6

52 5 0
                                    

"Sabrina marah denganku."

Bobby cuma berjongkok memperhatikan Kai yang sekuat tenaga dari tadi memukuli samsak. Kebetulan mereka ikut club tinju. Kai mengikuti cuma sebatas untuk menyalurkan hobi. Bukan berniat untuk menjadi profesional. Hanya berlatih seminggu sekali atau kalaupun memang punya waktu senggang bisa dua kali dalam satu minggu.

Dia melampiaskan semua kemarahannya ke bantalan keras tersebut. Peluh memenuhi tubuh, napasnya juga tersengal-sengal. Tapi dia tidak ada niatan untuk berhenti, sepertinya sengaja ingin menuangkan semua kekesalan melalui bantalan keras tersebut.

Beberapa menit lalu mereka masih sempat bertarung di ring. Tapi, Bobby harus berhenti lebih dulu karena dia sudah kelelahan. Lagi pula nanti malam dia mau ada acara dengan keluarga Dira--calon istrinya--kalau kehabisan tenaga nanti bisa mengantuk saat hadir ke acara tersebut. Ditambah lagi tidak ada hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi orang yang sedang emosi.

Kai lanjut memukul, Bobby memilih untuk keluar dari ring, meneguk minuman untuk menghilangkan dahaga. Beberapa detik setelahnya orang yang dari tadi sibuk memukul samsak tersebut kelelahan. Dia ikut keluar dari ring mengambil minumannya.

"Jangan bilang inj masalah Jenny." Bobby menebak tepat sasaran.

Kai tidak menyangkal apa yang kawannya tuduhkan. Dia bilang, "Kalau boleh aku ingin bunuh dia."

Coba bayangkan. Siapa yang tidak jadi emosi kalau tiba-tiba ada perempuan datang ke rumah, tidak bisa diusir, meminta tinggal di sana. Sementara Sabrina juga tidak mau mengalah karena dia merasa menjadi istri sah Kai

Bobby bilang mereka itu merebutkan orang yang layak--Kai yang tampan dan mapan. Tinggal bagaimana pria itu nanti akan memilih. Yang jelas, dia harus ingat selama satu tahun pertama pernikahan dengan Sabrina, laki-laki itu sudah khilaf sampai membuatnya terus sakit hati.

"Ow, Kai. Itu kata-kata yang nggak pernah aku duga bakal kamu ucapkan." Bobby menyimpulkan senyum. "Bukannya dulu sampai bela-bela dia setengah mati?"

Kai tidak menjawab. Dia sadar betul kalau apa yang dilakukan itu memang salah. Bahkan, Bobby bisa menambahkan omongannya lagi.

"Kamu selingkuh dari Sabrina, cuma untuk bersenang-senang dengan Jenny. Sekarang malah bilang mau bunuh dia."

"Karena aku tahu kalau selama ini dia bohong." Kai menemukan ada banyak bukti tentang kebohongan. Tapi, dia tidak berani mengungkapkan ini secara terang-terangan baik di depan Jenny ataupun orang lain. Lebih khusus di depan Sabrina.

Dia malu. Kebohongan cuma membuat harga dirinya hancur berkeping-keping. Semakin banyak terbongkar semakin tidak punya muka dia di depan Sabrina dan keluarganya. 

"Ke mana saja kamu baru sadar?" Bobby tahu kalau Sabrina istri yang polos dan tidak akan macam-macam. Saat Kai menuduh perempuan itu selingkuh, kenyataannya malah Kai yang macam-macam. "Kali ini apa lagi yang dia lakukan?"

"Dia datang ke rumahku, tiba-tiba ngotot minta tinggal di sana."

"Sudah sampai seberani itu?"

"Karena dia mengaku hamil anakku." Kai menggeram. Dia yakin kalau ini adalah sebuah kebohongan lagi. Seingatnya, mereka tidak pernah berhubungan intim. Bagaimana bisa Jenny hamil.

Jenny cukup hebat. Dia bisa  membuat Kai yang dingin dan angkuh itu sampai tidak bisa berkutik.

"Kamu bisa tes DNA." Bobby memberikan saran.

"Aku memang akan test DNA. Tunggu sampai dia nanti melahirkan." Sekarang yang lebih dia pikirkan adalah perasaan Sabrina. 

Kai mendesah. "Aku nggak mau buat istriku kecewa lagi."

"Apa repotnya?" Bobby heran kalau Kai pusing. "Itu rumah kamu, bebas kamu tolak siapa pun yang akan datang."

Kai menanikkan sebelah alis. "Terus, setelah itu akan ada pemberitaan heboh di media mengatakan aku mengusir perempuan hamil."

Bobby hampir menertawakan Kai, jika saja ini bukan masalah serius. 

Kai menambahkan, "Kamu tahu sendiri Jenny licik. Nggak mungkin aku sembarang bertindak."

Bobby rasa Kai benar. Apalagi media di negara ini terkesan sangat menggosok berita buruk entah itu fakta atau hanya opini. Selera peminat berita, ketimbang melihat atau mendapat info positif hal-hal yang bisa menjatuhkan orang lain jauh lebih diminati.

"Jenny bisa manfaatnya situasi untuk membuatku jauh lebih buruk." Kedengarannya, Kai sudah tidak punya upaya untuk melawan tindakan Jenny.

"Aku nggak punya ide." Bobby sedang enggan memalksa otaknya untuk berpikir keras. "Kalau kamu mau menerima saran, lebih baik lebih banyak bersikap manis lada Sabrina."

Kai merutuk. Dia tahu kalau Sabrina itu berbeda dari wanita lainnya. Mereka bisa diimingi dengan hal-hal yang bagus dan menyilaukan. Berlian, emas, mobil baru, atau tas mewah.

"Sabrina itu susah-susah gampang. Aku nggak bisa menyamakan dia dengan wanita lain."

Seperti yang Bobby katakan kalau dia sedang tidak punya ide untuk urusan kali ini. Yang laki-laki itu lakukan malah menyampaikan undangan pada Kai.

"Minggu depan acara pertunanganku dengan Dira." Bobby menjelaskan. Dia memasukkan handuk kecil ke tas olahraga miliknya, bersiap untuk pergi setelah ini.

Kai menerima undangan itu, dia tidak banyak bereaksi.  Ternyata, jadi juga Bobby menikah dengan Dira. Dulu lantaran dia membuka bisnis toko bunga beberapa orang malah berpikir kalau dia ini tidak jantan.

"Oke, aku akan datang." Kai menyimpan undangan itu.

Sebelum pergi Bobby ingatkan lagi. "Bawa satu pasangan." Itu berarti Kak harus memilih salah satu di antara Jenny dan Sabrina. "Aku nggak mau kalau sampai kalian ribut di pestaku," tegasnya.


Sabrina dan KaiWhere stories live. Discover now