negan1,1: dua keluarga berbeda dan dua gadis berbeda

35 5 31
                                    

chapter 21

Perkataan Bunda malam itu ada benarnya saat gue sudah duduk di depan Kak Mishan, kakak perempuannya Rayu yang tinggal di Belgia. Dia mampir ke Indonesia sendirian tanpa mamanya sengaja untuk menyambangi adik tercintanya setelah hampir setahun perceraian tapi malah gue duluan yang dia ajak temu.

Segelas americano di hadapan gue nggak berani gue sentuh meski berkali-kali Kak Mishan menyuruh gue santai dan rileks. Pembicaraan ini sama sekali nggak akan berat katanya, walau hampir seratus persen gue yakin berarti sebaliknya apalagi untuk orang yang sedikit pencemas seperti gue.

Gue sadari Kak Mishan terus memerhatikan gue dengan senyuman manisnya yang menyaratkan kedewasaan. Tampak lebih ramah dibanding muka judes adiknya.

Omong-omong, mereka berbeda berapa tahun? Gue nggak berani bertanya apa pun padanya.

"Rayu gimana di sekolah barunya?" Kak Mishan mendekatkan cangkir latte-nya ke mulut, menyesap sedikit hingga meninggalkan bekas busa di bagian atas bibirnya.

Gue sudah linglung di pertanyaan pertama. Berpikir apa harus berkata jujur, atau berbohong demi menunjukkan citra Rayu yang bagus di depan kakaknya.

Tapi yang kedua bukan gue banget.

"Kayaknya sampai sekarang Rayu belum bener-bener bisa betah," ungkap gue akhirnya. Helaan napas sudah keluar dari mulut gue yang belum mencicipi americano. "Maksud saya, karena Rayu sepertinya belum nerima pernikahan itu, hal-hal yang turut menyertainya kayak pindah ke sekolah baru juga belum Rayu terima."

Kening Kak Mishan mengerut, menatap gue lebih fokus dengan menyangga dagu.

"Rayu emang punya temen di sekolah. Tapi dia kayak yang belum welcome sama mereka atau siapa pun yang berusaha deketin Rayu. Dia seolah menutup diri," gue mengingat-ingat awal-awal Rayu masuk ke sekolah gue sampai sekarang yang hampir nggak ada perubahannya. "Rayu juga masuk teater, Kak, klub saya. Tapi habis ada suatu insiden yang terjadi, dia bilang mau ngundurin diri. Tapi nggak bisa sebelum dia tampil lagi di proyek berikutnya. Menurut saya sih, akting Rayu emang cukup bagus, apalagi dia cepat belajar."

Terdengar dehaman panjang dari Kak Mishan yang kini menatap lurus ke sembarang arah. "Teater, ya?" Dia terkekeh kemudian. "Nggak nyangka gue tuh anak mau ikut klub juga. Awalnya dia paling males sama kegiatan sekolah. Pengennya keliaran mulu."

Gue tertawa tertahan untuk mengiyakan. "Bener, Kak. Sama saya aja dia sering ngajak jalan-jalan."

"Rayu masuk teater gara-gara ada lo kan, Negan?" Kak Mishan tiba-tiba menyimpulkan. Rautnya masih bersahabat.

Tapi tetap saja gue kelimpungan. "N-nggak tahu, Kak. Saya—"

"Coba ceritain tentang Rayu menurut versi lo."

Kak Mishan melihat notifikasi yang muncul di layar ponselnya di atas meja. Mengecek sebentar, dua jempolnya menari, kemudian dia simpan lagi benda itu di sana, kembali mengarahkan senyumnya ke gue.

Gue memejamkan mata, menyangga wajah dengan siku menempel di lengan kursi. Pada akhirnya sepayah apa pun gue menyembunyikan kegelisahan, Kak Mishan yang usianya lebih tua dari gue, pasti sudah menyadarinya dari mulai kemarin lusa gue membalas chat pertamanya dengan membiarkan tanda centang biru terpasang lama tanpa balasan.

Santai dan rileks.

"Saya khawatir banget ke Rayu pas malam itu dia bawa mobil papanya dan melarikan diri dari restoran." Mata gue terbuka. "Dua kali melarikan diri, untungnya saya selalu nemuin dia. Saya bisa sangat ngerti kenapa Rayu nggak betah di rumah dan selalu pengen kabur. Saya berusaha nemenin dia dan mengerti dia. Yah, walau dia baru saya kenal, setelah tahu dia sudah jadi saudara tiri saya, kepedulian itu udah muncul, Kak. Maaf kalau ini kedengeran nggak sopan. Tapi saya sayang Rayu. Kalau Kak Mishan khawatirin Rayu dan takut Rayu kenapa-napa di rumah barunya, saya bakal berusaha buat jagain dia terus. Kakak bisa pegang omongan saya ini."

Take Her to The Saturn [end]Where stories live. Discover now