DIS-3

13.4K 1.4K 122
                                    

Narendra's.



"Pak Narendra, bisa minta waktunya sebentar, Pak?"

"Tanggapannya soal pernyataan Pak Malik di acara tadi gimana, Pak?"

"Update soal masalah dengan pihak kontraktor di project pembangunan track race di Surabaya sudah sampai mana, Pak?"

This is what I actually hate about receiving too much attention. Yang tadinya berita atau rumor heboh mac am apa pun hanya bisa didengar dan dibicarakan di kalangan-kalangan kami aja, bisa jadi konsumsi publik macam begini kalau salah langkah.

Ingat, Ndra. Se-emosi apa pun lo, kalau ada kamera dari awak media yang perlu lo lakuin cuma senyum segan.

Dari dulu, cara ini selalu berhasil mengurangi kemungkinan-kemungkinan munculnya gue di berbagai headline portal media dengan judul super menghebohkan daripada gue buka mulut, meladeni pertanyaan-pertanyaan mereka yang menjebak dan berakhir sial sendirian karena menuruti emosi dan ego sendiri.

"Pak, tanggapanya gimana, Pak?"

Baru juga gue selesai memberi sambutan sekaligus mengikuti pengarahan di meeting kick off menjelang Olimpiade, dan dilanjut meeting internal-bukannya bisa pulang buat istirahat-gue malah kejebak di antara wartawan yang sudah menunggu di depan gedung setelah gue keluar dari Wisma Menpora.

"Lewat sini, Pak." Hilman dengan cekatan membuka kerumunan bersama dengan beberapa ajudan lain, supaya gue bisa masuk ke dalam mobil yang berhenti di depan lobby.

Nggak cuma mencoba melempar senyum seramah mungkin-meskipun di dalam hati gue mendumel panjang lebar tentang mereka yang gigih menunggu gue sampai jam 10 malam-gue juga sesekali mengangguk setelah mendengar pertanyaan para wartawan.

"Sedikit aja, Pak. Gimana tanggapannya soal rumor adanya korupsi di pengerjaan project race track Surabaya?"

Huh?

Nggak butuh waktu lama bagi para wartawan untuk mengerubungi begitu langkah gue terhenti setelah mendengar celetukan pertanyaan barusan. Abdi, Faisal, Hilman, dan Firman dengan cepat menghalangi beberapa wartawan supaya nggak terlalu mendekati gue.

"Pak, tanggapanya-"

"Barusan ada yang nyeletuk korupsi itu mana?" Sontak suasana di sekitar berubah ramai. "Korupsi apa? Dapat rumor darimana?" Nada suara kedengaran keras sampai membuat beberapa wartawan yang tadinya mencoba mendekati gue mendadak memundurkan langkah.

"Sudah, Pak... Pak Chandra sudah nungguin di mobil." Dira yang berdiri di belakang gue bersama Ari berbisik pelan, mencoba menenangkan gue.

Tapi, sayangnya Dira terlambat. Mendadak, pertanyaan-pertanyaan lain yang bersangkutan dengan dugaan korupsi mendadak terlontar ramai dari para wartawan.

Ini yang gue bilang sebelumnya. Nggak seharusnya gue menuruti ego, kalau pada akhirnya gue sendiri yang susah.

Gue berdecak refleks, menyuruh Abdi-yang berdiri menutupi gue-untuk berdiri di samping gue.

"Dugaan korupsi di project track race Surabaya itu bagaimana, Pak? Mungkin ada tanggapan atau sanggahan dari Pak Narendra?" Pertanyaan lain langsung muncul begitu kamera dengan leluasa menyorot gue, setelah Abdi menjaga gue dari samping.

Ibaratnya udah basah selutut, ya, gue mending nyemplung sekalian, kan?

Omongan bokap dulu ternyata benar. Sekecil apa pun masalah, kalau ada di posisi ini-di tempat gue sekarang-mau benar atau nggak, pasti akan ada beberapa orang yang mencoba menjatuhkan gue di setiap mereka punya kesempatan.

DISCONNECTED (COMPLETED)Where stories live. Discover now