56A | Calon Mantan Suami

Start from the beginning
                                    

Astaga, dirinya pikir hubungannya dengan si brondong, Rama saja yang rumit, ternyata pernikahan jauh lebih rumit.

"Aku minta cerai dari Mas Bara, Can."

Ciiiiitttt!!!

Sontak saja motor matic yang Cantiya kemudikan itu direm mendadak. Membuat klakson sahut menyahut memprotesnya karena berhenti tiba-tiba.

"Et dah bocah ya! Pengen bikin nenek nenek koit jungkir balik apa gimana sih, Neng?!" Omel penumpang  motor itu sebelum melajukan motornya lagi.

"Maaf, Nek!" Seru Cantiya merasa bersalah.

Bagaimana tidak ngerem mendadak? Jantung Cantiya pun rasanya berhenti mendadak saat mendengar sahabatnya meminta cerai dari suami yang bahkan belum ada sepuluh tahun menikah. Astaga, mereka masih pengantin baru!

"Seriusan kamu?!" Todong Cantiya sembari melajukan motornya lebih pelan. "Gila, Nay! Kenapa sih? Karena masalah esek-esek lagi?"

Naqiya menggeleng, "Aku makin sadar aja kalo aku banyak ruginya sama Mas Bara. Aku kehilangan semuanya, Can. Tanggung jawabku terlalu banyak sampe-sampe kewajibanku kuliah keteteran."

"Kehilangan apa sih, Nay?"

Helaan napas Naqiya terdengar berat, "Kehilangan harga diri pastinya, Can, udah muak aku dihina terus. Kehilangan nasab buat keturunanku. Kehilangan waktu buat diri sendiri. Capek, Can, jadi aku. Bukan, bukan jadi aku, tapi jadi istri itu melelahkan."

Cantiya terdiam, tak bisa memberi nasihat atau masukan untuk sahabatnya sebab dirinya tidak mengalami berada di posisi Naqiya. Posisi di mana berat sebelah itu memang tidak pernah menguntungkan.

"Kamu nggak diskusiin sama Pak Bara lagi? Kamu pendem sendiri?" Tanya Cantiya pelan-pelan pada sahabatnya itu.

"Can... Dia itu kalo aku cerita pasti bilangnya 'Mas nggak mau kamu kecapekan' 'Mas nggak mau kamu ini, kamu itu' kaya bullshit doang, Can. Percuma diomongin juga, ntar ujung-ujungnya diingetin tanggung jawabku sebagai istri lah itu lah."

"Hmmm..." Cantiya jujur merasa sayang sekali apabila Naqiya memutuskan untuk bercerai diusia semuda ini. Tapi ia juga tidak tahu 'kan sebesar apa beban Naqiya dalam pernikahannya?

Kalau hubungan itu tak membuatnya bahagia untuk apa masih dipertahankan?

"Perasaanmu ke Pak Bara gimana?" Tanya Cantiya. "Ya aku tau, siapapun yang ngeliat pasti ngerti kalo cintanya Pak Bara lebih gede ke kamu, tapi kamu sendiri ngerasa gimana?"

Naqiya kali diam. Hatinya jelas masih sepenuhnya milik Bara. "Perasaan bisa ada seiring waktu, bisa ilang seiring waktu juga."

"Lepas dari Pak Bara kamu mau nikah sama yang satu marga?" Tanya Cantiya pelan-pelan pada sahabatnya. "Apa kamu yakin, abis lepas dari Pak Bara kamu nggak akan dihina lagi? Apa masa lalu kamu ini nggak jadi gunjingan orang lagi?"

Cantiya melirik sahabatnya dari spion. Wanita itu tampak terdiam, merenungi pertanyaannya. Ia yakin, Naqiya juga tak bisa memastikannya.

"Nggak akan ada habisnya, Nay, kalo kamu mikirin omongan orang. Apa yang kamu lakuin, baik buruk pasti ada aja yang gunjingin," Jelas Cantiya. "Ganti suami pun belum tentu kamu dapet perlindungan sebesar Pak Bara ngelindungin kamu. Belum tentu dapet kasih sayang sebucin Pak Bara ke kamu. Dan belum tentu suami barumu sayang sama anak kamu, Nay."

Naqiya terkekeh sekarang, "Bapak kandungnya sendiri aja nggak sayang, Can, sama Gaza."

"Heh?" Cantiya tertohok mendengarnya. "Ya, nggak mungkin lah, Nay."

"Kamu tau? Di malem aku rahatan, aku tuh nitipin Gaza ke dia, Can. Tau dia malah ngapain? Ketemu cewek cantik terus seksi, berduaan!" Jelas Naqiya.

Cantiya berdecak, "Berduaan gimana, 'kan ada si Gaja."

Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now