LIW | 38

56 6 3
                                    

Sudah seminggu sejak Maura berpisah dengan Devan dan ia tak mendapat kabar satu pun mengenai keadaannya.

Banyak perubahan yang dirasakan Maura selama berpisah dari Devan. Perubahan yang baik dan buruk.

Joe sudah dipulangkan sejak kemarin. Hubungan Maura dengan keluarganya jauh lebih harmonis dari sebelumnya. Mereka berusaha untuk saling mengerti dan menghargai keputusan masing-masing juga saling memberikan dukungan yang tak terbatas.

Bisnis kosmetik yang dibangun oleh Maura atas bantuan Laura pun berjalan tanpa hambatan. Rencananya brand itu akan launching dalam 3 bulan ke depan dengan Anneth sebagai official brand ambassador-nya.

Taruhan pernikahan itu? Masih tetap berjalan. Ada sisa satu bulan lagi dari batas waktu yang disepakati.

Sejujurnya, Maura sudah menyerah dengan taruhan itu. Pun dengan teman-teman lajangnya yang lain. Selama ini mereka aktif curhat satu sama lain di belakang Laura, mengeluarkan kegelisahannya masing-masing tanpa ada jalan keluar.

Sesekali juga hangout untuk sekadar cuci mata guna merilekskan pikiran disaat-saat stres berat melanda. Bukan maksud mengkhianati pertemanan mereka, namun rasanya kegelisahan-kegelisahan yang dirasakan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang senasib dan sepenanggungan.

Selama ini Tintan, Agni dan Ferli yakin Maura adalah kandidat pengantin selanjutnya karena kehadiran Devan dalam hidup Maura. Hal itulah yang membuat ketiganya merasa tidak diburu-buru. Namun mengetahui kenyataan bahwa Maura bisa jadi gagal membuat ketiganya cemas. Bisa dipastikan akan sengamuk apa Laura jika putaran kali ini tidak membuahkan hasil sama sekali.

Tapi di antara itu semua, Maura mencemaskan Devan. Dalam waktu-waktunya yang senggang, ia selalu terpikirkan oleh Devan.

Sedang apa dia saat ini? Apa kondisinya baik-baik saja? Apa ia masih menginap di rumah sakit? Atau mungkin ia sudah dipulangkan? Bagaimana dengan kakinya? Atau telinganya? Apa semuanya baik-baik saja? Juga, apa Devan juga merindukan dirinya? Karena rasanya Maura rindu sekali pada Devan.

Pertanyaan-pertanyaan itu nyatanya hanya bertahan sebagai pertanyaan tak terjawab saja.

Dan diam-diam, Maura menunggu kedatangan Devan. Ia siap menyambut kehadiran Devan dalam hidupnya kembali mesti tak tahu kapan ia akan akan datang.

***

Devan melupakan janjinya.

Waktu satu minggu yang Devan janjikan telah terlewati sejak lima hari yang lalu. Namun Maura tetap saja menunggu Devan dalam diamnya.

Tiga minggu terlewati dengan begitu saja. Maura merasa sedikit lelah menunggu Devan yang tak pasti. Dalam hati Maura bertanya-tanya, akankah Devan hadir dalam hidupnya untuk sekali lagi? Seketika ia dilanda keraguan dan pikiran buruk pun menyerbunya.

What if ...

What if ...

"Dek!" panggil Joe padanya saat mereka tengah sarapan bersama; salah satu aktivitas yang dulu sangat langka sekali bisa terjadi.

"Masih yakin sama Devan?" lanjutnya yang membuat Maura mengernyitkan dahi, heran.

"Kok pertanyaannya aneh banget, sih! Yakin, lah! Kenapa bisa gak yakin?" balas Maura agak sewot.

Lover In War | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang