"Tante gak tau Devan ceritain kondisi keluarganya ke kamu atau nggak, tapi Tante sendiri pengen kamu tau kalau Devan punya banyak kekurangan. Seterusnya, Tante gak akan memaksa kamu untuk melakukan hal yang nggak kamu inginkan. Kamu berhak memilih jalan hidup kamu sendiri. Apapun itu, asal kamu bahagia."

Entah kenapa namun Maura merasa tersentuh dengan ucapan Reyna. Ia menyadari bukan hal yang mudah untuk bisa terbuka soal urusan keluarganya pada orang lain. Reyna sudah mengambil risiko yang cukup besar.

Maura menghargai itu. Ia menghentikan aktivitasnya sejenak, menggenggam kedua tangan Reyna erat sambil tersenyum tipis.

"Tante...

"Keputusan akhirnya bukan di aku. Itu tergantung Devan. Sebelum kesini, aku udah memutuskan untuk terus bareng Devan. Apapun kondisinya. Saat ini, aku cuma perlu menunggu kesiapannya Devan.

"Selain itu, hubungan aku sama keluargaku juga gak begitu harmonis. Setidaknya dari kejadian ini aku berharap bisa memperbaiki hubungan kami. Tante sama Om juga bisa mulai memperbaiki hubungan sedikit demi sedikit.

"Kita cuma manusia biasa yang gak akan pernah bisa terlahir sempurna, Tante. Tapi kita diberi waktu untuk bisa memperbaiki diri selangkah demi selangkah."

Reyna merasa tersentuh oleh kata-kata Maura. Maura melirik ke arah Devan berada sambil melanjutkan kata-katanya. "Tante bisa mulai dari obrolan ringan. Kayak apa yang lagi Om Dimas lakuin sekarang, Tante."

***

Seperti apa yang dibilang Maura saat berada di tempat Devan kemarin, kini ia juga tengah mencoba untuk membangun suasana harmonis di keluarganya sendiri dengan memanfaatkan keadaan Jonathan.

Tidak dapat dipungkiri, dengan kondisi Joe sekarang keluarganya kini rajin menjenguk bahkan sampai ikut menginap barang semalam-dua malam untuk memastikan keadaan Joe. Biarpun Joe bukan lagi anak kecil yang harus dijaga 24/7 dan bahkan tidak sedang sakit berat, namun Mamah, Papah dan kakak yang satunya lagi benar-benar memperhatikan dan memanjakan Joe.

Mereka saling membagi jadwal satu sama lain, memastikan kehadiran mereka untuk Joe setiap harinya yang mana berarti memastikan keadaan Maura juga yang selalu berada di kamar Joe, menjaga sekaligus menemaninya agar tidak bosan. Seperti saat ini. Keduanya tengah bermain kartu UNO bersama saudara lelakinya yang menyempatkan hadir disela kesibukannya sebagai dokter.

"UNO!" seru Maura girang saat kartu di tangannya tersisa satu.

Namun kegirangan itu hanya berlaku sesaat karena beberapa detik setelahnya ia diserang oleh kartu +4 oleh Rama. Joe menertawakan nasib buruk Maura itu penuh rasa puas.

Maura memberengut, merajuk kesal. Ia membanting kartu-kartunya dan berseru, "Udahan, ah!"

Kedua kakaknya saling bertatapan satu sama lain sebelum ikut menyimpan kartu-kartunya.

"Ututututu.. Adek siapa ini yang ngambek? Lutunaa," ucap Joe mengejek yang membuat Maura semakin kesal.

Itu bukan tipikal Maura, tapi sepertinya ketiganya mengerti bahwa hal-hal kekanakan seperti ini yang mereka rindukan.

Selagi Joe menghibur Maura, Rama mengambil cokelat yang seharusnya milik Joe kepada Maura. Dengan kesal Maura menolak pemberian Rama, "Aku lagi diet!"

"Diet apa diet? Tinggal sebatang lagi loh coklatnya. Yakin gak mau?" balas Rama mencoba menggagalkan diet sang adik.

Dibilang begitu membuat diri Maura goyah. Ditambah lagi Joe yang terus menggodanya untuk mengambil cokelat itu.

Pada akhirnya, setelah berpikir beberapa waktu, Maura menerima cokelat itu dengan penuh rasa berat hati. "Ini karena aku ngerasa gak enak ya sama kalian," ucap Maura memperjelas yang disambut anggukan baik oleh Joe maupun Rama.

Lover In War | ✔Where stories live. Discover now