21

6.1K 613 61
                                    

Haechan menghela nafasnya panjang, hari ini benar benar panjang baginya, setelah mendengar apa yang terjadi pada putranya, siapa sangka ternyata guru yang menjaga Chenle selama ini, guru yang selalu disebut sebut oleh Chenle sebagai guru kesayangannya itu adalah Mark. Haechan tidak menyangka, padahal Chenle sudah melakukan daycare sejak 3 bulan yang lalu dan tidak menyadari keberadaan Mark sama sekali.

Haechan mengadahkan kepalanya, mengedipkan matanya beberapa kali. Air matanya mengalir begitu saja ketika mengingat saat itu Mark yang menggendong Chenle, mendekap dengan lembut putranya dengan tubuhnya yang sedikit ia goyangkan agar Chenle dapat tidur dengan nyaman di pangkuannya, kemudian saat Mark tertawa dan tersenyum bersama Chenle bermain di taman. Benar benar layaknya seorang ayah.

Haechan menghapus kasar air matanya, seharusnya ia tidak menangis, terlebih lagi, Mark sepertinya tidak merasakan apapun saat melihat dirinya, seolah tidak terjadi apa apa, karena itu Haechan juga harus bersikap seperti itu bukan? Karna Mark tidak mencintainya dan Haechan juga harus menghilangkan perasaan itu. Terlebih lagi, sekarang Haechan memiliki suami yang sangat mencintainya. Haechan kembali menatap pantulannya di kaca, memegang perutnya sambil mengelus pelan karena setelah sekian lama, Haechan kembali mengingat bahwa sebelumnya ia pernah memiliki calon bayi, pernah akan menjadi seorang orang tua dan membesarkan anak itu. 

Bagaimana kabar mu nak?

Tangis Haechan dalam hati, mengigit bibirnya kuat dan menahan air matanya setengah mati.

.

.

.

.

.

Mark tersenyum pelan, ketika mengambil satu kantong plastik berisikan toppoki kemudian setelah itu memberikan beberapa lembar uang. Beruntung saat menuju perjalan pulang, Mark melihat ada kedai kecil yang menjual toppki. Ini adalah makanan favorite Jisung karena itu Mark membelinya.

Mark melangkahkan kakinya, menuju sebuah taman, disana ada pohon besar dan daunnya sangat rindang. Dulu Mark dan Jisung sering bermain disini, baik itu untuk piknik sederhana atau hanya sekedar menghabiskan waktu. Tempat ini sudah menjadi rumah tersendiri bagi mereka berdua karena tempatnya yang sepi dan benar benar nyaman.

Mark mendudukan dirinya, menatap langit sore yang mulai berwarna jingga. Menyandarkan tubuhnya pada pohon itu, membuka bungkus toppoki itu dan mulai menyuapi toppoki itu satu per satu.

" Jisung-ah.... Lo tau ngga... tadi gue ketemu siapa...." Mark mulai berbicara entah pada siapa, tapi seolah tidak peduli, Mark melanjutkan ceritanya apa yang terjadi hari ini, dari dia yang lelah bekerja karena semua anak anak menempel padanya, sampai pada Chenle yang bertengkar dan bertemu dengan Haechan.

" Hahaha... pantas aja tiap kali liat Chenle gue kaya.... Kok familiar yaa kayak ngga asing gitu... ternyata dia anaknya Haechan" Ucap Mark terkekeh dan hanya disauti oleh suara hembusan angin dan suara daun yang bergesekan.

" Jie... gue minta maaf ya, karena gue ketemu Chenle belakangan ini gue lupa ngabulin list list impian lo. Gue bener bener terlena sejak ketemu Chenle, di playgroup, gue bener bener main sama dia sampe kadang kita capek, nyampe rumah bukannya tidur, gue malah nyiapin game atau cerita cerita lucu atau horor buat jailin Chenle besok disekolah...."

" Gue tau kok... semua list list itu lo tulis, supaya gue ngga nyusul lo kan? Supaya gue sibuk.... "

Air mata Mark mengalir begitu saja, 4 tahun yang lalu, Jisung telah kembali ke tempat peristirahatannya yang terakhir karena kondisi jantungnya yang semakin parah. Karena saat itu Mark kesusahan akan uang, sehingga Mark tidak bisa membeli tempat di rumah duka dan membayar proses kremasi. Sehingga Mark tidak bisa memberikan upacara terakhir bagi Jisung dan tubuh Jisung di kremasi massal bersama dengan mayat mayat lainnya yang tidak dijemput ataupun di urus.

Karena itu, tempat ini menjadi tempat pulang Mark karena hanya ini kenangan yang ia miliki bersama dengan Jisung. Jisung adalah tempat pulang terakhirnya, dan saat itu Mark juga kehilangan tempat pulangnya, Mark benar benar tidak kuat, dan ingin mengakhiri hidupnya saat itu, tapi saat itu ia menemukan sebuah buku yang ditinggalkan oleh Jisung. Buku itu cukup tebal, tidak ada surat yang Jisung tinggalkan, hanya notes kecil bertuliskan

"kabulkan semua keinginan ku, jika tidak aku akan menggentayangi kakak setiap malam"

Buku itu selalu Mark bawa kemana mana, di buku itu hanya berisi kegiatan kegiatan yang harus Mark lakukan dan list list makanan yang ingin Jisung makan,berbekal dengan buku itu, Mark mencoba untuk kembali bangkit, dan berjanji untuk menuntaskan semua impian Jisung, dan setelah itu Mark benar benar akan pulang ke rumah terakhirnya.

Namun sejak kehadiran Chenle, Mark sedikit lupa dengan misinya itu, Mark benar benar terpikat pada makhluk mungil itu, Mark ingin melihat anak itu tumbuh menjadi anak yang baik, pintar dan tampan, karena itu Mark benar benar sangat dekat dengan Chenle. Dan Chenle benar benar tempat pulang bagi Mark saat ini. Hanya dengan melihat Chenle tertawa karena lawakannya, tersenyum padanya, bahkan saat Chenle tidur dan memeluknya benar benar membuat Mark nyaman. 

Rasa bersalah dan penyesalannya karena gagal menjadi seorang ayah. Rasa rindu dan keingan dirinya menjadi seorang ayah dan membesarkan anaknya, terbayarkan semenjak bertemu dengan Chenle, Chenle membuat Mark sadar bahwa dirinya masih pantas berada di dunia ini, dan Mark benar benar bersyukur bertemu dengan Chenle, berjanji untuk tidak bersedih dan mengeluh dengan hidupnya, karena esok hari, ia harus tersenyum, harus tertawa sambil menggendong Chenle, walaupun anak itu memanggilanya dengan sebutan Ssaem. Mark tidak masalah dengan hal itu, bahkan dia senang karena diberikan kesempatan, untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah. 

Tapi setelah tau fakta bahwa Chenle ada putra Haechan, Mark kembali sedih. Hadirnya Haechan, membuat dirinya seolah hina, membuat dirinya terlihat menyedihkan dan lemah. Hadirnya Haechan hanya membuat Mark semakin menyalahi diri dan mengutuk dirinya karena tidak memiliki kekuatan apapun. Mengutuk dirinya karena telah membunuh anak mereka dan takut memberikan nasib sial pada Chenle seperti apa yang telah terjadi apa calon anak mereka sebelumnya. 

Tidak berhenti disitu, Mark pikir semua kekecewaannya hanya berakhir pada fakta bahwa Chenle adalah milik Haechan, ternyata tadi yang menjemput Haechan dan Chenle pulang adalah Jeno. Dan Mark dapat dengan jelas mendengar Chenle memanggil Jeno dengan sebutan "Ayah"

Hati Mark remuk seremuknya, bagaimana bisa satu satunya tempat pulang Mark saat ini, adalah milik orang yang menghancurkan hatinya, milik menghancurkan jiwanya. Mark benar benar tidak tau apa dosa nya di dunia, tapi Mark benar benar ingin bertanya, apa salahnya hingga hanya tempat pulang saja Mark tidak diizinkan.

" Kenapa ya Ji... semua rumah gue diambil ji.... Apa gue benar benar ngga boleh punya tempat pulang ya?" Tanya Mark

" Atau dia mau gue pulang kerumahnya? Kalau gitu gue boleh pulang kan Ji? Kalian udah nunggu gue disana kan? Sama dede bayi kan?" Ucap Mark menahan Isak tangisnya, menatap buku yang ditinggalkan Jisung dan Mark sudah berhasil mengabulkan setengah dari buku itu

" Tenang aja kok Jie, gue tetap ngabulin semua impian lo, gue ngga lama kok, jagain dede bayi dulu ya Jie, Ayah sama bunda bantuin Jie kan jaga dede bayi? Dia ngga rewel kan Jie?"

Mark mengadahkan kepalanya, membiarkan air matanya mengalir, menatap langit yang sudah menggelap. Meluapkan isak tangisnya, seperti seorang anak bayi yang sedang menangis. 

[Complete] Home || MarkhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang