Naqiya mulai merasa tidak nyaman dengan intimidasi yang ia dapat dari perempuan ini. Padahal pesta ini sangat ramai dan asyik. "Gaza namanya."

"Cakep banget namanya," Ucap perempuan itu lagi. "Pake marga bapaknya ya? Eh, pake marga nggak sih?" Perempuan itu melirik yang lain seakan bertanya.

Bukan, bukan untuk bertanya, melainkan untuk meledek Naqiya di depan matanya sendiri. Demi Tuhan rasanya Naqiya ingin segera pulang dan pergi dari tempat ini.

"Kok jadi bahas anak sih, Bun," Ucap Salwa merubah suasana mencekam barusan. "Kamu sendiri kapan nikahnya, Tsan? Nikah dulu, baru bahas anak sama kita," Balas Salwa dengan kalimatnya.

"Duh, Kak Salwa bisa aja 'kan," Ucap perempuan yang sedari tadi menyindir Naqiya. "Masih trauma aku sama kejadian Abang. Serem 'kan kalo ternyata calonnya lon—ups."

Gadis muda yang cantik dengan mata tajamnya itu terus melirik Naqiya ketika dirinya mulai mengeluarkan kata-kata sindiran. Tentu saja hal itu membuat hati Naqiya merasa tidak nyaman. Ada ketakutan di dalamnya.

"Lon?" Tanya mereka di sana yang tidak paham dengan ucapan perempuan tadi.

"Aduh, enggak, Abang 'kan dipenjara karena kasus kekerasan tuh," Lagi, gadis itu lagi-lagi berkata dengan tatapan tajamnya pada Naqiya. "Jadi aku takut kalo dapet calon kaya Abang yang protektif tapi pake kekerasan, ya walaupun niatnya baik sih hahahaa..."

Mereka di sana segera tertawa mendengar gadis itu menyindir Abangnya sendiri tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pesta meriah ini dihiasi dengan tawa wanita-wanita cantik yang antusias menunggu sampai acara selasai.

Tapi, tidak dengan Naqiya.

"Eh tapi Fat kapan bebas ya? Kasian sumpah," Tanya salah satu dari mereka lagi saat tak mendapati Fat ada di acara ini. "Udah kangen juga sama Baby Yusuf."

Bukan Naqiya tidak sadar, ia sangat amat sadar kalau pandangan mereka kini fokus ke arahnya. Sebab, satu dunia juga seharusnya mengetahui yang menjebloskan sepupunya sendiri ke jeruji besi adalah Naqiya.

"Bener," Celetuk seorang gadis di sana lagi. "Denger-denger si Amir, suaminya, kesepian, tapi jadi makin bucin gitu. Suka jenguk istrinya mulu. Duh beruntungnya Fat punya suami kaya gitu."

"Udah udah, doain aja semoga Fat cepet bebas," Celetuk salah satu dari mereka yang enggan menyindir Naqiya di sana.

"Yaudah deh, kita kesana dulu yaa, Kak Sal, Kak Nay," Ujar mereka sembari berjalan menjauhi Salwa dan Naqiya. "Lagian heran banget, ada ya orang tega jeblosin sepupunya sendiri ke penjara."

"Hihihi... Iya mangkanya ati-ati kalo deket dia, salah salah dikit nanti dituntut."

Telinga Naqiya masih cukup jelas mendengar ujaran mereka setelah pamit tadi. Di belakangnya, mereka masih membicarakan masalah itu.

Demi Tuhan, Ia menyesal tidak mengindahkan peringatan suaminya. Ia menyesal tak mendengar larangan Bara dengan dalih keluarga akan membuatnya aman dan nyaman.

Nyatanya, pesta meriah ini justru membuat Naqiya merasa sesak. Bukan, bukan dengan acaranya yang gagal atau tamu yang lain.

Semuanya hanya karena satu perempuan yang dari awal mendatangi Naqiya dengan wajah penuh dendamnya.

"Tsania," Panggil seseorang pada perempuan itu. Jantung Naqiya dibuat berhenti sepersekian detik kala nama yang tidak asing itu dipanggil.

Tsania?

Entah berapa tahun lalu ia pernah mendengarnya, Naqiya sendiri lupa. Yang jelas dulu saat mengobrol dengan Ali, pria itu beberapa kali menyebut nama Tsania.

Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now