10

40 13 1
                                    

Tidak perlu menjadi swastamita di saat fajar.

"Rea, kalau kamu mau pulang deluan aja, aku mau ngelihat ibu aku di Rs, terus lanjut beli kertas canvas, sama cet air," ujar Merta memasukkan beberapa sisa cet kedalam tasnya.

"Kamu ada niatan nanti mau ke taman ga?"

"Ada."

"Kalau gitu aku nunggu kamu aja di taman, sekalian ngelihat senja."

"Yaudah nanti aku susul, ya, kamu hati hati."

"Siap."

Keduanya pun meninggalkan tempat mereka, mereka berdua saling berlawanan arah, sesampainya Rea di taman. Entah mengapa di saat aku sudah ingin melupakannya, semesta selalu saja menghadirkanmu ( Atta) dalam bentuk luka.

Sore itu sewaktu dirinya, Rea, di taman, dirinya sudah di sambut pemandangan yang tak mengenakkan, yaitu ke munculan  Atta, dan seorang gadis di sampingnya. Membuat perasaan Rea kembali sakit.

"Untuk ke sekian kalinya mengapa semesta harus menghadirkanmu tepatnya di saat kau sudah punya wanita baru," batin Rea.

Matanya sah melihat sangat jelas seorang wanita yang berambut pirang pendek itu berpegangan tangan, bermesraan dengan Atta.

"Isss terus aja begini," ujarnya tetap masuk ke taman, dirinya (Rea) sengaja berjalan menerobos Atta, bahkan ke duanya bertabrakan kecil.
Wanita yang berada di sebelah Atta menggeleng kecil.

Sudah hampir 1jam lebih Rea berada di taman menunggu Merta, tetapi sampai menit inu sosok, Merta masih tak kunjung datang. Pada akhirnya, Rea, agar tidak bosan, ia menggambil buku yang sering ia bawak untuk menulis.

Sampai beberapa menit kemudia barulah, Merta datang.

"Re, maaf ya aku kelamaan ya?"

"Engga kok, tidak apa apa."

Merta, meletakkan alat lukisnya, ia duduk berada di samping, Rea.

"Kamu mau ngelukis ya?" tanya Rea menoleh.

"Tidak kok, aku belum dapat inspirasi buat dijadikan objek."

"Ouh, gitu."

"Kamu sendiri ngelakukan apa, Re?" balas Merta bertanya.

"Aku cuma buat puisi doang."

"Kamu suka puisi?"

"Suka, selain suka bikin novel, cerpen, aku juga suka buat puisi," Rea tersenyum.

"Kalau gitu kenapa kita tidak buat puisi barang aja."

"Kamu, mau buat puisi barang aku?" tanya Rea seperti tidak yakin.

"Diksi itu indahkan jika di gabungkan."

"Memang."

"Aku suka puisi, aku suka melukis, karena semua itu bisa aku lakukan sebagai media penyampaian pesan, kamu juga bisa mengkreasikan perasaanmu lewat seni."

"Kamu benar, kenapa aku tidak melakukannya. Padahal aku rindu dengan dia."

"Dengan siapa?" mata Merta langsung melirik ke Rea.

"Bukan siapa siapa, hanya seseorang."

Kali itu pandangan Merta menatap tajam seperti ia merasa cemburu dengan orang yang dimaksud, namun apalah dayanya mereka bukan siapa siapa.

Bentala sastra Rea (TERBIT)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin