16. Kapisa-nya Turangga

407 80 15
                                    

Hari mulai menggelap, cuaca seakan tidak mendukung setiap insan untuk keluar rumah, angin menerbangkan sisa-sisa dedaunan gugur yang tergeletak begitu saja pada tanah, semesta seperti memberi tanda akan turunnya hujan ke bumi.

Sudah 2 jam, Turangga masih tidak melihat kehadiran Kapisa. Berpikir jika Kapisa cocok dengan mami Abu hingga betah berlama-lama bersama-sama. Sudah menghabiskan beberapa ronde bermain game, akan tetapi Turangga tak kunjung menang akibat hilang fokus.

Untuk yang kesekian, Abu meledeknya. "Payah lo! Anak SD aja pasti lebih jago daripada lo."

Turangga mendelik sinis, meremat bungkus cokelat dan menyumpal mulut Abu menggunakan bungkus itu. "Mamam tuh anak SD, sialan!"

Cukup kesal akan ketidakpastian akan kehadiran Kapisa, mengapa Turangga harus memiliki teman menyebalkan juga seperti Abu dan Cyan untuk dihadapi. Ia bangkit dari duduk lesehannya, tidak kuat menunggu lebih lama.

"Lanjutin berdua aja. Gue mau liat Kapisa dulu lagi ngapain sama mami. Anaknya ampe nggak balik-balik kesini lagi." Ujarnya meninggalkan kedua sahabatnya.

Turangga mulai menelusuri di lantai 2 terlebih dahulu, kemudian ketika tidak mendapati siapa-siapa di sini, ia turun tangga dan mulai berkeliling dimulai dari ruang tamu, berpindah ke dapur dan meja makan, lalu melangkah memasuki area kolam renang, terakhir yang dapat ia pastikan hanyalah taman belakang rumah Abu, dimana banyak tanaman terawat yang dirawat oleh Harini sendiri.

Belum sampai pintu, Turangga langsung berpapasan dengan Harini dan Kapisa yang masuk ke rumah disertai cangkir dalam genggaman masing-masing. Di luar mulai turun hujan deras begitu mereka berdua masuk.

"Loh, Tura ngapain kesini?" Tanya Harini seraya menutup pintu agar air hujan tidak menciprat masuk.

Turangga mengambil alih cangkir yang kedua perempuan itu pegang. "Pengen bawa balik pacar aku yang mami culik."

"Biar gue yang bawain." Lanjut Turangga diperuntukkan untuk Kapisa seorang saat gadis itu seperti menolak cangkirnya dibawa Turangga.

Harini mencubit perut Turangga gemas. "Culik apanya, sih? Kamu tuh ya suka gitu sama mami. Ntar mami aduin sama Isvara tahu rasa kamu."

"Aw, aw! Sakit ih miiii!" Aduh Turangga sambil menghindar cubitan menyakitkan Harini. Ia cemberut saat Harini sudah mengancamnya dengan nama sang ibu. "Mami juga suka gitu, bawa-bawa nama ibu terusss."

"Ya mangkanya jangan macem-macem sama mami." Balas Harini galak. Dan mereka tidak sadar sudah mengabaikan keberadaan Kapisa yang lagi-lagi diam melihat keributan.

Lalu Turangga menyengir kemudian. "Habisnya sih mami lama banget balikin Kapisa-nya aku. 2 jam ditunggu nggak balik-balik. Sebetah itu ya ngobrol sama Kapisa?"

Jantung Kapisa rasanya seperti copot dalam seperkian detik dan kembali terpasang dengan pompaan yang lebih keras dari biasanya. Telinganya menangkap jelas bagaimana Turangga yang berkata 'Kapisa-nya aku' tanpa beban, ia jujur kelimpungan akan serangan mendadak itu.

Harini meledeknya, persis seperti Abu. "Iya, sebetah itu mami ngobrol sama Kapisa-nya kamu." Ujarnya sambil menekan dua kata terakhir.

"Yaudah lah mami tinggalin kalian berdua. Nggak mau ganggu pasangan baru." Lanjut Harini seraya pergi meninggalkan keduanya disertai kedipan genit tanda menggoda.

Begitu Harini pergi, Turangga ikut melangkah menuju dapur. "Ikut gue."

Kapisa tidak membantah dan mengikuti kemana langkah Turangga pergi. Ia masih sedikit sadar dan terngiang-ngiang kalimat 'Kapisa-nya aku'. Setelah sedikit meleleh akan sifat Turangga yang ternyata jika dihadapkan oleh Harini menjadi clingy, Kapisa dikejutkan lagi oleh kata-katanya.

Conglomerates and The PoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang