10 - Unfairly

739 121 1
                                    

"Udah jangan nangis... emang HP Lo udah jelek, kok...."

Tangisan Rai semakin kencang saat ia mendengar Kelvin mengatakan itu. Ponsel Nokia jadul kesayangan Rai kini sudah tidak berbentuk lagi, hancur berkeping-keping, tidak bisa dinyalakan, benar-benar tidak berfungsi lagi.

"Ada apa sih di HP itu? Ada pulsa 1 juta?"

"Ada emas 10 kilo?"

"Ada Ferarri kayaknya... sampai ditangisin begini-"

"ADA NOMOR ORANGTUA GUE!!"

Kelvin, Faldy, dan Yunanda langsung diam saat Rai membentak mereka. Afhan yang ada di sana juga tidak bisa melakukan apapun, ia hanya diam saja dan menyaksikan semuanya.

Ponsel itu sudah rusak sejak awal, meskipun utuh dan masih berfungsi, Afhan tidak yakin bila akan ada orang yang mau membeli ponsel itu. Memiliki ponsel itu sama saja dengan tidak memiliki ponsel. Benar kata mereka bertiga, tidak perlu ditangisi.

Tetapi, saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rai tadi, Afhan menjadi paham mengapa Rai sangat menyayangi ponsel itu.

"Mama Papa Lo juga gak pernah balas pesan Lo, kan? Gak pernah angkat telepon Lo juga.... Coba Lo inget-inget, udah berapa tahun? Meskipun HP ini rusak, dan nomor HP orangtua Lo hilang, itu semua gak akan berdampak apa-apa...."

Kasar memang, tapi yang Kelvin katakan adalah fakta yang paling fakta. Orangtua Rai tidak pernah membalas pesan Rai ataupun mengangkat telepon Rai, meskipun setiap hari Rai menelpon mereka.

Tapi tetap saja... Rai tidak bisa kehilangan benda persegi yang sudah menemaninya sejak kecil ini. Bukan tentang semewah apa barang itu, tapi tentang kenangan yang ada di dalamnya.

"Kalian gak akan ngerti! HP ini harapan gue satu-satunya!! Kalian harus rasain rasanya ditinggalin orangtua dulu! Baru kalian bakalan ngerti perasaan gue!!"

Sebenarnya Rai juga tidak mengerti alasan orangtuanya tidak pernah menerima panggilan atau membalas pesannya.

"Kalian juga yang bilang bakalan lindungin gue dari pembullyan itu! Mana buktinya?! Waktu kemarin gue dikunciin di kamar mandi, kenapa kalian gak angkat telepon gue!!"

Rai menangis semakin kencang. Sebelumya, ia jarang sekali menangis, mungkin ini pertama kali setelah beberapa tahun. Rai paling anti menjatuhkan air matanya, tapi mungkin sekarang ia benar-benar tidak bisa menahannya lagi.

"Gue bakalan berhenti sekolah!"

Setelah itu, Rai berlari meninggalkan mereka. Mereka tidak menahan atau juga mengejar Rai. Sebenarnya mereka bertiga tahu mengenai bullying yang Rai alami di sekolah itu, tapi ketiganya tidak bisa langsung bertindak, perlu memikirkan cara lain untuk menyelamatkan Rai. Berurusan dengan para penguasa tidaklah mudah.

"Udah gue check out, dikirim ke alamat Lo, Vin....". Yunanda memperlihatkan layar ponselnya pada Kelvin dan Faldy.

"Cuman 2 jutaan? Kenapa gak Lo beliin yang mahal sekalian?!" Faldy protes.

"Ini juga udah bagus, mahal buat Rai. Kalau mahal versi Lo, nanti Rai gak enak sama kita...."

"Yaudah, gak apa-apa. 2 juta dibagi tiga, kan? Nanti gue transfer ke rekening Lo, Yun...."

"Hehe... gue Minggu depan, ya, Yun, belum dikasih duit bulanan, hehe...."

"Iya terserah kalian aja...."

Yunanda mematikan ponselnya lagi, lalu memasukannya ke dalam saku.

"Kenapa sih, ayang? Gemes banget kalau lagi serius gini...."

AFTER LIKE | BxB |Where stories live. Discover now