Sementara itu Melisa juga ikut menatapnya haru dan mengelus lembut punggung sang anak.

Bagi keluarganya yang menyaksikan langsung perjuangan gadis itu, tidak mudah bagi Giana untuk melewati waktunya setelah masalah besar yang menimpanya. Banyak yang harus gadis itu tata kembali, dari masalah kuliahnya, kehidupan sosialnya hingga kesehatan mentalnya.

Namun berkat dukungan orang-orang disekitarnya, Giana berhasil melalui semua itu.

Kini gadis itu akhirnya menitihkan air mata haru dalam pelukan sang ayah.

"aduh jangan nangis-nangisan dong, nanti make upnya luntur terus malah beneran jadi kunti lagi" sergah Nanda merusak suasana.

"pa..." rengek Giana sebal pada sang ayah atas ejekan adiknya.

Orang-orang yang dulu mengenalnya mungkin tidak akan menyangka jika melihat sosok Giana yang ternyata amat manja, terutama pada sang ayah yang dulu sangat dibencinya.

"gak usah kamu hiraukan bocah itu" ujar sang ayah yang melepas pelukan mereka dan mengapus pelan bulir air mata gadis itu dengan tisu yang disodorkan istrinya.

Giana tersenyum penuh terima kasih pada sang ayah yang selama ini selalu bersabar menghadapinya bahkan mendampinginya hingga ke titik ini.

Kemudian Giana tiba-tiba saja dihampiri oleh beberapa teman seperjuangannya. Mereka saling mengucapkan selamat, bersorak gembira hingga mengambil beberapa foto bersama sebagai kenang-kenangan.

Ditengah kegiatan narsis mereka, Giana merasa seolah ada yang memperhatikannya dan itu entah kenapa membuatnya tidak nyaman.

Ia melihat sekeliling untuk memastikan apa yang ia rasakan. Namun ia tidak menemukan apa-apa, atau mungkin ini hanya perasaannya saja.

"Kak Gi!, liatnya kesini dong, bukan kemana-mana" sungut Nanda yang ia paksa untuk menjadi tukang foto dadakan.

"eh sorry, ulang yah" cengir Giana membuat sang adik makin mendengus dan teman-temannya hanya tertawa menyaksikan itu.

Setelah puas berfoto, Giana dan teman-temannya kemudian mengobrol singkat sebelum mereka pamit untuk kembali bersama keluarga masing-masing.

"eh Giana, gue kayaknya tadi liat bang Ezra deh" celetuk salah seorang temannya.

Hampir semua anak di angakatannya juga junior dibawahnya mengenal Ezra. Pria itu pernah menjadi mahasiswa berprestasi juga seorang senior yang aktif dan cukup mereka hormati. Bahkan hingga menjadi alumni pun, pria itu masih sering membantu juniornya dalam hal organisasi maupun pekerjaan.

"hah?, oh..." ujar Giana kaget sekaligus bingung untuk menanggapi.

"lo belum ketemu?" tanya gadis itu lagi?.

"emm, belum" jawab Giana agak kikuk.

"apa dia belum nemuin posisi lo ya?, padahal ini udah lumayah longgar sih" celetuk gadis itu lagi sambil menatap kesana kemari, mencari-cari seseorang yang ia maksud.

"em... itu..." ugh, Giana kelu untuk menjawab. Bahwa jika pun benar itu Ezra, pria itu pastinya datang bukan untuknya dan entah kenapa dari hatinya yang terdalamnya ia merasa sedih untuk kenyataan itu.

"heh udah, Giana sama bang Ezra tuh udah end, gak usah lo bahas-bahas dia lagi" ujar temannya yang lain.

"hah? Jadi itu beneran Gi? Eh sorry ya, gue kira cuma hoax"

Dan Gianapun kembali tersenyum kikuk untuk menanggapi perkataan gadis itu. Entah kenapa sekarang pembahasan mengenai pria itu membuatnya amat canggung.

Giana menghembuskan nafas lega begitu teman-temannya berpamitan pergi.

My Short StoryWhere stories live. Discover now