12

41 5 0
                                    

Jeni terus merintih kesakitan. Dia  tahan lagi memang sakit. Sabrina sempat merasa jengkel dengannya tadi karena punya niat jahat untuk membunuhnya. Tapi, dia masih bersyukur Tuhan menerima kesempatan untuk hidup dan ini yang menjaganya kembali luluh ketika melihat Jeni kesakitan.

Jeni meminta Kai untuk memegang tangannya ketika dia dibawa ke rumah sakit. Lali-laki itu tidak menggubris, dia sudah cukup baik mau membawa Jeni. Baginya ini adalah karma karena perempuan itu terus saja menipu mereka.

“Kai, aku mohon.” Jeni yang mengerang kesakitan meminta agar Kai mau memegang tangannya.

Sabrina masih punya hati walau dia merasa sakit. Dia tarik tangan Kai untuk bisa memegangi Jeni. 

Kai menatapnya, dengan segera Sabrina mengalihkan pandangan. Bukan waktunya untuk mereka egois sekarang. Bukan waktunya juga untuk memikirkan cinta segitiga di antara mereka. Rasa sakit karena mau melahirkan, Sabrina sendiri belum tahu karena dia belum pernah merasakan. Tapi, dia bisa membayangkan betapa sakitnya itu.

Jeni mendapatkan tangan Kai. Dia memegangnya erat. Keringat dingin mengucur di kening. Dia kesakitan luar biasa, sampai mengutuk bayi yang ada dalam kandungannya sebagai bayi setan!

Jika dia bukan anak terkutuk, mana mungkin dia membuat ibunya kesakitan begini. Apalagi, setelah ini juga Jeni akan berurusan dengan Kai soal status anak yang akan dilahirkannya.

Bayi sialan.

Jeni pikir dia akan bunuh bayinya. Setelah lahir atau kalau perlu membuangnya saja.

Ibunya mungkin bisa diajak kerja sama. Jeni butuh ibunya.

Tolong telepon ibuku, aku mau bertemu dengannya.

Kai bergeming untuk  sesaat.

“Kai, tolong aku mohon tolong telepon ibuku.”

Hari ini cuma ada kita dan dokter yang menanaganimu!

Jeni hampir mati terkejut mendengar omongan Kai.


*

Sabrina menunggu di luar ketika Jeni menghadapi hidup dan mati saat akan melahirkan bayinya. Dia menaikkan operasi caesar untuk menyelamatkan hidup sendiri dan juga anak dalam kandungannya.

Sabrina pucat. Sebagian kecil hatinya merasa bahwa apa yang dia lakukan tadi cukup keterlaluan. Dia tahu bahwa Jeni tidak bisa stres, tapi dia malah melakukannya. 

“Kamu cemas soal dia?”

Sabrina mengangguk. “Biar gimana pun juga, aku dan dia masih bersaudara.”

Kai menghela napas berat. “Aku minta maaf.” 

Ini memalukan sekali bagi Kai. Dia dulu selalu berpikir bahwa hanya wanita terbaik yang bisa mendampinginya, lalu dengan begitu bodohnya malah mengira bahwa  perempuan itu adalah Jeni. 

Sosok yang jangankan pantas untuk menjadi pendampingnya, berada di dekat Kai saja sudah tidak pantas. Orang yang paling manipulatif, pembohong, dan juga tidak punya perasaan.

Kai hampir saja, meninggalkan wanita yang begitu berharga hanya untuk mendapatkan penipu ulung seperti Jeni itu. Bahkan, dulu dia rela menyakiti Sabrina akibat tipu daya dari perempuan itu.

Sabrina menatap Kai lekat. Saat ini cuma buang-buang waktu kalau mereka kembali harus mengingat masa lalu. “Ini bukan salah kamu.”

“Secara nggak langsung, ini adalah salahku.” Kai menyudutkan dirinya sendiri. “Kalau saja dulu aku percaya padamu, juga nggak pernah terjebak dengan tipu dayanya. Mungkin sekarang keadaan kita nggak begini.”

“Aku nggak mau menyalahkan keadaan.” 

Sabrina  mengusap lengan suaminya. Apa yang sudah terjadi memang tidak bisa dilupakan begitu saja. Tapi, dia juga tidak mau suaminya menyalahkan diri sendiri. Sekarang yang lebih penting adalah mereka memikirkan keselamatan Jeni.

Dokter mengatakan kalau kondisi bayi dalam kandungannya saat ini lemah. Dia belum cukup umur untuk lahir.

Setelah beberapa jam melewati masa yang sangat genting, dokter keluar dari ruang operasi. Ibu dan bayinya selamat, tapi kondisi mereka berdua sama-sama kritis. Detak jantung Jeni tidak stabil pasca melahirkan. Sementara, bayi yang baru saja lahir kondisinya sangat lemah. Dokter sedang mengusahakan untuk bisa menyelamatkannya.

Ayah dan ibunya dan Jeni yang baru saja tiba setelah mereka diberitahu oleh Sabrina soal keadaan anaknya saat ini.

Nyonya Kalfa bersedih saat tahu bahwa keadaan Jeni kritis. Dia nyaris pingsan, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Jelas-jelas sehari sebelumnya dia masih bicara dengan Jeni dalam keadaan sehat.

“Kamu pasti terus menekannya sampai dia stres dan akhirnya seperti ini!” Di hadapan Kai, Nyonya Kalfa begitu berani menunjuk dan menyalahkan Sabrina.

Kai menarik Sabrina agar berada di belakangnya. “Berani kamu bicara kasar lagi pada Sabrina, kasus korupsi suamimu akan aku perkarakan!”

Tuna Kalfa panik. Dia merupakan staf di perusahaan cabang Alaxar Group–perusahaan milik keluarga Kai– lalu secara sengaja memanipulasi laporan stok barang demi keuntungannya sendiri. Permasalahan ini tentu saja sudah diusut, tapi Kai yang dulu pernah memiliki hubungan dengan Jeni memilih untuk diam saja demi menghargai mantan kekasihnya itu.

Lagi pula, tidak seharusnya mereka percaya diri seperti ini. Bayi laki-laki yang baru saja lahir tersebut, tidak peduli kondisinya kritis bagaimanapun juga, Kai akan melakukan tes DNA segera.

Jika terbukti kalau itu bukan anak kandungnya, Kai akan menyingkirkan mereka segera.








Sabrina dan KaiKde žijí příběhy. Začni objevovat