20. Dependency 🌷

Start from the beginning
                                        

Neila menarik nafas dalam-dalam dan berkata pahit. "Kenapa ibu bisa setuju begitu saja dengan gadis itu? Ibu tahu aku terluka karena putraku sendiri. Jadi aku benar-benar cemas jika orang lain terluka karenanya di masa depan. Aku benar-benar ingin Ray sembuh."

Rose menghela nafas. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan tekadnya. Dia benar-benar menyukai cucuku sehingga tak ingin berpisah dengannya."

Menyukai orang gila itu? Tidak mungkin! pikir Neila.

"Sampai-sampai dia menawarkan kesepakatan agar Ray tidak diobati di luar negeri."

"Kesepakatan apa?" Neila mengerutkan kening.

"Aku akan beritahu nanti."

Mata Neila menyipit tajam.

"Aku tahu ini sangat menyakitkan baginya. Di saat dia berusaha untuk menyembuhkan Ray, namun aku malah memberikan konsekuensi itu. Tapi sungguh penyakit Ray bukan main-main. Menghentikan kita untuk menyembuhkannya di saat keputusan sudah bulat bukanlah sesuatu yang ringan." Rose menundukkan kepala dengan sedih. "Aku merasa sedikit menyesal sekarang."

Seringai berangsur-angsur naik di sudut bibir Neila. Ia tak perlu terburu-buru tahu apa kesepakatan mereka. Namun, ia menebak bahwa konsekuensi yang Reane terima tidak seringan itu jika dia tidak memenuhi apa yang disepakati. Tentu saja itu pasti berhubungan dengan Ray.

Neila menepuk bahunya dengan lembut. "Tidak apa-apa, Bu. Dia sendiri kan yang menawarkannya? Maka dia sendiri yang akan menerima konsekuensinya. Ibu memberikan keputusan yang tepat."

Mata Neila berkilat keji. Senyum jahat terselubung di bibirnya.

Aku memang tidak bisa meremehkannya, tapi aku juga tidak akan menyerah membuat bocah itu semakin gila. Jangan khawatir, Reane. Aku akan segera menendangmu dari keluarga Helison.

~•~

Usai tangis teredam terdengar di sebuah kamar yang gelap. Itu terdengar sangat menyedihkan dan menyesakkan.

Apa yang terjadi hari ini membuat Reane sangat lelah secara mental. Saat akan tidur, di malah mengingat semuanya sehingga kesedihan tak terbendung di hatinya. Dia mencurahkan semuanya lewat tangisan.

Reane kira semuanya akan semudah yang dia harapkan. Namun setelah bertemu Mario, perasaan pemilik tubuh tidak bisa dia kendalikan sepenuhnya. Ia yakin orang Grehen telah mengawasinya sehingga terjadi kesalahpahaman.

Reane ingin menjelaskan di bawah tatapan menusuk Grehen, namun moodnya terlalu rendah, kalimatnya semakin menusuk hingga Reane tak mampu berkata-kata.

Di tambah kesepakatan yang di buat di kediaman Helison, mengingat itu kesedihan Reane semakin dalam.

"Hiks ... bagaimana jika aku tak mampu menyembuhkannya?" monolognya dengan suara serak. Membenamkan wajah di bantal, Reane berusaha merendam suara tangisnya. "Tida-k ... Tidak tidak. Hiks, aku tidak mau berpisah dengannya, hiks. Aku harus bagaimana?"

Tatapan dingin Grehen masih teringat di benaknya. Reane merasa marah dan kesal. Dia memukul kasurnya seolah melampiaskan. "Kenapa dia tidak mendengarkan penjelasanku?! Hiks. Aku ingin sekali memukulnya, hiks ... Aku merasa dirugikan ...."

Terlarut-larut dalam kesedihan dan lama menangis, tanpa sadar kantuk datang sehingga Reane tertidur dalam posisi menelungkup.

Suara burung hantu di kejauhan membuat suasana menyeramkan. Pintu kamar gelap itu terbuka dari luar membuat cahayanya menyorot sebagian. Kegelapan yang hening membuat suara langkah kaki yang pelan samar-samar terdengar masuk ke kamar Reane.

Tuk.

Pintu tertutup kembali dan cahaya dari luar langsung lenyap.

Sosok tinggi berjalan mendekati tempat tidur menembus kegelapan. Matanya yang sedikit bersinar kemerahan menatap lurus gadis yang terlelap.

Perlahan dia duduk di ruang kosong di samping gadis itu membuat sisi tempat tidur tenggelam. Kedua tangannya yang kokoh terulur dan perlahan mengambil tubuh gadis itu ke pelukannya dengan ringan seolah memeluk seorang anak.

Gerakan besar itu sama sekali tidak membuat tidurnya terganggu. Nafasnya yang lembut keluar dan masuk dengan isakan yang masih tersisa.

Tangannya yang ramping perlahan menyentuh pipi lembut Reane yang masih lembab. Lalu mengusap matanya yang agak bengkak. Dia menunduk dan mencium kedua matanya dengan lembut.

Dia hanya bisa melihat wajah putihnya yang tidak terlalu jelas. Mengandalkan cahaya bulan yang memantul dari lantai. Mengusap pipinya, dia menunduk lagi menggigitnya pelan.

Suara lenguhan kecil terdengar dari mulut kecilnya. Sudut mulutnya sedikit terangkat dengan geli. Dia bisa melihat kening gadis itu mengerut akibat tindakannya.

Ray menutupi bibir Reane yang menekuk ke bawah dengan bibir tipisnya. Menggigitnya lembut, bibirnya berpindah ke telinga dan berbisik rendah dengan suara berat.

"Siapa kamu sebenarnya?"

~•~

Tbc

Woy, I lov u.

18. 04
12 Jan 2023

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now