61B | Perceraian

Začít od začátku
                                    

"Ya di kamar," Tunjuk Bara pada pintu kamarnya. Baiklah, dengan cepat Naqiya menghampiri kamar masa gadisnya untuk menyusui sang putra.

Saat istrinya tengah sibuk menyusui, Bara menutup pintu kamar tersebut. Kakinya kemudian melangkah ke arah ranjang dan bersandar di sana sembari mengecek notifikasi pesan singkat di ponselnya.

Agung Bimbingan
Selamat siang Pak Bara, mohon maaf Agung mengganggu waktu Bapak Bara lagi. Bapak Bara apakah bisa zoom malam ini guna mengevaluasi seminar proposal Agung pekan lalu?

(Author's note : kalau versi pdf/Karyakarsa ini dalam bentuk foto)

"Evaluasi?" Bara mengernyit membaca pesan tersebut. Ia memang tidak mengaktifkan tanda centang biru setelah dibaca. Yang ia ketahui setelah seminar proposal itu adalah revisi bersama penguji, bukan evaluasi bersama pembimbing.

"Hp an terus," Protes Naqiya. "Enak ya jadi suami, tugasnya cuma main Hp padahal istri sampe berdarah-darah nyusuin bayinya."

Buru-buru Bara meletakkan kembali ponselnya di meja nakas dan menghampiri sang istri. "Terus pengennya gimana toh, Sayang?" Tanyanya dengan lembut saat duduk di kursi belajar istrinya sembari menyaksikan dengan jelas sang istri menyusui.

Tentu saja, Naqiya segera menutup dadanya agar tidak dapat dilihat oleh Bara. "Nggak usah ngintip-ngintip!" Serunya agar Bara tak mencuri-curi pandang ke arah dadanya.

"Iya ndak usah ngintip wong kamu ngasih sendiri ke Mas secara sukarela semalem," Celetuk Bara lagi-lagi menggodanya. "Pengennya Mas ngapain? Bantuin nyedot susu yang kiri apa gimana?"

"Mas!" Pelototan mata Naqiya rasanya mampu membunuh Bara hidup-hidup saking tajamnya mata itu. Tingkat kemesuman suaminya memang di atas rata-rata!

Bara terkekeh melihat reaksi Naqiya yang lagi-lagi mencari barang untuk dilemparkan ke arah sang suami. "Mesum banget itu otak isinya cuma selangkangan."

"Nggak dosa ini ya nggak papa," Celetuk Bara membenarkan tindakannya.

Naqiya mendongak menatap Bara dengan sengit. "Jangan dibiasain, nanti jadinya dosa. Inget ya, sebentar lagi kita cer—"

Seketika ucapan Naqiya terputus saat mengingat-ingat ucapan Abi Muh. Dimana perempuan diharamkan mencium bau surga apabila meminta cerai dari sang suami tanpa sebab syar'i.

"Seneng banget ngomong cerai," Timpal Bara pada Naqiya yang terus-terusan membahas perceraian. "Kalo Mas udah talak kamu waktu itu, terus semalem siapa yang bakal bantu kamu?"

Dengusan sengit istrinya terdengar, "Aku masih punya tangan, bisa sendiri."

Bukannya tersinggung, Bara lagi-lagi hanya tertawa. "Udah Mas ajarin cara ngusapnya pake tanganmu semalem," Ucapannya dengan pembahasan vulgar itu. "Kamunya tetep mau punya Mas, gimana itu konsepnya?"

"Hih!" Naqiya menahan hentakan di tubuhnya karena tak ingin mengganggu Gaza yang hampir terlelap di pangkuannya.

"Licik," Maki Naqiya pada Bara. "Mas Bara nggak mau merkosa aku buat kedua kalinya, tapi malah main curang pake obat gila."

Memang Bara tak menyangkal tuduhan istrinya. Kalau dirinya mengatakan bahwa Umi lah yang mencekoki minuman itu pada Naqiya, Bara khawatir Naqiya akan marah pada ibunya sendiri.

Jadi lebih baik wanita itu berpikiran kalau Bara lah yang melakukannya.

Biarlah Bara dianggap brengsek dan lain sebagainya, asal ia tidak merusak hubungan ibu dan anak itu.

"Kadang Mas itu kasian sama kamu," Ucap Bara sembari menyilangkan tangannya di depan dada.

"Kenapa?" Tanya Naqiya dengan tatapan ketusnya. "Aku yang kasian sama Mas Bara. Nggak bisa lepas dari aku karena nggak bisa ngurus diri sendiri 'kan?"

Bayi Dosenku 2Kde žijí příběhy. Začni objevovat