DIS-7

10.3K 1.3K 186
                                    

Narendra's.

Realistis.

Gue terbiasa dengan segala tindakan dan pikiran yang realistis. Sejak kecil, gue sudah diajarkan untuk nggak memimpikan sesuatu yang nggak sesuai dengan kemampuan gue.

"Saya sendiri paham tentang keresahan semua orang di sini tentang rumor yang sedang ramai diperbincangkan di luaran sana. Tapi, seperti yang sudah kami jelaskan sejak awal kalau rumor terjadinya korupsi ini tidak benar, Pak Narendra. Jika, kami diberikan kesempatan-"

Why do people who are proven wrong have so many ways to avoid being proven wrong? Kesempatan, dia bilang? Astaga, mimpi apa si Hakim-project manager dari CORE Commercial Construction-ini sampai bisa meminta sesuatu yang nggak seharusnya dia berani minta?

"Kesempatan untuk menutup-nutupi kesalahan maksudnya, Pak Hakim?" Pak Syahid-Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga-yang ikut menghadiri rapat tertutup siang ini menyahut ketus. "Setelah semua bukti yang kami dapat, masih berani pula anda minta kesempatan? Otak anda ini jatuh di mana coba?"

Syukurlah, beberapa makian yang tadinya tertahan di ujung lidah gue nyatanya tersampaikan setengahnya dari bentakan Pak Syahid barusan.

Dan sejujurnya, gue kagum dengan ketenangan yang ditunjukkan Hakim di hadapan kami semua. Meski dibentak, dipojokkan, Hakim masih duduk dengan senyum yang terlihat ramah.

Well, as a project manager for one of Indonesia's largest contractor companies, and judging by the length of time this man has worked in this field, Hakim should be this calm.

"Saya, tahu, Pak." Situasi di dalam ruang rapat kembali hening ketika Hakim dengan luwes mencoba menanggapi ucapan Pak Syahid. "Untuk semua buktinya, sudah kami dan tim selidiki. Oknum yang bertanggung jawab juga sudah kami pecat. Semuanya kami coba perbaiki, jadi kesempatan-"

"Oknum?" Baru pertama kali gue dengar soal ini. "Jadi, memang ada masalah korupsi di project track race Surabaya? Dan anda sebagai project manager, bukannya melaporkan hasil temuan ini ke kami, anda malah berusaha menyelesaikannya sendiri?" tanya gue nggak habis pikir.

Sebelum ini, pihak CORE Commercial Construction-pihak kontraktor-yang bertanggung jawab atas project track race di Surabaya cuma mau mengakui kalau ada kesalahan dari pihak mereka, dan itu bukan korupsi meski kami sudah menemukan bukti-bukti kuat penyelewengan dana yang mereka lakukan.

Lalu, hari ini gue justru mendengar kebenaran dari mulut Hakim sendiri.

Gue bisa melihat raut Hakim berubah gugup, kelihatan jelas juga dari gestur kedua tangannya yang bergerak tidak beraturan di atas meja. "Semuanya memang sudah sesuai dengan rencana awal kami, Pak. Kami memilih cara ini karena tidak ingin melibatkan pihak Bapak dan staf untuk masalah remeh-"

Telapak tangan gue terasa panas sesudah menggebrak meja lumayan keras, hingga membuat seluruh orang yang mengikuti rapat tertutup ini terdiam setelah memekik tertahan karena terkejut.

"Kamu bilang apa barusan?" Telunjuk gue menunjuk tepat ke arah Hakim. "Masalah remeh? Ada masalah korupsi di project yang sedang saya kerjakan ini menurut kamu bukan masalah besar?" Kalau kemarin-kemarin gue masih bisa menahan emosi, tapi nggak untuk sekarang!

Gue mendengkus, menggigiti bibir selagi pandangan gue menyusuri seluruh ruangan meeting. Sengaja gue nggak langsung mengatur meeting begitu gue balik dari Singapore kemarin, supaya orang-orang yang harus datang nggak pakai alasan nggak bisa datang meeting karena ada urusan mendadak.

Nyatanya, keputusan itu menjadi bumerang buat diri gue sendiri. Emosi gue makin meluap waktu tahu kalau nggak ada satu orang pun mau membantu-ngomong dikit, kek! Seenggaknya usaha dikit buat cari muka di depan gue, bukannya diem aja kayak patung!

DISCONNECTED (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang