7

80 8 2
                                    

Setelah drama yang begitu panjang antara Sabrina, Kai, dan juga Jeni. Akhirnya Jeni, di sini kamu tinggal bersama mereka tapi tidak bisa masuk rumah. Dia dapat tempat di paviliun. Meski begitu, perempuan itu sudah bersikap sama sombong. Bahkan sudah berani menyamakan dirinya dengan Sabrina.

Seperti yang pagi ini dia lakukan, ketika pelayan yang ditugaskan untuk mengurusnya bertanya dia mau sarapan apa.

Duduk di sofa sembari menyilang kaki, jadi membayangkan sebagaimana layaknya dia harus diperhatikan di sini. Karena dia tidak ingin disaingi Sabrina, perempuan itu berkata, "Aku mau makanan sama seperti yang Sabrina makan!"

"Baik, Bu." Pelayannya itu kemudian pergi setelah mendapat perintah dari Jeni. Dia pergi ke rumah utama untuk meminta sedikit makanan sarapan ya disiapkan di rumah tersebut.

Setelah mendapatkannya, dia kembali ke paviliun membawa nampan yang berisi sarapan untuk Jeni.

"Apa-apaan ini!" Jenny marah ketika dia melihat semangkuk bubur ketan hitam dan juga air madu hangat. Menurutnya makanan itu sama sekali tidak layak untuk disajikan. Rumah ini begitu mewah. Mereka pasti punya koki atau stok makanan elite lainnya. 

 "Aku minta makanan bukan, disajikan makanan sampah kayak gini!" Sabrina mungkin saja menikmati makanan khas Eropa dari sajikan oleh koki profesional. Sementara, Jenny malah diberikan makanan ini?

Jeni mengatakan kalau itu adalah makanan sampah.

“Tapi, Bu. Ibu bilang tadi mau makanan yang sama dengan Bu Sabrina. Ya ini makanan yang Bu Sabrina makan.” Pelayan di rumah yang tidak tahu apa-apa itu hanya menjelaskan sesuai dengan faktanya.

Tidak peduli apa pun alasan yang jelas dia tidak mau makanan murah seperti itu. Dia sudah tinggal di rumah ini, harusnya mendapatkan pelayanan istimewa.

“Aku nggak mau makan yang kayak gini. Kamu kira aku ini apa sampai harus dikasih makanan yang kayak gini!”

Pelayan yang tidak mau banyak bicara kembali ke ruang utama. Dia membawa lagi makanan tadi ke dapur untuk diganti dengan menu lainnya. Tapi, belum sampai tugasnya diselesaikan pelayan tadi malah bertemu dengan Sabrina.

Semula mereka membawa makanan tersusun rapi, juga ditutup dengan rapat. Tapi, sekarang sudah beda semua bentuknya.

“Ini kenapa makanannya berantakan?” Sabrina bertanya.

“Maaf, Bu. Tadi itu Bu Jeni minta sarapan yang sama kayak Bu Sabrina, tadi waktu kami siapkan dia marah-marah.”

“Alasannya apa dia marah-marah?”

“Katanya karena makanan dikasih ini malah nggak layak makan.”

Rupanya belas kasihan yang diberikan Sabrina tidak juga membuat Jeni bisa berpikir. Dia masih saja jadi orang yang angkuh dan tidak tahu diri.

“Tunggu di sini!” Sabrina mengambil nampan yang dibawa pelayannya. “Kalian nggak usah siapin makanan lagi untuk dia.”

Tanpa ragu, Nyonya di rumah itu akhirnya pergi ke paviliun untuk menegur apa yang Jenny lakukan. Tidak segan-segan Sabrina menaruh nampan di meja secara kasar, membuat perempuan yang merusak rumah tangganya itu membulat matanya.

Mulut Jenny sudah terbuka mengatakan sesuatu. Tapi, dengan sigap Sabrina mengingatkan dia lebih dulu.

“Jeni kamu itu bukan nyonya di sini. Jadi, jangan sok ngatur.”

“Apa sih, kamu?” Dalam kondisi hamil Jenny melipat tangan berusaha untuk mendorong Sabrina agar menjauh. “Kenapa, jadi kamu yang sewot urusan aku mau makan apa!”

“Dengar, Jeni, aku sama sekali nggak masalah dengan apa yang mau kamu makan. Tapi, aku paling marah kalau kamu semena-mena dengan pekerja di rumah ini!” Bahkan Sabrina sendiri sebagai nyonya di rumah ini tidak pernah memperlakukan mereka semena-mena. Bagaimana mungkin dia yang hanya orang menumpang malah berani macam-macam.

Sabrina dan KaiWhere stories live. Discover now