09 - Impossibility

675 113 8
                                    

"Makasih ya, Pak... saya pulang dulu...."

"Iya dek Rai, hati-hati... kalau tasnya hilang lagi, langsung kasih tahu saya, ya...."

Rai menghela napas berat, pak satpam sudah kembali ke tempatnya, meninggalkan Rai yang kini duduk di depan kelas. Kedua tangan Rai memeluk tas dengan erat, benda yang sebelumnya sempat hilang.

"Gak boleh nangis, gak boleh gak boleh gak boleh gak boleh!!"

Sudah lama sekali Rai tidak menangis, boleh atau tidak, ya? Bila ia menangis saat itu juga?

"Kayaknya emang aku yang salah.... Benar kata mereka, kalau yang benci aku cuman satu atau dua orang, itu masih bisa dibilang kalau mereka yang iri. Tapi ini yang benci dan gak suka sama aku banyak banget... emang tandanya aku yang problematik...."

Gilang kembali tidak hadir, bahkan dari pagi hingga pulang, Gilang alpa di hari itu.

Tapi rasanya air mata Rai sudah habis di masa kecil, meskipun ingin menangis, tapi ia sudah tidak bisa menangis, minimal untuk saat ini, tidak tahu esok atau lusa.

"Apa emang iya, kalau aku ini cowok pick me?"

Tapi, di sebelah mana sikap Rai yang pick me itu?

"Kenapa mereka takut banget kesaing? Udah dikonfirmasi langsung sama kakaknya Gilang, Gilang itu suka cewek... gak bakalan belok. Lagian Gilang juga cuman anggap aku teman. Kalau aku jauhin Gilang, aku harus temenan sama siapa?"

Rai mulai takut, dan mulai sakit hati dengan perbuatan mereka kepadanya.

Hari ini, di pelajaran terakhir tadi, Rai dimintai tolong oleh guru kesenian untuk membantunya membawa buku-buku siswa kelas 10.1 ke ruang guru. Saat Rai kembali, kelas sudah kosong, dan tasnya juga hilang. Tidak lain dan tidak bukan, pasti ada yang menyembunyikan tasnya.

Hingga pukul setengah enam sore, Rai dengan bantuan pak satpam, akhirnya berhasil menemukan tas itu, terkubur di tumpukan sampah yang hendak dibakar.

Rai berdiri dari duduknya, kemudian berjalan beberapa langkah, lalu berdiri di depan cermin full body yang memang tersedia di sana.

Tubuh pendeknya tidak disukai orang lain, kurus kering, wajahnya kusam karena sering terpapar sinar matahari, seragam putih yang hampir menguning, sepatu yang robek di sana-sini, celana abu-abu kebesaran bekas Kelvin.....

"Gak pantes Rai sekolah di sini... boleh ngajuin pengunduran diri gak, ya? Lama-lama bisa setres.... Bullying-nya lebih parah daripada pas SD sama SMP...."

Beda hari, caci maki yang mereka lakukan masih tetap sama, sesekali bertambah. Saat SD atau SMP, Rai lebih sering mendapatkan bullying secara fisik, tapi kali ini sudah mengarah ke mental.

"Rai, mentalnya gak terlalu kuat ternyata...."

Baru segini, masih ada dua tahun sepuluh bulan lagi agar dirinya bisa lulus.

Pada akhirnya, Rai memilih untuk pulang ke rumahnya, hampir malam... sekolah sudah mulai sepi.

"Eh, udah ketemu aja tasnya...."

"Padahal kita buang di tempat sampah, loh, kok bisa ketemu?"

"Ya kan insting. Kalau pada dasarnya udah sampah, pasti berhubungan nya sama sampah terus, hahaha...."

AFTER LIKE | BxB |Where stories live. Discover now