LIW | 37

36 5 1
                                    

DISCLAIMER‼️
Hanya untuk kebutuhan cerita, tidak bermaksud untuk menjelekkan pihak manapun.

***

Keduanya kini telah kembali ke rumah sakit tempat Devan dirawat. Seperti apa yang telah disepakati, Maura kembali untuk mengambil barang-barangnya dan berpamitan pada keluarga Devan--atau setidaknya kepada Mamanya.

Namun Maura seperti tak diberi waktu oleh Devan untuk menghabiskan saat-saat terakhir kebersamaan mereka karena nyatanya Reyna telah menunggu kehadiran mereka didampingi oleh sang suami.

Seolah menjawab keheranan Maura, Devan berbalik ke arahnya dan berkata, "Sebelum kita kesini, aku WhatsApp mereka duluan biar kamu bisa pamitan."

Mendengarnya, Maura hanya bisa menampilkan senyumannya.

Ini bukan kali pertama mereka bertemu, tapi kenyataan bahwa hari ini bisa jadi pertemuan terakhir mereka membuat Maura merasa canggung. Yah, meskipun Maura tak yakin kalau keduanya mengetahui itu.

Kedua orang tua Devan menyambut kehadiran mereka dengan senyuman ramah. Reyna menghampiri Maura, mencoba mengambil alih Devan darinya. Maura yang paham pun memilih untuk mendudukkan dirinya di samping Dimas; Papanya Devan.

"Gimana keadaan kakak kamu?" tanya Dimas sesaat setelah Maura duduk di sampingnya.

Ia tak menyangka kalau Devan juga masih sempat menceritakan tentang kakaknya ke keluarganya.

Dengan senyum tipis, Maura pun menjawab, "Puji Tuhan, kondisinya baik, Pak. Hanya perlu istirahat yang cukup."

"Syukur kalau kakak kamu baik-baik aja. Sekarang waktunya kamu jagain kakak kamu, ya?"

"Iya, Pak."

Setelahnya Reyna ikut nimbrung dalam percakapan keduanya. "Tadi Tante udah pisah-pisahin barang-barang kamu. Nanti cek lagi aja, ya? Takut ada yang kelewat."

Biarpun Maura merasa aneh dengan panggilan 'Tante' yang disebutkan, namun ia mencoba mengabaikan itu dan memilih untuk menatap ke sekelilingnya. Seketika dapat ia sadari kehadiran barang-barangnya yang tersusun rapi dan nampak terpisah dari yang lain. Maura jadi merasa tak enak.

"Maaf ngerepotin, Bu."

"Panggil Tante sama Om aja, biar lebih deket. Lagian gak ngerepotin sama sekali, kok! Justru Tante yang udah ngerepotin kamu. Makasih ya udah mau bantu jagain Devan."

Maura membalasnya dengan senyuman canggung. "Bukan apa-apa kok, Bu--eh, Tan. Saya gak ngerasa direpotin sama sekali."

Reyna sudah ingin mengajak Maura mengobrol kembali tatkala Dimas mengingatkan. "Udah, toh, Ma. Biar Mauranya beresin packing dulu. Ditunggu kakaknya itu, loh."

Setelahnya Maura diberi kesempatan untuk merapikan barang bawaanku sambil dibantu oleh Reyna. Sedangkan Dimas nampak asyik mengajak putra bungsunya berbincang ringan sambil mencamil makanan ringan hasil persediaan sehari-hari.

Entah mengapa, namun rasanya Maura senang diperhatikan oleh Reyna. Ini momen langka yang mungkin saja tak akan terjadi lagi di kemudian hari. Sekilas ia merindukan Mamanya.

"Sekali lagi, makasih ya udah mau temenin Devan di waktu-waktu sulitnya."

"Bukan apa-apa kok, Tante. Justru saya yang harus bilang makasih ke Tante karena udah mempercayakan Devan di bawah pengawasan saya."

Terjadi hening sejenak, namun keduanya masih saling bahu-membahu merapikan barang bawaan Maura.

"Itu karena Tante gak bisa berbuat banyak untuk Devan. Hubungan Tante sama Devan kurang harmonis. Begitu juga Papanya. Mungkin bisa dibilang, kami ini keluarga palsu.

Lover In War | ✔Where stories live. Discover now