Justru sebaliknya, ia akan membantu Joe dalam penyamarannya. Salah satunya dengan bersikap menyebalkan seperti ini. Berlagak seperti orang polos yang taktahu apapun.

Devan tahu pasti alasan Joe tidak turun dari dalam mobilnya. Bagaimanapun juga, ini terlalu beresiko dan jika Joe berani menunjukkan diri di depan adiknya, itu artinya ia sudah mempersiapkannya matang-matang.

"Kalo gitu, aku bisa pulang lebih awal?" tanya Devan kemudian.

"Cuma lebih awal sepuluh menit dari jam pulang normal. Kamu masih bisa dimaafkan."

Devan tak membalas lagi. Ia lantas menaiki motornya dan memakai helm full face yang digantungkan di spion. Dari balik helmnya, Devan menatap ke arah mobil Joe berada sambil menganggukkan kepala sekali; memberi salam.

"Cepet, sana!" seru Maura gusar. Devan terkekeh pelan sebelum menyalakan mesin motornya dan berlalu pergi darisana.

Maura baru dapat menghela napas lega saat motor ninja milik Devan telah menghilang dari pandangan. Tanpa membuang banyak waktu, ia segera memasuki mobil kakaknya.

"Jadi, hal penting apa yang harus kita obrolin?"

"Ini tentang kakak dan direct message kakak yang gak penting itu ke Devan. Kakak gak ngerti juga ya kemauan aku itu seperti apa? Just step out of my life!"

Mendengarnya, Joe mendengus kesal.

Ia mengernyitkan dahi, merasa tak habis pikir dengan pola pikir adik perempuan kesayangannya itu. Baginya Maura memang memiliki pemikiran rumit khas wanita umumnya, namun Joe masih tetap tak terbiasa dengan itu.

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang