13

104 6 3
                                    

Tes DNA baru bisa dilakukan bulan depan. Selama masa menunggu itu, Kai memindahkan bayi Jeny ke rumah sakit lain. Dia lakukan penjagaan ketat tidak ada satu orang pun yang bisa menjenguk kecuali atas izinnya.

Nyonya Kalfa tentu saja kalau kabut mendengar ini. Dia menuding-nuding Kai sebagai orang yang paling kejam karena menyembunyikan bayi dari ibunya.

Seperti biasa, Kai tidak akan peduli dengan tuduhan itu. Dia merasa bahwa apa yang dilakukan benar, tidak ada satu pun orang yang bisa mencegahnya.

Nyonya Kalfa marah juga pada Jeny. Bagaimana mungkin dia masih belum juga pulih setelah beberapa hari melahirkan, sampai tidak bisa mencegah Kai membawa bayinya pergi.

"Kalau begini ceritanya, sama saja kamu gagal juga untuk mendapatkan Kai!"

Jeny sedang merasa kesakitan karena dia baru saja selesai melahirkan. Operasi caesar tidak berarti membuatnya bebas total dari rasa sakit. Perutnya masih terus nyeri, ditambah dia juga stres. Ibunya ada di sini tidak membantu sama sekali. Malah hanya menambah masalah.

"Harusnya, dari dulu kamu itu sudah bisa mengeruk harta Kai. Dulu pakai gaya segala mau membuat laki-laki itu jatuh cinta tulus ke kamu. Sekarang lihat, bukan kita nggak dapat apa-apa, kamu juga malah sudah melahirkan pula!"

"Ibu tolong keluar dari sini!" Jenny tidak tahan dengan perlakuan ibunya. Kalau Ibu datang ke sini cuma mau untuk memarahiku, lebih baik keluar saja!"

"Dasar anak kurang ajar, dalam kondisi begini kamu juga masih bisa bersikap sombong!"

"Karena Ibu yang nggak bisa ngerti keadaanku gimana!"

Tuan Kalfa tidak tahan melihat perdebatan antara istri dan juga anaknya. Dia meminta agar istrinya itu keluar membiarkan Jenny beristirahat dulu. Kasihan dia baru melahirkan, juga tidak bisa melihat bayinya.

Nyonya Kalfa sempat tidak terima dengan perlakuan suami. Apa? Kenapa dia dipaksa keluar saat ingin bicara dengan anaknya? Tapi laki-laki itu berhasil membujuk istrinya untuk keluar membiarkan Jeni istirahat di kamar.

Saat tidak ada siapa-siapa Jenny berteriak. Dia merasa sakit di seluruh tubuh, juga hatinya. Sebentar lagi, rahasia itu akan terbongkar. Kai pasti akan menyingkirkannya, tanpa belas kasihan. Dia harus lakukan sesuatu untuk mencegahnya.

Jeny mencari ponselnya. Mungkin dia bisa minta bantuan Ardan. Minimal untuk mengakali atau mencari dokter yang bisa diajak kerja sama. Kalaupun cara itu masih tidak berhasil, Jeny hanya berharap agar anak itu disingkirkan!

Sekalian Kai tidak perlu tahu bahwa itu bukan anak kandungnya. Lebih baik dia lenyap dari muka bumi ini!

Jeny menelepon Ardan, meminta laki-laki itu untuk menolongnya lagi. Sayangnya, keinginan wanita itu tidak berhasil. Ardan menolaknya mentah-mentah. Dia tidak bisa berbuat apa-apa karena Kai jauh lebih berkuasa darinya. Ardan mengaku dia masih sayang pada hidupnya sendiri, tidak mau berbuat hanya konyol yang akan membuatnya dapat masalah besar nantinya.

Jenny bisa gila kalau begini. Tidak ada satu pun orang yang bisa dia andalkan. Kecuali memang hanya dirinya sendiri yang bisa bertindak.

Tanpa buang waktu, meskipun keadaannya masih sakit Jenny memutuskan untuk pulang ke rumah Kai. Ayah dan ibunya yang mengantar. Semua orang itu memang tidak tahu malu, meskipun sudah ketahuan kalau salah tetap saja nekat berani menemui Kai.

Sabrina melihat Jeni dalam keadaan pucat. Dia hampir seperti mayat hidup. Bahkan sesekali masih meringis kesakitan ketika berjalan untuk menemui Kai.

Sebenarnya, ada rasa tidak tega di hati Sabrina. Tapi, dia berusaha untuk menahan diri. Ini adalah pelajaran bagi Jenny yang berusaha merusak rumah tangganya. Supaya lain kali wanita itu tidak berani lagi mengulanginya.

Sabrina dan KaiWhere stories live. Discover now