negan0,7: satu hari yang tidak akan memengaruhi masa depan

55 5 42
                                    

chapter 13

Gue menatap huruf-huruf di buku catatan gue dengan kurang minat. Ini minggu kedua semester satu kelas sebelas. Satu minggu kemarin gue disibukkan dengan kegiataan panitia mos dan latihan demo klub teater, otomatis dispensasi dan meninggalkan pembelajaran di kelas. Ketinggalan. Biarpun cuma satu minggu dan baru awal semester, gue merasa harus segera mengejarnya.

Gue mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha fokus. Gue sudah makan malam, nggak ada hal yang bisa gue lakuin lagi selain belajar. Tapi sepertinya memang agak sulit menyesuaikan kegiatan yang serupa ketika pindah ke rumah baru. Sudahlah. Ribosom, retikulum endoplasma, lisosom, dan mitokondria-nya nanti saja gue urusi.

Gue merebahkan diri di kasur, menatap langit-langit kamar. Keadaan rumah tiba-tiba gue sadari hening biar pintu kamar gue tertutup. Lalu pandangan gue tertaut ke Master Teaching Takagi-san volume satu pemberian Rayu yang gue taruh di meja, bertumpuk dengan buku paket Biologi yang gue beli tadi, dua-duanya plastiknya belum dibuka.

Serasa menemukan bibit kebahagiaan, gue lantas mengambil manga itu dan membacanya sampai habis selama setengah jam. Begitu sampul belakangnya gue tutup, seketika juga hormon dopamin gue redup, digantikan perasaan lega bercampur bersalah karena gue malah baca manga dan bukannya materi Biologi.

Padahal sudah gue putuskan untuk nggak belajar dulu.

Argh.

Saat itu, ponsel gue berdering sangat kencang dan nyaring, menandakan ada yang menelpon. Jam sembilan malam. Siapa lagi yang doyan mengganggu waktu santai gue malam-malam selain—

"Gue kan udah pindah, Bangsat." Gue langsung menghardiknya tanpa ampun.

"Lagi stres lo, ya?"

Biru tahu gue selalu ngomong kasar saat gue lagi stres. Tapi jika gue lagi stres, biasanya dia akan lebih semangat mengganggu gue.

"Gue udah pindah. Lo gak bisa ke sini, Bir."

Biru selalu kabur ke rumah gue di saat dia bertengkar hebat dengan kembarannya. Dan itu terlampau sering. Dan jika sudah sampai kabur, level pertengkarannya sudah tidak dapat ditolerir lagi.

"Sharelock." Bicaranya lurus sekali seolah tanpa dosa.

Bukannya gue merasa terbebani atas  permintaan tolongnya selama ini ke gue, tapi saat ini gue lagi malas basa-basi. "Ya udah lo cari sendiri."

Setelah mengirim lokasi rumah ini ke dia, gue mematikan ponsel dan mulai memejamkan mata, berniat tidur. Biar saja dia luntang-lantung nggak jelas di luar sendirian tanpa seorang pun yang bisa dihubungi. Harusnya jangan keseringan kabur-kaburan dong.

Tapi gue nggak bisa tidur setelah sekian menit berusaha melenyapkan keruwetan pikiran gue yang sebetulnya kurang penting. Dan ketika itu, ada yang mengetuk pintu kamar gue.

Itu Bunda. Katanya Biru sudah sampai. Cepat sekali. "Usahain jangan terlalu sering nginep ya Negan kalau ke sininya malem banget. Takutnya ngeganggu Rayu dan papanya."

Sama seperti gue yang merupakan keturunannya, Bunda pun sering nggak enakan ke orang lain. Terkhusus ke suami baru dan anak tirinya.

Gue berjalan ke bawah, menemukan si tersangka yang baru melepas kunci N-Max di garasi. Lah, itu motornya Navy.

"Kenapa bawa itu?" Gue heran.

Take Her to The Saturn [end]Where stories live. Discover now