"Oh kamu sudah datang. Duduklah," perintah pria ini. Cila mengangguk dan langsung mengambil duduk di kursi di depannya. "Sebelumnya saya minta maaf jika mungkin memotong jam makan siangmu, Cila. Tapi hal ini sangat mendesak sekali dan harus segera saya selesaikan. Kamu bisa bantu saya memindah data-data yang ada di map ini ke dalam bentuk file dokumen? Semuanya agar terlihat rapi. Di sana sudah banyak yang saya tandai, kamu hanya perlu menyalin yang tidak saya coret."

Cila mengambil alih map itu, cukup tebal kertas-kertas di dalamnya. "Baik, Pak. Kapan saya harus menyelesaikan ini semua?" tanyanya.

"Besok pagi harus segera saya serahkan. Apa kamu bisa?"

Cila melotot. Sebanyak ini dan dia harus menyelesaikannya sampai sore nanti dong?

"Ada apa? Kamu pasti tidak bisa ya? Baiklah tidak apa-apa. Biarkan saya saja yang menyelesaikannya nanti. Terpaksa saya harus lembur sepertinya malam ini."

Cila pun merasa kasihan melihat Pak Gun yang merupakan seorang ayah dan suami. Kepulangannya ke rumah pasti sangat dinantikan oleh keluarganya.

"Biar saya saja yang lembur hari ini, Pak," ucap Cila dengan cepat.

"Kamu serius? Apa tidak keberatan?"

"Tidak sama sekali, Pak. Bapak bisa pulang seperti biasanya. Keluarga Bapak pasti sedang menunggu di rumah kan. Saya akan pastikan pekerjaan ini selesai besok pagi."

Pak Gun pun tersenyum senang. "Terima kasih, Cila. Sebenarnya hari ini adalah hari ulang tahun anak saya. Dan kami sekeluarga sudah berencana akan menghabiskan waktu makan malam bersama. Tapi karena pekerjaan ini saya jadi ragu bisa menepati janji itu. Tapi berkatmu, saya sangat berterima kasih untuk ini."

Cila pun dibuat kagum melihat Pak Gun yang begitu mencintai keluarganya. Sebenarnya ada iri juga di sana yang mungkin dirasakan oleh Cila. Tentu kata 'keluarga' akan sulit dia gapai saat ini, mungkin tidak akan pernah ia dapatkan.

"Kalau begitu saya ucapkan selamat ulang tahun untuk anak Bapak. Semoga malam ini menjadi lancar. Ya sudah saya permisi dulu agar pekerjaan ini cepat selesai."

Pak Gun mengangguk dan membiarkan Cila pergi.

Sepanjang hari yang Reynart lakukan hanyalah menunggu. Dia mencoba berpikir sejenak untuk menentukan apa yang akan ia lakukan untuk hubungannya dengan Cila. Sebenarnya tidak pernah terpikir oleh benaknya mengenai sosok mermaid yang menjadi takdirnya. Pantas saja dia sulit menemukan pasangannya di dunia ini, ternyata perbedaan yang begitu jauhlah yang menjadi faktor utama.

Sejak kedatangan dan melihat putranya tampak berbeda, timbul rasa curiga besar di benak Mr dan Mrs. Martin. Mereka begitu mengkhawatirkan Reynart, lalu mereka juga masih belum tau ke mana putranya itu pergi selama ini.

"Apa tidak kita tanyakan kepadanya? Aku sangatlah khawatir," ucap Mrs. Martin di mana sifat keibuannya selalu keluar jika menyangkut putra putrinya.

"Sudahlah, biarkan dia berpikir sejenak. Tampaknya dia telah melalui pergulatan besar di dalam pikirannya. Mungkin dia masih belum menemukan ketenangan."

Akhirnya kedua orang dewasa ini pun memilih mengalah. Di saat hatinya masih gelisah, Reynart masih mengingat saat-saat di mana dia pertama kali memiliki luka di punggungnya. Itu tepat di hari wawancara kerja. Lalu dia mengingat bagaimana interaksi dengan mate nya yang begitu bodohh. Ya, Reynart sadar bila dia terlalu keras memperlakukan Cila sejak pertama kali bertemu.

Wanita yang sejak tadi fokus di depan komputer pun merasa lega sekarang. Senyum bahagia tercetak jelas di wajahnya. Cila mulai meregangkan tubuhnya beberapa saat. Lalu dia menatap jarum jam di dinding. Seketika matanya pun melotot ketika baru menyadari bila dirinya terlalu fokus melakukan pekerjaan sehingga lupa waktu. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Dengan cepat wanita ini pun buru-buru mengemasi barang-barangnya.

MATE TERAKHIR✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang