Chapter 14 ; Tears

43 5 1
                                    

——————✧◦♚◦✧——————⋆

Reina saat ini tengah bersama dengan Sora untuk memeriksa keadaannya. Sejak tadi Sora tak henti-hentinya mengoceh hal yang tidak dimengerti oleh Reina. Gadis itu hanya diam saja tak mau menanggapi. Karena ia bingung harus menanggapi seperti apa. Ia tidak mengerti perihal obat-obatan.

"Kau yakin ingin melihat lukanya?" Tanya Sora.

Reina mengangguk mengiyakan. Sora menghela nafasnya berat. Ia takut Reina akan berteriak histeris nantinya.

Sora telah melepaskan perban yang melilit leher Reina. Luka Reina memang telah mengering, maka dari itu ia penasaran seberapa parahkah lukanya itu.

Sora memberikan cermin pada Reina. Reina tersenyum menerima cermin itu.

Ia melihat lukanya untuk pertama kalinya. Tubuhnya membeku, mulutnya terasa kelu tak bisa mengeluarkan kata-kata. Matanya bergetar menahan tangis, tangannya mengeras pada genggaman kaca.

"Reina?" Sora berusaha untuk menyadarkan Reina, namun gadis itu tak merespon apapun.

Reina memegang bekas lukanya yang telah mengering tersebut, nampak menghitam dengan kulit mati yang mengelupas. Ia masih merasakan perih sedikit kala ia secara sengaja mengelupas kulit tersebut yang menyebabkan darah kembali keluar.

Sora panik, segera mengambil kapas untuk membersihkan darah yang tidak terlalu banyak tersebut.

"Reina apa yang kau lakukan?!" Sora sedikit berteriak.

Ia melemparkan cermin itu dari tangan Reina, membuat tangis gadis itu akhirnya keluar. Reina menutup wajah dengan kedua tangannya. Tubuhnya bergetar karena tangis. Sora langsung membawa Reina kedalam pelukannya.

"Kenapa takdirku sangat tidak beruntung, Sora?" Isak Reina. "Kenapa aku harus selalu mendapatkan luka? Benar kata Ibuku, bahwa aku hanyalah pembawa sial dan tidak akan pernah mendapatkan cinta siapapun." Reina memeluk erat Sora. Menumpahkan segala tangisnya disana.

Hati Sora ikut tersayat kala mendengar tangisan Reina. Terasa begitu pilu dan penuh penderitaan. Ia mengelus punggung Reina untuk menenangkan temannya itu. Ia sendiri bukanlah orang yang pandai dalam situasi seperti ini.

"Semua orang membenciku, Sora. Mereka membenciku, tidak ada yang tulus menyayangiku. Aku jelek, aku pembawa sial, aku cacat, aku anak yang paling tidak beruntung, aku adalah beban." Reina kembali terisak. "Begitu cacian mereka kepadaku, tanpa tahu bagaimana perasaanku mendengar semua itu. Aku sakit, Sora. Sangat sakit."

"Tenanglah, Reina." Bisik Sora berusaha menenangkan Reina.

Sora terpaksa harus menyuntikkan cairan penenang untuk Reina. Benar dugaannya tadi, bahwa Reina pasti akan histeris. Namun yang tidak ia sangka adalah Reina yang secara terus menerus mengeluarkan isi hatinya tanpa bisa ia rem. Hati Sora ikut tersayat mendengarnya dan ia menjadi tidak enak hati mendengar semua itu. Ia juga kasihan kepada Reina, melihat gadis itu yang sepertinya sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk menangis, namun tetap mengeluarkan air mata tanpa henti.

Kepala healer datang melihat keadaan Reina sesaat setelah Sora menidurkan Reina.

Kamar Reina telah dipindahkan. Ia telah tinggal ditempat khusus para omega. Itu karena permintaannya sendiri atas persetujuan Killian juga tentunya.

Daripada ia harus dihukum mati karena ketahuan dari Noirenmoon pack, terpaksa ia harus berbohong demi nyawanya sendiri.

Reina akan bekerja setelah ia benar-benar sembuh dan bisa berbicara. Namun, Reina menolak. Setelah pertemuannya dengan Killian beberapa hari yang lalu, sehari setelahnya Reina sudah bekerja. Ia tidak ingin menganggur terlalu lama.

Ia sendiri bekerja dibagian perkebunan sesuai bidangnya saat berada didesa Noirenmoon pack.

***

Killian sedang memantau kinerja para anak buahnya yang tengah ia tugaskan didaerah perbatasan dimasing-masing wilayah. Kini ia tengah memantau daerah berbatasan dengan daerah para Wizard dan Witch.

Ia sesekali berunding dengan mereka untuk mengetatkan penjagaan agar tidak lengah. Mencari perdamaian adalah tujuan utamanya.

Ia lelah jika harus berperang terus menerus. Ia hanya ingin beristirahat dikasurnya yang mewah.

"Kalian kembalilah ke posisi masing-masing."

"Baik, Alpha."

Mereka mematuhi perintah sang Alpha dan pergi meninggalkan Killian dan Allerick.

"Kita kembali, Alpha?" Tanya Allerick.

Killian menatap Allerick sejenak. "Kau kembalilah terlebih dahulu, aku ada urusan sejenak saja."

Tanpa ingin bertanya lebih jauh, Allerick pergi meninggalkan Killian walau rasa penasaran membuatnya ingin tahu sebenarnya apa yang akan Alpha-nya itu lakukan. Karena sebenarnya ia tidak bisa meninggalkan Alpha sendiri atas perintah Queen Mother, namun yang memerintahnya adalah sang Alpha. Ia menjadi bingung harus berada dikedua sisi seperti ini.

Killian melihat kepergian Allerick. Ia menatap pohon besar nan rindang dihadapannya. Ia memegang batang pohon besar tersebut. Muncullah cahaya sedang menyilaukan mata. Dan terlihat sebuah portal disana.

Ia memasukki wilayah Wizard dan Witch.

"Kau datang." Seru seseorang yang langsung berlari memeluk erat Killian.

Killian tersenyum menerima pelukan tersebut. Memeluk erat, menumpahkan rindu yang ia tahan selama ini.

"Aku merindukanmu." Katanya.

"Aku lebih merindukanmu, sayang."

Keduanya kembali berpelukan.

"Kau senang berada disini?" Tanya Killian.

Ia mengangguk sebagai jawaban. "Ini adalah tempat yang indah. Aku menyukainya."

Killian mengusap kepala perempuan tersebut, mendaratkan ciuman dikening. Ia tersenyum, senang kala belahan jiwanya juga senang.

"Jika kau disini juga, itu pasti akan lebih menyenangkan." Tutur perempuan tersebut dengan kepala menunduk.

"Kau tahu aku tidak bisa. Masih ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan."

Ia menghempaskan genggaman tangan Killian padanya. Memilih untuk pergi menjauhi Killian. "Apakah sesibuk itu menjadi seorang Alpha?" Tanyanya.

Killian mengangguk.

Ia mendengus kesal.

"Itulah resiko jika menjadi belahan jiwaku, sayang." Killian kembali membawanya ke dalam pelukannya itu.

Keduanya sangat suka berpelukan untuk menghilangkan rasa rindu yang telah lama mereka tahan.

***

Iyanna melihat kedatangan Allerick tanpa putranya. Ia terus mencecar Allerick dengan omelannya yang sangat panjang itu. Untung saja telinga Allerick telah tebal dan terlatih untuk hal ini.

Ia sudah terbiasa. Nanti jika Killian pulang juga Queen Mother itu akan berhenti mengoceh dan langsung bersikap lembut seolah tidak terjadi apa-apa.

"Oh putraku kau darimana, sayang? Kenapa tidak kembali bersama Allerick? Kau membuatku khawatir." Iyanna langsung berjalan mendekati Killian. Mengelus kedua rahang Killian.

Pria itu sangat suka elusan lembut yang terjadi diwajahnya, itu sudah menjadi candunya. Sejak kecil ibunya selalu memberikan sentuhan itu hingga ia terbiasa. Satu hal tentang dirinya yang tidak banyak orang ketahui.

"Kau terlalu berlebihan, Ibu."

"Terserah apa katamu. Sebaiknya kau istirahat sekarang." Perintah Iyanna.

Killian mengangguk dan langsung pergi ke lantai lima pack house. Lantai yang hanya bisa Killian dan Iyanna injak. Bahkan para omega yang ingin membersihkan tersebut harus sangat terpilih. Disanalah ruang pribadi Killian berada yang bahkan Iyanna tidak bisa masuki.


——————✧◦♚◦✧——————⋆

RETROUVAILLES [werewolf]Where stories live. Discover now