BAGIAN 11

350 10 0
                                    


"Kamu sudah pulang, Nak?" tanya sang ibu yang mendapati putrinya sudah berada di rumah.

"Iya, Bu. Baru saja. Pak Reynart memintaku pulang."

Sang ibu mengangguk. Ajil berlari menuju ke kamar, sedangkan ibunya mengobrol dengan Cila. "Ibu dan Ajil mampir sebentar ke penjual minuman dingin. Adikmu ingin minum es katanya," ungkap wanita paruh baya tersebut. Cila mengangguk paham, pantas saja saat sampai di rumah dia tak menemukan sosok keduanya.

"Ibu ... ada yang ingin aku tanyakan. Ada dua hal sebenarnya," ujar Cila dengan tatapan penuh keseriusan. Wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya pun menatap putrinya dengan penuh. "Begini, Bu. Tadi Pak Reynart bertanya mengenai kalung yang aku pakai ini. Aku tidak tau mengapa dia bertanya hal itu, aku takut dia curiga kepadaku, Bu."

Ibu Cila pun terkejut ketika mendengar perkataan sang putri. "Lalu, kamu jawab apa?"

"Aku hanya mengatakan jika kalung ini dibelikan Ibu," ungkapnya.

"Syukurlah. Kamu harus lebih berhati-hati, Cila. Kalung inilah yang membuat kita bertahan di dunia manusia. Jika kita tidak memakainya, identitas sebagai kaum mermaid bisa terbongkar. Ini akan membuat kita semua dalam bahaya."

Cila pun mengangguk paham sembari menggenggam liontin di kalungnya. "Bu ... apa tidak sebaiknya kita ubah saja bentuknya? Misal sebagai cincin atau gelang atau sesuatu yang mungkin tidak begitu menarik perhatian," saran wanita ini.

"Sepertinya tidak bisa, Nak. Ini digunakan sesuai dengan tingkat umur orang yang memakainya. Adikmu masih kecil, jadi Ibu bisa mengakalinya dengan barang-barang kecil. Untuk kita berdua, kalung adalah hal yang paling aman. Mungkin kamu harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Ibu akan mencari rantai yang jauh lebih panjang agar liontinnya tidak begitu kelihatan."

"Baik, Bu. Lalu ... ada pertanyaan lagi yang ingin aku ajukan," kata Cila. "Ibu ... beberapa kali aku merasakan getaran aneh di dadaku. Aku tidak tau ini apa, yang jelas itu terjadi semenjak aku mulai bekerja di kantor tersebut."

Mendengar penuturan putrinya membuat wanita paruh baya itu seketika melotot. Dia langsung mengubah duduknya jauh lebih dekat untuk menatap putrinya. "Di mana? Kapan kamu merasakan itu?" tanyanya dengan cepat. Melihat respon ibunya yang aneh membuat Cila kebingungan.

"Di saat tertentu, Bu. Itu terjadi sebanyak dua kali. Pertama saat di hari wawancara, lalu tadi saat di sekolah Ajil. Dan itu terjadi setiap kali aku bersentuhan dengan Pak Reynart."

"APA?!" pekik wanita paruh baya tersebut. Cila pun meringis melihat respon ibunya ini. "Pak Reynart atasanmu itu?" tanyanya untuk memastikan.

"Iya, Bu. Tapi aku yakin mungkin itu hanya kebetulan saja. Atau aku mungkin memiliki masalah di bagian ini, Bu," sahut Cila sembari menunjuk bagian dadanya.

Sang ibu pun menggeleng. Wanita itu memijit pangkal hidungnya, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat. Cila pun semakin dibuat bingung karena tak paham.

"Ini rumit, dan kamu pasti tidak akan paham, Nak," lirih wanita paruh baya tersebut.

"Sebenarnya ada apa, Bu? Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Apakah ini sebuah masalah yang besar? Coba Ibu jelaskan lebih dulu," tanya Cila.

Sang ibu menatap wajah putrinya. "Ibu tidak tau ini sebuah kebenaran atau tidak, tetapi jika itu benar Pak Reynart maka kamu harus bersiap dengan segala kemungkinan yang ada. Ibu berpikir Pak Reynart mungkin mate mu, Cila."

"APA?!" pekik wanita ini dengan begitu nyaring. Seketika isi kepalanya menjadi berat. Tatapan Cila menjadi kosong.

Sang ibu menyentuh pundak putrinya. "Ibu akan bertanya kepada seseorang lebih dulu. Jika itu benar adalah ciri-ciri mate mu, maka mau tidak mau kamu harus menerima takdir yang sudah digariskan. Tetapi, semuanya tidak akan berjalan lancar jika kamu tak memastikannya sendiri. Yang jelas jika takdir yang berasal dari dua bangsa berbeda, maka salah satunya akan merasakan getaran sebagai mate. Dan mungkin karena atasanmu itu adalah manusia, jadi hanya kamu saja yang merasakannya."

MATE TERAKHIR✔Where stories live. Discover now